BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan
Di dalam Kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori­-teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan, akan tetapi penjelasan tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya. Adapun teori-teori kriminologi tentang kejahatan adalah sebagai berikut:
  1. Teori Klasik; 
  2. Teori Neo Klasik; 
  3. Teori Kartografi atau Geografi; 
  4. Teori Sosialis; 
  5. Teori Tipologis; 
  6. Teori Lingkungan; 
  7. Teori Biososiologis; dan
  8. Teori NKK.
Teori Klasik 
Teori ini awal mulanya muncul pada pertengahan abad ke-19 di Negara Inggris yang kemudian tersebar di wilayah Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik. Menurut psikologi hedonistik, setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak.

Menurut Beccaria (Made Darma Weda, 1996: 15) menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit yang didapatkan dari tindakan tersebut (That the act which I do is the act which I think will give me most pleasure). 

Lebih lanjut Beccaria (Made Darma Weda, 1996: 21) menyatakan bahwa semua orang yang melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam undang-undang tertentu harus mendapatkan hukuman yang sama tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya miskinnya, posisi sosial maupun kondisi-kondisi lainnya.

Hukuman yang dijatuhkan harus sedemikian beratnya sehingga melebihi suka yang diperoleh dari pelanggaran undang-undang tersebut. Maksud pendapat Beccaria tersebut yaitu bahwa setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat itu sudah diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman. 

Adapun konsep keadilan berdasarkan teori ini yaitu suatu hukuman yang pasti terhadap tindakan-tindakan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari si pembuat serta tanpa memperhatikan pula kemungkinan adanya kejadian­-kejadian tertentu yang memaksa terjadinya tindakan tersebut.



Teori Neo Klasik
Teori ini sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan dari teori klasik untuk menghindari penyimpangan dari konsepsi-konsepsi umum tentang sifat-sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Pada dasarnya doktrin yang digunakan masih tetap sama yakni bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas tindakan-tindakan dan dapat dikontrol oleh karena rasa ketakutannya terhadap hukum.

Berdasarkan ciri khas tersebut tampak bahwa teori neo klasik menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang supranatural atau kekuatan yang ajaib (gaib) sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan hukum pidana. 

Dengan demikian teori-teori neo klasik menunjukkan awal mula pendekatan yang bersifat naturalistik terhadap perilaku atau tingkah laku manusia. Gambaran mengenai manusia sebagai boneka yang dikuasai oleh kekuatan gaib digantinya dengan gambaran manusia sebagai makhluk yang berkehendak sendiri yang bertindak atas dasar rasio dan intelegensia. 

Oleh karena itu manusia bertanggung jawab atas kelakuannya. Adapun ciri khas teori neo klasik menurut Made Darma Weda (1996: 30) adalah sebagai berikut:
  1. Adanya perlunakan atau perubahan pada doktrin kehendak bebas yang dalam hal ini kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh: 
    • Patologi, yaitu ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya; 
    • Premiditasi, yaitu niat yang menjadi ukuran dari kebebasan kehendak, akan tetapi hal ini hanya menyangkut terhadap hal-hal yang aneh karena jikalau itu dibenarkan, maka pelaku tindak pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk menentukan pilihan daripada pelaku yang melakukan pengulangan tindak pidana  (residivis) yang berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaannya dan oleh karena hal tersebut maka harus dihukum dengan berat. 
  2. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang merubah ini dapat berupa fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan lingkungannya atau keadaan mental dari individu;
  3. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja. Sebab-sebab utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang untuk sebagian saja adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan;
  4. Dimasukkan persaksian atau keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab dan juga untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.
    Teori Kartografi/ Geografi 
    Teori ini berkembang di Perancis, Inggris, dan Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830-1880 Masehi. Teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis, hal mana dalam ajaran ini mementingkan distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial. 

    Dalam teori kartografi atau geografi ini, kejahatan merupakan perwujudan dari kondisi-kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain, bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu sendiri. 

    Teori Sosialis 
    Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 Masehi, hal mana sebagian besar tokoh aliran teori sosialis ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi. 

    Mereka berpendapat bahwa kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan. 



    Teori Tipologis 
    Dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori tipologis atau biotypologis. Ke empat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi, hal mana mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat sebagaimana beberapa teori tipologis yang dijelaskan di bawah ini:
    1. Teori Lombroso/ Mazhab Antropologis;
    2. Teori Mental Tester;
    3. Teori Psikiatrik; dan
    4. Teori Sosiologis.
    Teori Lombroso/ Mazhab Antropologis
    Teori yang dipelopori oleh Cesare Lombroso ini berpendapat bahwa kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya dikatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya sebagaimana proposisi yang disebutkan oleh Lombroso (Made Darma Weda, 1996: 16) yaitu:
    1. Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda; 
    2. Tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;
    3. Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku kriminal;
    4. Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan;
    5. Penganut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh ciri-ciri tertentu.
    Aliran ini bertujuan untuk menentang teori aliran klasik dalam kaitan mengenai determinasi melawan kebebasan kemauan dan juga pada aliran ini ingin membantah teori Tarde tentang theory of imitation (Le lois de'l imitation). 

    Hal mana Teori Lombroso ini kemudian dibantah oleh Goring dengan membuat penelitian perbandingan yang kemudian hasil penelitiannya tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada tanda-tanda jasmaniah pada tubuh atau badan seseorang untuk disebut sebagai tipe penjahat. Demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk menjelaskan bahwa penjahat itu mempunyai suatu tipe. 

    Adapun Goring (Made Darma Weda, 1996: 18) menyatakan bahwa kuasa kejahatan itu ada karena setiap manusia memiliki kelemahan atau cacat yang dibawa sejak lahir, hal mana kelemahan atau cacat tersebut yang mengakibatkan orang tersebut berbuat kejahatan. Dengan demikian Goring dalam mencari kausa kejahatan kembali pada faktor psikologis sedangkan faktor lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap seseorang.

    Teori Mental Tester
    Teori ini muncul setelah runtuhnya teori Lombroso. Teori ini dalam metodologinya menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat dan bukan pejahat. Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996: 18) menyatakan bahwa setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai tindakannya. 

    Dengan demikian karena hal tersebut, maka tidak dapat pula ditangkap dengan menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menilai dari arti hukum. Berdasarkan pendapat tersebut menjelaskan bahwa teori ini memandang kelemahan otak merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab seseorang melakukan kejahatan.

    Teori Psikiatrik
    Teori psikiatrik merupakan lanjutan teori-teori Lombroso dengan melihat tanpa adanya perubahan pada ciri-ciri morfologi (yang berdasarkan struktur). Teori ini lebih menekankan pada unsur psikologis, epilepsi dan moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan. 

    Teori psikiatrik ini memberikan arti penting kepada kekacauan­ emosional yang dianggap timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu daripada kepribadian orang yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi­-situasi sosial.

    Teori Sosiologis
    Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi, hal mana analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis. Teori ini menafsirkan kejahatan sebagai fungsi lingkungan sosial (crime as a function of social environment)

    Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses yang sama seperti kelakuan sosial, sehingga proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik seperti halnya orang yang melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan di sekitarnya.



    Teori Lingkungan
    Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab Perancis. Menurut teori ini, seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor di sekitar atau lingkungannya baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi. 

    Dengan adanya barang-barang dari luar negeri seperti buku dan film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya juga menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan. Tarde (Made Darma Weda, 1996: 20) berpendapat bahwa orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation. Hal mana seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

    Teori Biososiologis
    Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Hamel, D. Simons dan lain­-lain. Aliran ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan sosiologis karena ajarannya didasarkan bahwa tiap­-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

    Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum merupakan keadaan lingkungan yang mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan.

    Teori NKK
    Teori ini merupakan teori terbaru yang mencoba menjelaskan sebab terjadinya kejahatan di dalam masyarakat. Teori ini sering dipergunakan oleh aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat. 

    Berdasarkan teori ini menjelaskan pemicu terjadinya suatu kejahatan dikarenakan adanya unsur niat dan kesempatan yang dihimpun menjadi satu sehingga meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan maka mustahil akan terjadi kejahatan. Begitu pula dengan sebaliknya meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula akan terjadi kejahatan.

    Demikian penjelasan singkat mengenai teori penyebab terjadinya kejahatan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.

    Pengunjung juga membaca: 
    Baca Juga:
    Erisamdy Prayatna
    Blogger | Advocate | Legal Consultant
    Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

    Baca Juga: