BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sistem Pembagian Harta Warisan

Sistem Pembagian Harta Warisan
Pembagian warisan di Indonesia diketahui dapat dilakukan dengan 3 (tiga) sistem, yakni terdiri dari: 
  1. Pembagian warisan melalui sistem Hukum Adat;
  2. Pembagian warisan melalui sistem Hukum Waris Perdata; dan 
  3. Pembagian warisan melalui sistem Hukum Waris Islam.
Pembagian warisan melalui sistem Hukum Adat
Pembagian warisan dengan menggunakan hukum waris adat didasarkan pada aturan suku yang masih dipegang teguh dan dijalankan hingga saat ini. Adapun hukum waris adat memiliki aturan yang berbeda-beda yang menjadikan sistem penerapannya bisa berlainan jika berdasarkan dengan adat masing-masing daerah atau komunitas. Pada dasarnya ada beberapa sistem yang dijadikan patokan dalam hukum waris adat, yaitu sebagai berikut:
  1. Sistem Individual;
  2. Sistem Patrilineal;
  3. Sistem Matrilineal; dan
  4. Sistem Parental atau Bilateral.
Sistem Individual
Dalam sistem kewarisan individual, kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki diakui dan secara bersama-sama mendapat harta warisan dari pewaris, meskipun pembagian warisan lebih besar kepada anak laki-laki dari pada anak perempuan, namun hak mewaris dalam harta warisan para ahli waris mendapatkan hak masing-masing. 

Meskipun anak perempuan hanya mendapatkan bagian tidak sama besar dengan anak laki-laki, namun dalam pembagiannnya anak perempuan mendapatkan bagian setengah dari harta warisan. Dengan adanya sistem pewarisan individual ini memberikan hak secara individu atau perorangan kepada ahli waris mengenai harta warisan. Adapun sistem ini digunakan oleh Masyarakat Adat Suku Akit di Riau.

Sistem Patrilineal
Sistem ini menganut pembagian warisan berdasarkan keturunan dari bapak atau ayah sehingga perempuan tidak mendapatkan porsi bagian dari warisan. Hukum waris adat dengan sistem patrilineal semacam ini masih diterapkan oleh beberapa suku di beberapa wilayah di Indonesia seperti:
  1. Batak;
  2. Gayo;
  3. Nias;
  4. Lampung;
  5. Nusa Tenggara Timur (NTT); 
  6. dan lainnya.
Sistem Matrilineal
Hukum waris adat menggunakan sistem matrilineal berlawanan dengan sistem patrilineal yang mana pembagian warisan hanya diambil dari garis keturunan ibu. Sistem ini masih digunakan di beberapa wilayah seperti:
  1. Minangkabau;
  2. Timor; dan
  3. Enggano. 
Dibandingkan dengan sistem adat patrilineal, sistem adat matrilineal jauh lebih sedikit. Walaupun demikian, pada kenyataannya tetap masih dijalankan secara turun-temurun.

Sistem Parental atau Bilateral
Sistem ini merupakan jalan tengah yang menganut pembagian harta warisan berdasarkan garis keturunan dari ayah dan ibu. Jadi tidak hanya salah satunya saja. Di dalam hukum waris adat ini, kedudukan laki-laki dan perempuan dianggap setara sehingga masing-masing garis keturunan bisa mendapatkan warisan yang merata. Sistem adat ini masih digunakan di beberapa daerah di Indonesia seperti:
  1. Sumatera Timur;
  2. Sumatera Selatan;
  3. Kalimantan; dan
  4. Beberapa daerah lainnya.
Pembagian warisan melalui sistem Hukum Waris Perdata
Sistem ini menggunakan dasar hukum waris Perdata. Pembagian warisan ini biasanya dilakukan dihadapan seorang notaris. Aturan hukum warisan perdata sudah mengatur secara jelas golongan mana saja yang memiliki hak untuk mendapatkan warisan dan golongan mana saja yang tidak memiliki hak untuk mendapatkan warisan. Adapun golongan-golongan tersebut, yaitu sebagai berikut:
  1. Ahli waris absentantio (keluarga pewaris); dan
  2. Ahli waris testamentair (penunjukan berdasar surat wasiat).
Ahli waris absentantio (keluarga pewaris)
hal mana golongan absentantio didasarkan pada hubungan pernikahan dan garis keturunan ke bawah seperti: 
  1. Anak;
  2. Garis keturunan ke atas seperti orang tua; dan
  3. Golongan yang masih memiliki pertalian darah dengan pewaris. 
Adapun untuk golongan ahli waris absentantio dibagi ke dalam 4 (empat) golongan, yakni sebagai berikut:
  1. Golongan 1 (satu) yang terdiri dari Suami atau Istri dan Anak, hal mana pembagian warisannya yaitu masing-masing mendapatkan warisan sebesar 1/4 (seperempat) bagian;
  2. Golongan 2 (dua) yang terdiri dari Orang Tua, Saudara dan Keturunan Saudara, hal mana pembagian warisannya yaitu masing-masing mendapatkan warisan sebesar 1/4 (seperempat) bagian. Adapun golongan ini bisa mendapatkan warisan jika yang meninggalkan warisan tidak memiliki istri atau suami dan anak;
  3. Golongan 3 (tiga) yang terdiri dari Kakek, Nenek dari Ayah dan Ibu, hal mana pembagian warisannya yaitu 1/2 (seperdua) bagian untuk keluarga Ayah dan 1/2 (seperdua) bagian untuk keluarga Ibu. Adapun golongan ini bisa mendapatkan warisan jika yang meninggalkan warisan tidak punya saudara kandung atau belum menikah;
  4. Golongan 4 (empat) yang terdiri dari Keluarga Sedarah Yang Masih Hidup, hal mana pembagian warisannya yaitu 1/2 (seperdua) bagian untuk yang masih hidup dan 1/2 (seperdua) bagian untuk garis lain yang sederajat terdekat dengan pewaris.
Ahli waris testamentair (penunjukan berdasar surat wasiat)
Selain berdasarkan hubungan keluarga dan kekerabatan, hukum perdata juga mengatur ketentuan bagi ahli waris yang disebutkan di dalam surat wasiat. Istilah inilah yang disebut dengan ahli waris testamentair.

Pembagian warisan melalui sistem Hukum Waris Islam
Penerapan dalam hukum Islam sudah cukup jelas dan berdasarkan kepada aturan dalam Al-Quran. Sama halnya dalam hukum perdata, pembagian warisan dalam hukum Islam haruslah dilakukan setelah ahli waris mengurus segala kebutuhan pewaris dan membayarkan ataupun menyelesaikan utang piutang pewaris. 

Adapun pembagian warisan dalam hukum waris islam dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Ahli Waris Syarat Bagian Warisan
Istri Tidak ada anak atau cucu 1/4 (seperempat)
Istri Ada anak atau cucu 1/8 (seperdelapan)
Suami Tidak ada anak atau cucu 1/2 (seperdua)
Suami Ada anak atau cucu 1/4 (seperempat)
Anak Perempuan Sendirian tidak ada anak atau cucu lain 1/2 (seperdua)
Anak Perempuan Dua saudara perempuan atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki 2/3 (duapertiga)
Anak Laki-laki Sendirian atau bersama anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dan Pembagian antara laki-laki dan perempuan 2:1 Sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain
Ayah Kandung Tidak ada anak atau cucu 1/3 (sepertiga)
Ayah Kandung Ada anak atau cucu 1/6 (seperenam)
Ibu Kandung Tidak ada anak atau cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung 1/3 (sepertiga)
Ibu Kandung Ada anak atau cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung 1/6 (seperenam)
Ibu Kandung Tidak ada anak atau cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih tetapi bersama ayah kandung 1/3 (sepertiga) dari sisa sesudah diambil istri atau janda atau suami atau duda
Saudara Laki-laki atau Perempuan Seibu Sendirian tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung 1/6 (seperenam)
Saudara Laki-laki atau Perempuan Seibu Dua orang lebih tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung 1/3 (sepertiga)
Saudara Perempuan Kandung atau Seayah Sendirian tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung 1/2 (seperdua)
Saudara Perempuan Kandung atau Seayah 2 (dua) orang lebih tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung 2/3 (duapertiga)
Saudara Laki-laki Kandung atau Seayah Sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak atau cucu dan tidak ada ayah kandung dan Pembagian laki-laki dan perempuan 2: 1 Sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain
Cucu atau Keponakan (Anak Saudara) Menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris dan Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang digantikan Sesuai hak yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris
Demikian penjelasan singkat mengenai Sistem Pembagian Warisan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: