BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Aliran Hukum Kritis pada Filsafat Hukum

Aliran Hukum Kritis pada Filsafat Hukum
Aliran Hukum Kritis atau Kajian Hukum Kritis (Critical Legal Studies) tidak dapat dilepaskan dari Teori Kritis (Critical Theory) yang lahir dan berkembang di abad 20. Teori Hukum Kritis pada hakikatnya merupakan kajian hukum yang memanfaatkan teori-teori sosiologi sehingga sedikit banyak mempunyai kaitan dengan sociological jurisprudence. Teori hukum kritis berpangkal pada Teori Kritis (Critical Theory) yang dipelopori oleh Max Horkheimer (1895-1973). Menurut Horkheimer, suatu teori kritis dapat dibedakan dari suatu teori tradisional berdasarkan sasaran praktis yang spesifik, yakni suatu teori adalah kritis jika teori itu mencari emansipasi manusia (human emancipation), yaitu untuk membebaskan manusia dari keadaan-keadaan yang memperbudak atau menindas (enslave) mereka.

Ajaran mengenai pembebasan manusia dari perbudakan atau penindasan (enslave) terlebih dahulu telah dikemukakan oleh Karl Marx yang juga penganut Teori Hukum Kritis yang merupakan pengaruh Teori Kritis dalam bidang hukum, sering pula menyebut kajian mereka sebagai leftist atau leftwing (sayap kiri). 

Tokoh-tokoh teori hukum kritis adalah Roberto Unger (lahir 1947, Rio de Janeiro, seorang teoritisi sosial dan politisi Brazil, professor hukum Harvard Law School; tahun 2007 meninggalkan Harvard untuk menduduki posisi sebagai Minister of Strategic Affairs di Brazilia) dan David Kairys. Menurut Peter Fitzpatrick, aliran Critical Legal Studies ini memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut:
  1. Critical Legal Studies ini mengkritik hukum yang berlaku yang nyatanya memihak ke politik, dan sama sekali tidak netral. Menurut David Kairys (ed), The Politics of Law. A Progressive Critique, Panthon Books, New York, 1982, hlm. 4) salah satu unsur pokok dari pertumbuhan teori hukum kritis, yaitu menolak pemberian karakter terhadap hukum dan negara sebagai netral, pemutus bebas nilai, lepas dan tidak dipengaruhi oleh hubungan-hubungan sosial dan ekonomi, kekuatan politik dan gejala budaya. Ilmu hukum tradisional mengabaikan kenyataan sosial dan sejarah, serta menutupi terjadinya konflik sosial dan menindasnya dengan mitos-mitos ideologis tentang obyektivitas dan netralitas. Sistem nilai yang dominan juga telah dinyatakan sebagai bebas nilai;
  2. Critical Legal Studies ini mengritik hukum yang sarat dan dominan dengan ideologi tertentu;
  3. Critical Legal Studies ini mempunyai komitmen yang besar terhadap kebebasan individual dengan batasan-batasan tertentu;
  4. Critical Legal Studies kurang mempercayai bentuk-bentuk kebenaran yang abstrak dan pengertahuan yang benar-benar objektif; dan 
  5. Critical Legal Studies menolak perbedaan antara teori dan praktek dan menolak perbedaan antara fakta dan nilai.  
Salah seorang penganut teori hukum kritis, Austin T. Turk, dalam artikelnya Law as a Weapon in Social Conflict (hukum sebagai senjata dalam konflik sosial) menulis bahwa hukum adalah kekuasaan (law is power) karena barang siapa menguasai hukum berarti menguasai sumber daya hukum yang terdiri dari:
  1. Pengendalian atas alat-alat kekerasan fisik langsung, yaitu kekuasaan perang atau polisi (control of the means of direct physical violence, i.e. war or police power);
  2. Pengendalian atas produksi, alokasi, dan/ atau sumber daya material, yaitu kekuasaan ekonomi (control of the production, allocation, and/ or use of material resources, i.e. economic power); 
  3. Pengendalian atas proses pembuatan putusan, yaitu kekuasaan politik (control of decision-making processes, i.e. political power);
  4. Pengendalian atas pembatasan dan akses terhadap pengetahuan, kepercayaan, nilai, yaitu kekuatan ideologi (control of definitions of and access to knowledge, beliefs, value, i.e. ideological power); dan 
  5. Pengendalian atas perhatian dan saat luang manusia, yaitu kekuasaan pengalihan perhatian (control of human attention and living time, i.e. diversionary power)
Lebih lanjut menurut Turk, semua pihak berupaya untuk menarik hukum berpihak kepadanya agar dapat dijadikan sebagai senjata dalam hal terjadinya konflik sosial. Dalam pandangan teori ini, hukum merupakan alat untuk memperoleh kemenangan dalam konflik yang terjadi dalam masyarakat.
 
Demikian penjelasan singkat mengenai Aliran Hukum Kritis pada Filsafat Hukum yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan tulisan ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: