BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

HAM dan Demokrasi

HAM dan Demokrasi
Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi merupakan sebuah konsepsi kemanusiaan dan juga sebuah relasi sosial yang asal muasalnya berasal sejarah peradaban manusia di dunia yang juga dapat dimaknai sebagai hasil dari perjuangan manusia untuk mempertahankan dan mencapai harkatnya sebagai manusia sehingga konsep mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi yang sampai saat ini hanya terbukti dan konsisten mengakui dan menjamin harkat seorang manusia.

Adapun konsep mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi dapat diketahui secara teologis yaitu berupa hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (TYME) dengan artian bahwa tidak ada satupun orang atau manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi dikarenakan hanya satu yang mutlak memiliki posisi lebih tinggi dan juga merupakan prima facie yaitu Tuhan Yang Maha Esa (TYME). 

Dalam hal ini semua manusia memiliki potensi untuk mendapatkan kebenaran tetapi bukan kebenaran mutlak karena yang benar secara mutlak hanya ada pada Tuhan Yang Maha Esa (TYME), maka dari itu semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara relatif sebagaimana persepsi banyak orang yang menjadikan pemikirannya sebagai suatu kebenaran yang mutlak dan menganggap pemikiran orang lain sebagai kesalahan, hal tersebut merupakan pemikiran yang salah dikarenakan sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan dan ketuhanan.

Manusia yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (TYME), hal mana di saat mereka lahir ke dunia dibarengi dengan hak yang menjamin derajatnya sebagai manusia yang kemudian hak tersebut dinamakan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam artian hak tersebut diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (TYME) sehingga setiap manusia yang diciptakan atau dilahirkan di dunia ini memiliki kedudukan yang sederajat dengan hak-hak yang sama. 

Maka dari itu prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dan penting dalam interaksi di kehidupan sosial masyarakat sebagaimana kenyataannya manusia selalu hidup dalam suatu komunitas sosial untuk dapat menjaga derajat kemanusiaannya dan juga dalam mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan secara sendiri-sendiri (individual) sehingga mengakibatkan munculnya struktur sosial yang kemudian membutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi dalam struktur sosial tersebut. Adapun kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh berdasarkan:
  1. Legitimasi Religius;
  2. Legitimasi Ideologis Eliter; atau
  3. Legitimasi Pragmatis.
Namun kekuasaan berdasarkan legitimasi tersebut di atas secara tidak langsung mengingkari prinsip kesamaan dan kesederajatan manusia dikarenakan legitimasi tersebut memberikan kedudukan lebih tinggi dari kelompok manusia dengan manusia lainnya. Selain daripada itu juga, kekuasaan yang berdasar kepada ketiga legitimasi tersebut diatas akan menjadi kekuasaan yang absolut. 

Dalam hal ini kekuasaan absolut yang dimaksud yaitu menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara dari pada kelompok manusia lainnya sehingga menimbulkan dampak kekuasaan tersebut menjadi kekuasaan yang otoriter jika didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut.

Adapun konsep demokrasi merupakan sebuah konsepsi yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesetaraan manusia dikarenakan demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan tertinggi sebagaimana prinsip yang dikenal dalam konsepsi tersebut yaitu prinsip kedaulatan rakyat. 

Salah satu teori pada konsep demokrasi yaitu teori kontrak sosial, hal mana dalam teori tersebut menjelaskan mengenai pemenuhan hak-hak setiap manusia yang tidak dapat dicapai jika dilakukan secara sendiri-sendiri (individual ) akan tetapi untuk pemenuhan hak tersebut harus dilakukan secara bersama-sama. 

Sehingga dengan teori tersebut maka dibuatlah suatu perjanjian atau kontrak sosial yang isinya mengenai batas-batas hak individual, apa yang menjadi tujuan bersama serta siapa yang akan bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan tersebut yang kemudian menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batasan-batasan yang telah disepakati bersama. Adapun bentuk perjanjian atau kontrak sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk KONSTITUSI sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara (the supreme law of the land) yang kemudian diolah dan disusun secara cermat, teliti dan konsisten oleh pembuat undang-undang berdasarkan hukum dan kebijakan negara. Salah satu proses demokrasi yang dapat dilihat dan dirasakan saat ini di Indonesia yaitu pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) seperti pemilihan Presiden, Gubernur, Walikota/  Bupati, Dewan (wakil rakyat) serta pejabat publik lainnya.

Konsepsi Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi dalam perkembangan saat ini memiliki keterkaitan dengan konsepsi negara hukum yang pada dasarnya memberikan konsep pada suatu negara bahwa ketentuan hukumlah yang memberikan perintah bukan manusia dalam hal ini ketentuan hukum dimaknai sebagai suatu kesatuan yang menjadi ukuran tentang tatanan norma hukum yang berlandaskan pada konstitusi. Sebagaimana hal tersebut memberikan arti bahwa dalam sebuah negara hukum memiliki tujuan adanya supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum sekaligus juga merupakan pelaksanaan dari demokrasi oleh karena konstitusi merupakan wujud perjanjian sosial tertinggi.

Selain daripada itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat memberikan jaminan terhadap peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan sehingga mencerminkan perasaan keadilan pada masyarakat dalam penerapan dan penegakan setiap peraturan perundang-undangan. Adapun hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/ atau hanya untuk keinginan serta kepentingan dari pihak penguasa saja karena hal tersebut berlawanan dengan prinsip-prinsip demokrasi negara hukum. Konsep prinsip demokrasi menjamin kepentingan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa saja. Sebagaimana penjelasan tersebut yang perlu dikembangkan dalam prinsip demokrasi yaitu democratische rechtsstaat bukan absolute rechtsstaat.

Sehubungan dengan perumusan naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang didalam rumusan tersebut ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam Undang-Undang Dasar dikarenakan sebagian besar materi dari Undang-Undang Dasar ini pada dasarnya berasal dari rumusan undang-undang yang telah disah­kan sebe­lum­nya yaitu Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang jika dirumuskan kembali maka materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 mencakup 27 (dua puluh tujuh) materi.

Adapun 27 (dua puluh tujuh) materi yang telah diadopsi ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) kemudian diperluas dengan memasukkan ele­men-elemen baru yang ber­sifat menyempurnakan rumusan yang ada yang kemudian dikelompokkan lagi sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalam Undang-Undang Dasar, sehingga ru­mus­an Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Un­dang-Undang Dasar da­pat mencakup (5) lima kelompok materi sebagaimana berikut di bawah ini :
  1. Golongan Hak-Hak Sipil;
  2. Golongan Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya;
  3. Golongan Hak-Hak Khusus;
  4. Golongan Hak-Hak Atas Pembangunan;
  5. Tanggung Jawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia.
Golongan hak-hak sipil dapat dirumuskan men­jadi:
  1. Setiap orang memiliki hak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya;
  2. Setiap orang memiliki hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan;
  3. Setiap orang memiliki hak untuk bebas dari segala bentuk perbu­dakan;
  4. Setiap orang memiliki hak untuk bebas memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya;
  5. Setiap orang memiliki hak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani;
  6. Setiap orang memiliki hak untuk diakui sebagai pribadi diha­dapan hukum;
  7. Setiap orang memiliki hak atas perlakuan yang sama diha­dapan hukum dan pemerintahan;
  8. Setiap orang memiliki hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut;
  9. Setiap orang memiliki hak untuk berkeluarga dan memiliki keturunan melalui perkawinan yang sah baik pernikahan secara agama maupun negara;
  10. Setiap orang memiliki hak akan status kewarganegaraan;
  11. Setiap orang memiliki hak untuk bebas bertempat tinggal di wi­layah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya;
  12. Setiap orang memiliki hak memperoleh suaka politik;
  13. Setiap orang memiliki hak untuk bebas dari segala bentuk perla­kuan dis­kriminatif baik terhadap Suku, Agama, Ras dan Antar golongan serta berhak mendapatkan perlin­dungan hukum atas perlakuan yang bersifat diskrimi­natif tersebut.
Sebagaimana perumusan hak-hak sipil tersebut diatas, negara tidak dapat mengurangi arti atau makna dari hak-hak yang ditentukan dalam Kelompok atau golongan dalam 1 angka (1) sampai dengan (8) di atas dengan alasan apa­pun juga. 

Akan tetapi, ke­tentuan mengenai perumusan hak-hak tersebut diatas tidak dapat diartikan atau digunakan seba­gai landasan untuk meringankan apalagi membebaskan seseorang dari tuntutan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat yang diakui berdasarkan ketentuan Hukum Internasional. 

Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memas­tikan bahwa ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang berusaha membebaskan diri dari ancaman tuntutan, justru di sini­lah letak kontroversi yang timbul setelah ketentuan Pasal 28 I Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) disahkan beberapa waktu yang lalu.

Golongan Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
  1. Setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat, ber­kum­pul dan menyatakan pendapatnya secara damai;
  2. Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan di­pi­lih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat;
  3. Setiap warga negara memiliki hak untuk dapat diangkat dalam mendu­duki ja­batan-jabatan publik;
  4. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh dan memilih peker­jaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan;
  5. Setiap orang memiliki hak untuk bekerja, mendapat imbal­an dan men­dapat perlakuan yang layak dalam hu­bung­an kerja yang berkeadilan;
  6. Setiap orang memiliki hak  mempunyai hak milik pribadi;
  7. Setiap warga negara memiliki hak  atas jaminan sosial yang dibu­tuh­kan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang ber­martabat;
  8. Setiap orang memiliki hak untuk berkomunikasi dan mem­peroleh informasi;
  9. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh dan memilih pendi­dikan dan pengajaran;
  10. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh dan juga mengembangkan man­faat baik dari ilmu pengetahuan dan teknologi maupun seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia;
  11. Negara memberikan jaminan terhadap penghormatan atas identitas bu­da­ya dan hak-hak masyarakat lokal yang selaras dengan per­kembangan za­man dan tingkat peradaban bangsa;
  12. Negara memberikan pengakuan terhadap setiap budaya yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional;
  13. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kema­nusiaan yang diajarkan oleh setiap agama dan memberikan jaminan ke­mer­dekaan kepada tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menja­lankan ajaran agama dan kepercayaannya;
Golongan Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
  1. Setiap warga negara maupun kelompok masyarakat yang terasing dan hidup di lingkungan terpencil yang memiliki masalah so­sial berhak untuk men­dapatkan kemudahan dan per­lakuan khusus dalam mem­peroleh kesempatan yang sama;
  2. Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak perempuan dengan yujuan untuk men­capai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional;
  3. Negara membeikan jaminan dan perlindungan hukum berupa hak khusus yang melekat pada diri perempuan dika­renakan oleh fungsi reproduksinya ;
  4. Setiap anak memiliki hak atas kasih sayang, perhatian dan perlin­dungan orangtua, keluarga, masyarakat dan ne­ga­ra bagi per­tumbuhan fisik dan mental serta per­kem­bangan pribadinya;
  5. Setiap warga negara memiliki hak untuk berperan serta da­lam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam;
  6. Setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yang ber­sih dan sehat;
  7. Setiap kebijakan, perlakuan ataupun tindakan khusus yang ber­sifat sementara lalu kemudian dituangkan dalam peraturan per­undangan-un­dangan yang sah dengan maksud un­tuk menyetarakan tingkat perkembangan kelom­pok tertentu yang pernah me­nga­lami perlakuan diskrimi­nasi dari kelompok-kelompok lain dalam masya­rakat. Adapun perlakuan khusus sebagaimana di­ten­tukan dalam ayat (1) pasal ini tidak termasuk dalam pe­nger­tian diskriminasi sebagaimana yang telah ditentu­kan dalam Pasal 1 ayat (13).
Tanggung jawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
  1. Setiap orang wajib menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
  2. Setiap orang dalam menjalankan hak dan kebebasannya berwajiban untuk tunduk pada pembatasan yang dite­tap­kan oleh undang undang dengan maksud dan tujuan semata-ma­ta untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan serta dengan tujuan untuk peme­nuhan tuntutan keadilan yang berdasarkan dengan nilai-nilai aga­ma, moralitas dan kesusilaan serta keamanan dan keter­tib­an umum dalam kehidupan masyarakat yang demokratis;
  3. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, penegakan, kemajuan dan pemenuhan hak-hak asasi ma­nusia;
  4. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bersifat independen dan tidak memihak. Adapun pem­bentukan, susunan dan kedu­dukannya diatur dalam undang - undang.
Adapun ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan konsti­tusional terhadap hak-hak asasi manusia sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan sesuatu yang sangat penting dan  merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum dalam suatu negara. 

Akan tetapi di samping hak-hak asasi manusia, perlu diketahu dan juga dipa­hami bahwa setiap orang memiliki kewajiban dan tanggung ­jawab yang juga bersifat asasi dikarenakan setiap orang atau manusia selama hidupnya baik sejak sebe­lum kelahiran memiliki hak dan kewajiban yang hakiki. 

Oleh sebab itu pembentukan negara dan pemerin­tahan tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewa­jiban yang disandang oleh setiap ma­nu­sia dengan alas­­an apapun juga karena jaminan hak dan kewajiban itu tidak diten­tukan oleh posisi atau kedu­dukan orang sebagai warga suatu negara. 

Dima­na­pun orang itu berada harus diberikan jaminan atas hak-hak dasarnya dan di waktu yang bersamaan itu juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain sebagai­mana mestinya. Hal ini dikarenakan untuk menjaga keseim­bangan kesadaran akan ada­nya hak dan kewajiban setiap orang mengenai hak-haknya ini sebagaimana ciri penting dasar bangsa Indonesia dalam sila kedua Pancasila mengenai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Adapun The Universal Declaration of Human Rights yang dideklarasikan pada tahun 1948 dimengerti dan dipahami oleh bangsa Indonesia yang merupakan suatu bentuk per­nyataan umat manusia di seluruh dunia, hal mana dalam pernyataan tersebut mengan­dung nilai-nilai universal yang wajib dihargai dan dihormati. 

Adapun The Universal Declaration of Human Responsibility yang dideklarasikan oleh Inter-Action Council pada tahun 1997 dan juga bangsa Indonesia berpandangan bahwa pernyataan tersebut itu juga mengandung nilai universal yang wajib dijunjung tinggi dalam melengkapi The Universal Declaration of Human Rights sebelumnya. 

Adapun kesa­daran umum terkait hak dan kewajiban asasi setiap orang atau manusia merupakan sebuah bentuk penjiwaan terhadap keseluruhan konsitusi dan sistem hukum bangsa Indonesia, oleh karena itu hak dan kewajiban asasi manusia perlu diadopsikan ke dalam rumusan Undang Un­dang Dasar (UUD) atas dasar pengertian-pengertian yang harus dikem­bangkan sen­diri oleh bangsa Indonesia. 

Oleh karena itu, perumusan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) ini mesti mencakup warisan-warisan ide dan saran pemikiran mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah dicetuskan di masa lalu dan juga menca­kup ide dan pemi­kiran-pemikiran yang masih akan terus ber­kem­bang di masa yang akan datang.

Demikian penjelasan singkat mengenai HAM dan Demokrasi yang dirangkum dari berbagai sumber, smeoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan ata tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima Kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: