BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Cyberporn (Pengertian dan Dampaknya)

Pengertian Cyberporn
Kata Cyber berasal dari awalan cybernetic yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti kata sifat terampil dalam mengarahkan atau mengatur. Kata cyber ini digunakan dalam istilah cybersex, cyberporn, cyberspace dan istilah cyber lainnya. 

Cyberporn adalah suatu tindakan yang menggunakan cyberspace dalam membuat, menampilkan, mendistribusikan, mempublikasikan pornografi dan material cabul dalam suatu situs (Moch. Dipo Arganta Setya Putra, "Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Cyberporn Di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Kalimantan Timur", Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, hlm. 19).


Cyber Pornografi terkait dengan seks, jasa dan aktivitas yang menyertakan internet didalamnya. Cyber dalam konteks ini adalah suatu kata kerja yang mengacu pada tindakan menikmati cyber pornografi kombinasi antara komunikasi dan masturbasi. 
"a combination of communication and masturbation" 
Hal ini merupakan suatu kepuasan bagi seseorang yang menginginkan hubungan dengan seseorang dan berkhayal dengan orang lain. Hampir serupa dengan telpon sex, perbedaan yang paling menonjol hanyalah sebutan metode komunikasi dan suara percakapan dalam telepon menjadi biasa ketika jaringan computer menjadi lebih canggih, bahkan perbedaan ini semakin memudar (M. Nur Fikry, "Tinjauan Tentang Cyber Pornografi Dari Perspektif Hukum Pidana Indonesia", 2017, Jurnal Hukum, hlm. 1).

Istilah cyberporn di Indonesia saat ini memang belum begitu populer digunakan. Mungkin hanya digunakan pada tulisan ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau dalam buku-buku kajian hukum dan teknologi informasi. 

Masyarakat umumnya menyebutnya dengan pornografi internet. Sehingga dapat diartikan definisi cyberporn merupakan penyebaran bahan-bahan atau materi-materi pornografi melalui internet, baik itu tulisan, gambar, foto, suara maupun film atau video.

Terhadap perkembangan kejahatan pornografi internet (cyberporn) yang sangat cepat dengan dampak negatif yang sangat luas tentunya menuntut Negara Republik Indonesia untuk mengambil langkah tegas. 

Beberapa produk hukum yang terkait dengan kejahatan pornografi internet (cyberporn) telah dibentuk, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.

Walaupun sudah ada peraturan yang mengaturnya, tindak pidana pornografi di media internet perlu adanya upaya dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat yang terkait untuk menanggulangi pornografi karena masalah pornografi adalah suatu problema yang sangat kompleks dan memprihatinkan serta diperlukan suatu penanganan yang serius dari para penegak hukum untuk mengatasi masalah kasus pornografi yang semakin meresahkan masyarakat.


Dampak Cyberporn Dalam Masyarakat
Pornografi menjadi topik yang tidak pernah habis dibahas dan diperdebatkan sejak kemunculannya sampai dengan era digital sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pornografi seiring dengan kemajuan teknologi dan sikap keterbukaan masyarakat dalam menilai pornografi. Akibatnya, internet lebih banyak digunakan dan diketahui sebagai media pornografi.

Adanya dampak negatif yang terkait dengan penggunaan internet salah satunya melalui media sosial yaitu munculnya kecanduan, persoalan etika dan hukum karena unggahan konten yang melanggar moral serta terganggunya privasi. 

Karena semakin luasnya jaringan internet yang ada di warnet-warnet, sekolah, kampus, perpustakaan, kantor dan di rumah bahkan di kamar dan handphone anak-anak, akan semakin luas pula penyebaran pornografi dan konsumsinya oleh masyarakat (Dwi Haryadi, "Kebijakan Integral Penanggulangan Cyberporn Di Indonesia", Lima, 2012,  hlm. 88)

Dalam penggunaan internet ternyata bukan hanya sebagai media pendidikan, menambah wawasan dan mencari informasi yang positif dan bermanfaat, tetapi justru digunakan untuk membuka situs-situs porno. 

Hal ini sangat berbahaya karena mengkonsumsi pornografi dapat menimbulkan efek negatif bagi perkembangan psikologis dan biologis (Dwi Haryadi, "Kebijakan Integral Penanggulangan Cyberporn Di Indonesia", Lima, 2012, hlm. 89).

Catherine MacKinnon menyatakan bahwa Pornografi di dunia maya adalah pornografi dalam lingkup lebih luas, lebih dalam, lebih buruk, dan lebih banyak sebab sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah terjadi peningkatan pornografi dan pornoaksi dalam berbagai bentuknya.
"Pornography in cyberspace is pornography in society-just broader, deeper, worse, and more of it."
Kecenderungan ini telah menimbulkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat beragama akan hancurnya sendi-sendi moral dan etika (Dwi Haryadi, "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan Cyberporn Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia", Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2007, hlm. 89-90).

Pornografi dapat menimbulkan efek negatif bagi perkembangan psikologis,biologis, sosial dan ekonomi. Ada dua pandangan tentang dampak porno menurut para pakar psikolog dan ahli ilmu-ilmu sosial, yakni: 
  1. Pertama, mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang; dan 
  2. kedua, sebagai media informasi yang super cepat mengenai masalah-masalah seksual. 
Dua pandangan ini pada dasarnya berhubungan dengan tujuan atau motivasi konsumen dalam mengakses pornografi di internet. Pandangan yang pertama lebih mengarah pada sisi negatif dari pornografi. 

Sedangkan pandangan kedua lebih bertujuan pada pencarian solusi yang berkaitan dengan masalah hubungan seksual atau kesehatan seksual. Pandangan kedua ini seharusnya hanya dilakukan oleh orang-orang yang telah menikah atau telah berkeluarga saja. 


Namun kebanyakan dari pengguna internet yang membuka situs porno atau situs konsultasi seksual justru dari kalangan anak-anak atau remaja (Dwi Haryadi, "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan Cyberporn Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia", Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2007, hlm. 89-90).

Beberapa hasil riset yang telah dilakukan banyak ahli menyatakan bahwa konten porno yang dikonsumsi seseorang berdampak sangat buruk terhadap kesehatan seseorang, yaitu gangguan otak dan hormon serta psikis. 

Terlebih anak-anak yang belum dewasa pemikirannya sehingga dapat dikatakan teknologi informasi saat ini telah menjadi pedang bermata dua, selain memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum (Harol Agusto Manurung, "Analisis Yuridis Kejahatan Pornografi (Cyberporn) Sebagai Kejahatan Transnasional", Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3 Tahun 2016, hlm. 3).

Kecanduan pornografi di internet dapat menimbulkan beberapa dampak negatif (Dwi Haryadi, "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan Cyberporn Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia", Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2007, hlm. 93), yaitu sebagai berikut:
  1. Dari segi finansial, orang-orang ini akan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses materi-materi tersebut yang otomatis akan meningkatkan biaya akses internet. Bahkan, uang mereka bisa dihabiskan untuk berlangganan pornografi komersial; dan
  2. Bagi perkembangan pribadi, pornografi bisa menyebabkan seseorang menjadi budak nafsu, turunnya konsentrasi, malas kerja keras, suka berbohong, suka berkhayal sampai kehilangan orientasi masa depan.
Dampak negatif dari cyberporn yang luas dan berbahaya ini menuntut adanya suatu kebijakan penanggulangan dan pencegahannya. Hukum sebagai instrumen yang berfungsi untuk melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan termasuk pornografi memegang peran penting untuk merumuskan kebijakan hukum sebagai upaya penanggulangan cyberporn. 

Pada dasarnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan beberapa undang-undang khusus seperti Undang-Undang tentang Pers atau Undang-Undang tentang Penyiaran dapat digunakan untuk menjerat delik pornografi. Namun berkaitan dengan cyberporn, produk-produk hukum tersebut mengandung kelemahan dan kekurangan untuk menjangkau pelakunya.

Oleh karena itu perlu adanya kebijakan formulasi hukum pidana yang dapat menjerat berbagai bentuk cyberporn (Dwi Haryadi, "Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Terhadap Penanggulangan Cyberporn Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia", Tesis, Universitas Diponegoro Semarang, 2007, hlm. 94-95).

Demikian penjelasan singkat mengenai Tinjauan Hukum tentang Cyberporn yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan. Kritik dan sarannya diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: