BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Hukuman Pidana Mati

Hukuman Pidana Mati
Penerapan pidana mati dalam prakteknya sering menimbulkan perdebatan di antara yang setuju dan yang tidak setuju. Beberapa alasan dari mereka yang menentang hukuman mati antara lain sebagai berikut:
  1. Sekali pidana mati dijatuhkan dan dilaksanakan, maka tidak ada jalan lagi untuk memperbaiki apabila ternyata di dalam keputusannya hukum tersebut mengandung kekeliruan.
  2. Pidana mati bertentangan dengan prikemanusiaan.
  3. Dengan menjatuhkan pidana mati akan tertutup usaha untuk memperbaiki terpidana.
  4. Apabila pidana mati itu dipandang sebagai usaha untuk menakut - nakuti penjahat, maka pandangan tersebut adalah keliru karena pidana mati biasanya dilakukan tidak di depan umum.
  5. Penjatuhan pidana mati biasanya mengandung belas kasihan masyarakat yang dengan demikian mengandung protes - protes pelaksanaannya.
  6. Pada umumnya kepala negara lebih cenderung untuk mengubah pidana mati dengan pidana terbatas maupun pidana seumur hidup.
Alasan - alasan bagi mereka yang cenderung untuk mempertahankan adanya hukuman atau pidana mati mereka mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
  1. Dipandang dari sudut yuridis dengan dihilangkannya pidana mati, maka hilanglah alat yang penting untuk penerapan yang lebih baik dari hukuman pidana.
  2. Mengenai kekeliruan hakim, itu memang dapat terjadi bagaimanapun baiknya undang - undang itu dirumuskan. Kekeliruan itu dapat diatasi dengan pertahanan dalam upaya - upaya hukum dan pelaksanaannya.
  3. Mengenai perbaikan dari terpidana, sudah barang tentu dimasukkan supaya yang bersangkutan kembali ke masyarakat dengan baik apakah jika dipidana seumur hidup yang dijatuhkan itu kembali lagi dalam kehidupan masyarakat.
Di beberapa negara hukuman mati sudah dihapus, sebagaimana hukuman mati berturut - turut di bawah ini :
  1. Tahun 1847 di Michigan;
  2. Tahun 1848 di San Marino;
  3. Tahun 1849 di Venezuela;
  4. Tahun 1852 di Rhode Island;
  5. Tahun 1853 di Wisconsin;
  6. Tahun 1859 di Toskake;
  7. Tahun 1864 Kolombia dan Rumania;
  8. Tahun 1870 di Belanda;
  9. Tahun 1880 di Kostarika;
  10. Tahun 1887 di Marine;
  11. Tahun 1890 di Italia;
  12. Tahun 1922 di Lithuania;
  13. Tahun 1926 di Uruguay;
  14. Tahun 1930 di Chili;
  15. Tahun 1933 di Denmark; dan 
  16. Tahun 1941 di New Zealand.
Berjalan seiringnya waktu, beberapa dari negara tersebut di atas kemudian mengadakan kembali hukuman mati. Adapun hukuman mati tetap dilaksanakan di Indonesia karena kebanyakan para ahli - ahli hukum pidana beranggapan keadaan khusus Indonesia menuntut supaya penjahat - penjahat yang tersebar dapat dilawan dengan hukuman mati. 

Dalam suatu negara yang luas yang di diami rakyat yang heterogen (berbeda sifat), alat - alat kepolisian tidak dapat menjamin keamanan seperti di Eropa Barat. Oleh karena itu diperlukan suatu hukuman yang ditakuti lebih dari pada hukuman yang merampas kemerdekaan atau milik orang, yakni satu hukuman yang merampas kepentingan manusia yang maha besar, yaitu jiwanya. Hal ini juga dimaksudkan agar supaya orang banyak merasa takut (presensi general) dan supaya tidak ada kemungkinan lagi si tersalah mengulangkan suatu perbuatan yang durhaka. Ada beberapa pasal di dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang berisi ancaman pidana mati, misalnya seperti :
  1. Makar membunuh kepala negara sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 104 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  2. Mengajak negara asing untuk menyerang negara Indonesia sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 111 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  3. Memberi pertolongan kepada musuh waktu Indonesia dalam perang sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 124 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  4. Membunuh kepala negara sahabat sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  5. Pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (3) dan Pasal 340 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  6. Pencurian dengan kekerasan oleh 2 (dua) orang atau lebih berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan membongkar dengan sebagainya yang menjadikan ada orang yang terluka berat atau mati sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 365 ayat (4) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  7. Pembajakan di laut, di pesisir, di pantai, dan di kali sehingga ada orang yang mati sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 444 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  8. Dalam waktu perang menganjurkan huru - hara, pemberontakan dan sebagainya antara pekerja - pekerja dalam perusahaan dengan pertahanan negara sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 124 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP)
  9. Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan keperluan angkatan perang sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 127 dan Pasal 129 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
  10. Pemerasan dengan keberatan sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 368 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Jonkers kejahatan dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang diancam dengan hukuman mati di bagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :
  1. Golongan Pertama, yaitu kejahatan berat terhadap keamanan negara (vide: Pasal 104, 105, 111 ayat (2), 124 ayat (3) dan Pasal 129 KUHP);
  2. Golongan Kedua, yaitu pembunuhan berencana (vide: Pasal 130 ayat (3), 140 ayat (3), dan Pasal 340 KUHP)
  3. Golongan Ketiga, yaitu pencurian dan pemerasan dalam keadaan memberatkan (vide: Pasal 365 ayat (4) dan Pasal 368 ayat (2) KUHP)
  4. Golongan Keempat, yaitu bajak laut, perampokan di pantai, perampokan di tepi laut, dan perampokan di sungai dilakukan dalam keadaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 444 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Di luar Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), pidana mati sering dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana subversi (Undang - Undang Nomor 11/PnPs/1963) dan dan pelaku tindak pidana narkotika (Undang - Undang No. 9 Tahun 1976). 

Membahas pidana mati akan lebih baik apabila kita juga menyimak ketentuan Naskah rancangan Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) baru sebagai jus constituendum. Hal - hal yang perlu diketahui adalah sebagai berikut:
  1. Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan menembak terpidana sampai mati;
  2. Pelaksana pidana mati tidak dilakukan di muka umum;
  3. Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun;
  4. Pelaksana pidana mati terhadap wanita hamil atau orang sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh;
  5. Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada persetujuan atau penolakan grasi oleh Presiden;
  6. Jika setelah permohonan grasi ditolak, pelaksanaan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun bukan karena terpidana melarikan diri maka pidana mati tersebut dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan keputusan Menteri Kehakiman;
  7. Pelaksana pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun, jika :
    • Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu besar;
    • Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk memperbaiki;
    • Kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana tidak terlalu penting;
    • Ada alasan yang meringankan;
    • Jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh tahun) dengan keputusan Menteri Kehakiman;
    • Jika terpidana selama masa percobaan tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji serta tidak ada harapan untuk memperbaiki maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
Selain dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), hukuman mati juga diatur dalam HIR diantaranya dalam Pasal 329 yang menyatakan bahwa hukuman mati dijalankan dihadapan jaksa (magistrat) atau seorang pegawai yang ditunjukknya dan senantiasa dengan jalan yang tidak dapat dilihat oleh umum.

Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 630 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) menentukan bahwa hukuman mati harus dijalankan dengan dihadiri oleh ketua Pengadilan Negeri dan Paniteranya, dan baru apabila pejabat - pejabat ini tidak ada ditempat dihadiri oleh jaksa dan selalu dengan jalan tidak dapat dilihat oleh umum. Kini, berbeda dalam HIR ditentukan pula:
  1. Bahwa para pejabat tersebut dapat minta bantuan dari Angkatan Bersenjata;
  2. Bahwa mereka harus mencatat dalam cukilan (extract) surat putusan hakim, bahwa hukuman mati sudah dijalankan dengan menyebutkan hari dijalankannya itu;
  3. Bahwa dua kali dua puluh empat jam sebelum hukuman mati dijalankan, ini harus diberitahukan kepada terhukum oleh ketua Pengadilan Negeri atau yang diwakilkan dengan dibantu oleh panitera atau jika ketua Pengadilan Negeri tidak ada di tempat, oleh jaksa; dan
  4. Apabila terhukum tidak menerangkan sesuatu, keterangan ini harus diterima oleh pejabat - pejabat tersebut di atas.
Demikian penjelasan singkat mengenai Hukuman Pidana Mati yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: