BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Membedah Vonis Hakim dan Penindakan Jaksa Terhadap Ahok


Membedah Vonis Hakim dan Penindakan Jaksa Terhadap Ahok
oleh: Rangga Lukita Desnata, S.H., M.H.

Setelah putusan dibacakan oleh Majelis Hakim yang menghukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan 2 (dua) tahun kurungan penjara dan dengan perintah melakukan penahanan, hampir semua Ahoker (kalau tidak mau dikatakan semua) di media sosial, yang didalamnya tidak sedikit terdapat "Orang Hukum" menyatakan keberatan dan ketidakpuasan atas putusan tersebut.

Banyak yang beralasan bahwa vonis dari Majelis Hakim adalah keliru karena melampaui tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang hanya menuntut 1 (satu) tahun penjara dengan percobaan 2 (dua) tahun. Tidak sedikit juga yang beralasan bahwa perintah penahanan terhadap Ahok tidak bisa dijalankan JPU, karena JPU hanya menjalankan perintah Majelis Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrach van gewijsde), sedangkan vonis Ahok masih belum berkekuatan hukum tetap.

Dalam hal yang pertama yaitu menyangkut putusan Majelis Hakim yang melampui tuntutan JPU, bahwa Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa yang menjadi rujukan Majelis Hakim dalam memutus adalah "surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang", oleh sebab itulah Majelis Hakim hanya terikat dengan surat dakwaan JPU dan segala sesuatu yang terbukti di persidangan, bukan pada tuntutan JPU.

Dikarenakan dalam surat dakwaannya, JPU mendakwa Ahok dengan PRIMAIR Pasal 156a KUHP (Penistaan Agama) dengan ancaman maksimal 5 (lima) tahun penjara, SUBSIDAIR Pasal 156 KUHP (Penistaan Golongan Tertentu) dengan ancaman maksimal 4 (empat) tahun penjara, maka Majelis Hakim tidaklah salah memutus Ahok dengan pidana 2 (dua) tahun penjara karena berpendapat Ahok terbukti melakukan tindak pidana Penistaan Agama Pasal 156a KUHP, meskipun berbeda dengan tuntutan JPU yang menuntut Ahok selama 1 (satu) tahun penjara dengan percobaan 2 (dua) tahun atas tindak pidana Penistaan Golongan Tertentu Pasal 156 KUHP. Hal ini dikarenakan yang menjadi rujukan Majelis Hakim bukan tuntutan, melainkan surat dakwaan, yang pada dakwaan PRIMAIR mengancam Ahok dengan penjara 5 (lima) tahun karena melakukan Penistaan Agam Pasal 156a KUHP.

Menjadi salah atau keliru apabila Majelis Hakim menjatuhi hukuman kepada Ahok diatas atau lebih dari 5 (lima) tahun penjara, karena ancaman maksimal dari Pasal 156a KUHP hanya 5 (lima) tahun penjara. Sehingga jelaslah bahwa vonis 2 (dua) tahun kepada Ahok, yang melampaui tuntutan dan dengan Pasal yang berbeda dengan pasal pada tuntutan JPU adalah "SAMA SEKALI TIDAK MENYALAHI HUKUM."

Tindakan Jaksa Menahan Ahok
Menyangkut keberatan dari yang kedua, yaitu penahanan terhadap Ahok tidak bisa dijalankan oleh JPU. Mereka berpendapat bahwa JPU hanya menjalankan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana Pasal 270 KUHAP "Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya."

Kekeliruan "Orang Hukum Ahoker" dalam hal itu adalah tidak dapat membedakan kapan Jaksa melakukan menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (eksekusi), dengan kapan Jaksa mennjalankan perintah hakim untuk memasukkan ke dalam penahanan.

Bahwa Pasal 270 KUHAP tersebut tidak terdapat hubungannya dengan tugas Jaksa melaksanakn perintah Hakim UNTUK MELAKUKAN PENAHANAN, melainkan mengatur menyangkut tugas Jaksa dalam menjalankan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (Jaksa Eksekutor). Sedangakan menyangkut tugas Jaksa sebagai JPU dalam menjalankan perintah penahanan dari Majelis Hakim diatur pada Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 KUHAP yang menentukan bahwa "Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim". Sehinggan tindakan JPU yang langsung melakukan penahanan terhadap Ahok tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena mejalankan perintah hakim yang memerintahkan untuk menahan Ahok.

Tidak sampai disitu saja, kewenangan JPU untuk melaksanakan penetapan Hakim tersebut diatur pula oleh Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang isinya sama dengan Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 KUHAP tersebut. Bahkan kewenangan itu pula doiperjelas secara detail pada Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor R-89/EP/Ejp/05/202, perihal Eksekusi Perintah Penahanan Terhadap Putusan Pengadilan Yang Belum Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap, tanggal 06 Mei 2002, yang didalamnya menjelaskan agar JPU tidak ragu untuk menjalankan perintah penahanan yang tertera di dalam putusan yang belum berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian teranglah, Majelis Hakim tidaklah salah dalam memvonis Ahok selama 2 (dua) tahun penjara, meskipun menggunakan pasal yang berbeda dari tuntutan, serta melampui tuntutan JPU yang menuntut Ahok 1 (satu) tahun penjara dengan percobaan 2 (dua) tahun, karena Majelis Hakim dalam memutus perkara tidak terikat pada tuntutan JPU, melainkan hanya terikat pada surat JPU memiliki kewenangan untuk langsung membawa Ahok ke Rumah Tahanan Cipinang oleh karena menjalankan perintah penahanan tersebut.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: