BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Penyebab Terjadinya Penyeludupan Senjata Ilegal

Penyebab Terjadinya Penyeludupan Senjata Ilegal
  1. Banyaknya Daerah Konflik Di Sejumlah Negara;
  2. Berlebihnya Jumlah Senjata Sisa Konflik Atau Perang Terdahulu; dan
  3. Lemahnya Pengawasan.
Banyaknya Daerah Konflik Di Sejumlah Negara
Intra conflict adalah konflik internal yang terjadi di dalam sebuah negara. Seiring dengan banyaknya daerah konflik di sejumlah negara, maka banyak pula kebutuhan akan senjata, terutama senjata jenis Small Arms and Light Weapons (Evelyn Herawaty Sitorus, "Implementasi Program Aksi PBB dalam Mencegah, Memerangi, dan Menghapus Perdagangan Senjata Ilegal", Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, hlm. 19).

Senjata jenis Small Arms and Light Weapons (SALW) dipakai dalam intra conflict mengingat karakteristiknya yang ringan, mudah dipindahkan dan disembunyikan, tahan lama serta perawatannya relatif mudah. Senjata jenis ini juga sangat mudah digunakan oleh siapa saja dan pada kenyataannya sangat mematikan. 

Jika suatu Negara dapat dengan mudah memperoleh senjata secara legal, maka tidak demikian dengan aktor non-Negara yang sulit memperoleh senjata melalui jaluryang sah. Aktor non-Negara yang dimaksud di sini adalah kelompok-kelompok pemberontak di suatu Negara. Bagi kelompok-kelompok ini, bisa memperoleh senjata dengan harga yang murah merupakan hal yang penting. Mereka biasanya menggunakan senjata bekas, bahkan terkadang hampir usang, yang mana senjata tersebut dengan mudah dapat diperoleh secara ilegal melalui agen-agen (dealers) senjata.

Di sisi lain terdapat juga beberapa aktor non negara yang mana bagi mereka uang tidak menjadi masalah untuk memperoleh senjata, misalnya saja kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan dan kelompok Pro-Yangon United Wa State Army (UWSA) di Myanmar. Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2000 berhasil memperoleh uang tebusan sejumlah jutaan dollar dari hasil pembebasan sejumlah sandera. 

Sementara itu, United Wa State Army (UWSA) dilaporkan memperoleh keuntungan yang besar dari hasil produksi dan penjualan obat terlarang, terutama methamphetamines ke Thailand. Walaupun demikian, kelompok pemberontak yang masuk dalam kategori well-funded groups seperti ini juga cenderung akan memilih pasar senjata yang ilegal Keke Viernia, "Tinjauan hukum internasional terhadap masalah penyeludupan senjata lintas negara", Skripsi, Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008, hlm. 67).

Banyaknya permintaan senjata secara ilegal dari sejumlah daerah konflik inilah yang kemudian menyebabkan munculnya illegal manufacturer dan illegal brokers/ dealer. Dalam hal ini, illegal broker/ dealer bisa memperoleh dan menyediakan perlengkapan militer bekas dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang cukup terjangkau dan yang terpenting tanpa masalah. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan semakin maraknya terjadi penyelundupan senjata. 

Berlebihnya Jumlah Senjata Sisa Konflik Atau Perang Terdahulu
Keberadaan senjata dalam jumlah yang besar di Negara-Negara pasca konflik juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penyelundupan senjata. Senjata-senjata sisa konflik terdahulu terutama senjata jenis Small Arms and Light Weapons (SALW) dapat dengan mudah diperoleh di negara-negara yang dulunya terlibat konflik atau perang. Senjata-senjata ini kemudian menjadi sumber perolehan senjata oleh negara-negara yang membutuhkan dan pada umumnya diperoleh melalui jalur ilegal. Salah satu contohnya adalah senjata-senjata sisa Perang Dingin.

Persediaan senjata yang disuplai secara besar-besaran oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet kepada masing-masing sekutunya pada saat berlangsungnya Perang Dingin mengalami peredaran kembali (recirculate), dan digunakan untuk mempersenjatai para pejuang perang dan penjahat di sejumlah wilayah (Lora Lumpe, Small Arms Trade).

Senjata-senjata tersebut sampai ketangan mereka tentunya diselundupkan melalui jalur ilegal. Begitu pula yang terjadi dengan senjata-senjata sisa perang saudara dan perang sipil di Kamboja. Kamboja menjadi ladang berbagai jenis senjata bagi para broker dan dealer yang berburu persenjataan dengan harga yang rendah. 

Mereka biasanya dibantu oleh pejabat atau tentara yang korup, baik yang ada di Kamboja maupun yang ada di perbatasan Thailand. Begitu masuk ke Thailand, senjata-senjata tersebut bisa saja disuplai kepada para penjahat di Thailand atau bisa juga diselundupkan melalui laut dan darat ke pasar-pasar senjata di Myanmar, Sri Lanka atau Indonesia (Lora Lumpe, Small Arms Trade).

Banyaknya jumlah senjata sisa perang atau konflik pada akhirnya akan mengalami peredaran kembali. Senjata-senjata yang seharusnya dikumpulkan dan dimusnahkan tersebut kembali digunakan oleh pihak-pihak yang seringnya membuat kerusakan dan menimbulkan bahaya. Di sinilah terjadi illicit trafficking terhadap senjata-senjata tersebut.

Lemahnya Pengawasan
Maraknya penyelundupan senjata juga dapat disebabkan karena lemahnya pengawasan suatu negara, baik terhadap daerah di sekitar perbatasannya maupun dalam hal penyimpanan senjata dan pengawasan terhadap aktor negara. Penyelundupan senjata yang bersifat lintas negara merupakan kejahatan yang mengincar kawasan perbatasan suatu negara. Lemahnya kontrol terhadap kawasan di sekitar daerah perbatasan menjadi target penyelundup senjata untuk memasok dan mengeluarkan senjata ilegal melalui daerah perbatasan ini.

Lemahnya pengawasan dan minimnya fasilitas dalam hal penyimpanan senjata sering kali menyebabkan terjadinya kebocoran (leakage) dari gudang senjata resmi milik negara, baik melalui pencurian atau penjualan secara ilegal (Lora Lumpe, Small Arms Trade).

Kelompok pemberontak sering melakukan pencurian senjata untuk memenuhi kebutuhan senjata mereka. Usaha pencurian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melalui perampasan terhadap gudang senjata milik pemerintah dan toko-toko senjata, melalui kerjasama dengan polisi dan tentara yang telah disuap serta dengan melakukan penyerangan terhadap tentara dan polisi patroli (Jeffrey Boutwell and Michael T. Klare, "Light Weapons Diffusion and Civil Violence", Friendship Creative Printers: Newyork, 1999, hlm. 18).

Senjata yang dicuri ini tidak hanya senjata yang berada di bawah pengawasan negara yang disimpan dalam gudang-gudang resmi, namun juga senjata yang berasal dari hasil sitaan negara (captured weapons) misalnya saja senjata yang merupakan alat bukti dalam suatu kasus di pengadilan. Berdasarkan dokumen dari program Uni Eropa untuk pengumpulan dan penghancuran surplus senjata yang dikenal dengan EU-ASAC dinyatakan bahwa Kamboja memiliki fasilitas yang berkualitas buruk dalam menyimpan ribuan senjata yang disita dari seluruh bagian negara tersebut. 

Sejumlah polisi dan tentara Kamboja yang disuap dilaporkan juga telah menjual senjata secara langsung kepada para penjahat dan pedagang senjata. Sementara itu, dalam kurun waktu antara 1990-1999, polisi di Afrika Selatan dilaporkan telah mengalami kehilangan dan pencurian senjata sebanyak lebih dari 14.636 senjata (Edy Prasetyono, "Small Arms Proliferation and Security of Souteast Asia" dalam Small Is (Not) Beautiful, edited by Philips Jusario Vermonte, Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2004, hlm. 14).

Selain menjadi program pengumpulan dan penghancuran surplus senjata, Melalui EU-ASAC, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga melakukan pengawasan rutin terhadap pencurian dan penjualan senjata illegal di seluruh negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Demikian penjelasan singkat mengenai Penyebab Terjadinya Penyeludupan Senjata Ilegal yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: