BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Tinjauan Hukum Mengenai Senjata Api

Pengertian Senjata Api
Senjata api dalam arti umum sebagaimana diartikan oleh Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah segala senjata yang menggunakan mesiu seperti senapan, pistol dan sebagainya. Undang-undang juga memberikan pengertiannya tentang apa yang dimaksudkan dengan senjata api itu. 

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (vuurwapenregeling: in, -uit, doorvoer en los -sing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170) yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278) tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merk-waardigheid) dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan. 

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 12 tahun 1951 ini tidak memberikan definisi tentang apakah yang dimaksudkan dengan senjata api, hal mana pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) ini hanya menunjuk pada Peraturan Senjata Api 1936. Oleh karena itu perlu diketahui apa yang dimaksudkan dengan senjata api menurut Peraturan Senjata Api 1936. 

Dalam ketentuan yang dimuat pada Pasal 1 ayat (1) baik bagian A maupun bagian B dari Undang-undang Senjata Api 1936 dikatakan antara lain apabila di dalam undang-undang ini atau di dalam peraturan-peraturan yang dikeluarkan dengan berdasarkan undang-undang ini dikatakan tentang senjata api, maka termasuk di dalam pengertian itu juga:
  1. Bagian-bagian senjata api;
  2. Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagian-bagiannya;
  3. Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa mengindahkan kalibernya;
  4. Slacht pistolen (pistol penyembeli atau pemotong);
  5. Sein pistolen (pistol isyarat);
  6. Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar), schijndood revolvers (revolver suar) dan benda-benda lainnya yang sejenis itu yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau menakuti. 
Demikian juga bagian-bagian senjata tersebut dengan pengertian bahwa senjata-senjata tekanan udara, senjata-senjata tekanan per dan senjata-senjata tiruan serta bagian-bagian senjata itu hanya dapat dipandang sebagai senjata api apabila dengan nyata tidak dipergunakan sebagai permainan anak-anak.

Apabila kita meneliti baik Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 maupun Undang-undang Senjata Api 1936, kedua-duanya tidak memberikan definisi tentang apakah senjata api itu. Dalam kedua peraturan ini hanya disebutkan termasuk juga ke dalam pengertian senjata api dan seterusnya. Rupanya pembentuk undang-undang menganggap pengertian dari istilah senjata api sudah cukup diketahui oleh masyarakat.

Dengan kata lain, istilah senjata api dapat diartikan menurut arti yang umumnya diberikan kepada istilah itu dalam bahasa sehari-hari. Menafsirkan suatu istilah dalam undang-undang berdasarkan pengertian yang digunakan sehari-hari adalah merupakan bentuk penafsiran yang telah diterima dalam doktrin dan praktek peradilan. Bentuk penafsiran ini dikenal sebagai penafsiran menurut arti perkataan (taalkundige interpretstie) sebagaimana dikatakan oleh E. Utrecht bahwa antara bahasa dengan hukum ada perhubungan yang erat sekali.

Bahasa merupakan alat satu-satunya yang dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya. Maka dari itu pembuat undang-undang yang ingin menyatakan kehendaknya secara jelas harus memilih kata-kata tepat. Kata-kata itu harus singkat, jelas dan tidak bisa ditafsirkan secara berlainan. Jika pembuat undang-undang tidak senantiasa mampu memakai kata-kata tepat, maka dalam hal ini hakim wajib mencari arti kata itu yang lazim dipakai dalam percakapan sehari-hari (E. Utrecht, "Pengantar dalam Hukum Indonesia", Jakarta: PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar, 2009, hlm. 228).

Pengertian senjata api dalam undang-undang ini tampaknya lebih luas dari kedua undang-undang yang disebut lebih dahulu sebab dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1946 pengertian senjata api itu meliputi juga bahan peledak. Senjata api yang dikenal saat ini terdiri dari berbagai jenis sesuai dengan peruntukan penggunaannya, baik untuk kepentingan militer, aparat penegak hukum, pribadi maupun olahraga. 

Namun secara umum senjata api dapat diberikan pengertian sebagai suatu alat yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras, pemukul atau pelatuk, trigger, pegas, kamar peluru yang dapat melontarkan anak peluru melalui laras dengan bantuan bahan peledak.

Secara populer senjata api (bahasa Inggris: firearm) dapat diberikan pengertian sebagai senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Proses pembakaran cepat ini secara teknis disebut deflagrasi. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah kestabilan lintasan (Josias Simon Runturambi dan Antin Sri Pujiastuti, "Senjata Api dan Penanganan Tindak Kriminal", Edisi Pertama,Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2015, hlm. 4).

Amunisi
Sebagai kelengkapan dalam melaksanakan fungsi senjata api adalah amunisi, besar kecilnya amunisi maupun bahan dasarnya menentukan dampak terhadap target apabila ditembakan. Amunisi adalah suatu benda dengan sifat balistik tertentu yang dapat diisi bahan peledak atau mesiu serta dapat ditembakan atau dilontarkan dengan menggunakan senjata maupun dengan alat lainnya. 

Terdapat pengertian lain dari amunisi atau munisi, yakni suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat balistik tertentu yang dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu dan dapat ditembakkan atau dilontarkan dengan senjata maupun dengan alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran tertentu untuk merusak atau membinasakan. Amunisi, pada bentuknya yang paling sederhana terdiri dari proyektil dan bahan peledak yang berfungsi sebagai propelan. Peluru adalah amunisi yang bekerjanya mempergunakan senjata atau alat peluncur.

Bahasa Inggris dari kata peluru, yaitu kata bullet berasal dari kata boulette dalam Bahasa Prancis yang berarti bola kecil. Sejarah peluru jauh lebih dahulu dibanding dengan sejarah senjata api. Awalnya, peluru merupakan bola logam atau bola batu yang ditembakkan dengan menggunakan ketapel sebagai senjata dan sebagai alat untuk berburu. 

Setelah senjata api ditemukan, peluru ditembakkan dengan menggunakan bahan peledak seperti bubuk mesiu. Jenis bahan dasar maupun bentuk desain amunsi atau peluru akan menentukan akibat terhadap target sasaran misalnya amunisi standar militer proyektilnya akan berbentuk runcing sedangkan untuk standar polisi maupun standar lain akan berbentuk lebih bulat proyektilnya. 

Konvensi Den Haag 1908 melarang memodifikasi amunisi standar militer ketika perang yang ditujukan agar target lukanya akan lebih besar atau serpihan proyektil akan menyebabkan infeksi yang tak terdeteksi atau amunisi yang dibubuhi dengan racun. 

Bahan Peledak
Bahan peledak dapat digunakan berbagai macam tujuan tidak saja untuk kepentingan militer tetapi juga untuk kepentingan-kepentingan lain. Bahan peledak dapat diartikan sebagai bahan atau zat yang berbentuk padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai atau terkena suatu aksi berupa panas, benturan, gesekan atau aksi lainnya akan berubah sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan perubahan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat disertai dengan efek panas dan tekanan yang sangat tinggi. 

Terdapat pengertian lain tentang bahan peledak, yakni zat yang berbentuk padat, cair, gas ataupun campurannya yang apabila terkena suatu aksi berupa panas, benturan, tekanan, hentakan atau gesekan akan berupa secara fisik maupun kimiawi menjadi zat lain yang lebih stabil. Perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang singkat disertai dengan tekanan yang sangat tinggi. Pada bahan peledak industri perubahan secara kimiawi sebagian besar (hampir seluruhnya) berbentuk gas.

Senjata api dan bahan peledak seyogyanya harus digunakan secara hati-hati. Akan tetapi dalam prakteknya, senjata api dapat juga digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan yang melawan hukum. Hal ini tentu saja akan mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk itulah diperlukan suatu pengawasan, pengendalian dan pengamanan dalam penanganannya dalam hal produksi, impor atau pengadaannya, pendistribusiannya, penyimpanannya dan penggunaan senjata api dan handak sampai dengan pemusnahannya yang sudah tidak digunakan.

Senjata api dan bahan peledak dapat digunakan baik oleh militer maupun sipil. Senjata api dan bahan peledak yang digunakan oleh sipil haruslah dengan persyaratan yang ketat. Sehingga pihak sipil yang menggunakannya pun dibatasi, setidaknya pembatasan subjek penggunanya maupun jenis obyek yang digunakan. Senjata api untuk kepentingan sipil antara lain digunakan oleh perorangan, satpam dan polisi khusus serta anggota Perbakin (untuk kepentingan olahraga).

Demikian penjelasan singkat mengenai Tinjauan Hukum tentang Senjata Api yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: