BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Waktu dan Tempat Pidana

Waktu dan Tempat Pidana
Membahas berlakunya hukum pidana dapat dilihat dari 3 (tiga) perspektif, yakni terdiri dari:
  1. Waktu Pidana atau dikenal dalam hukum pidana dengan istilah tempus delicti;
  2. Tempat Pidana atau dikenal dalam hukum pidana dengan istilah locus delicti; dan 
  3. Orang.
Pengertian tentang terjadinya tindak pidana menurut tempat (locus) dan waktu (tempus) ini adalah sangat penting oleh karena ketentuan yang diatur dalam Pasal 143 Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang saat ini dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur bahwa penuntut umum memiliki kewajiban untuk mencantumkan tempat (locus) dan waktu (tempus) dari tindak pidana yang telah didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaannya di muka persidangan. 

Hal mana apabila Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mencantumkan tentang tempat (locus) dan waktu (tempus) dari tindak pidana dalam surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka akan menimbulkan suatu akibat hukum berupa batalnya surat dakwaan.

Pada dasarnya waktu pidana (locus delicti) dan tempat pidana (tempus delicti) berpedoman menurut kelakuan yang secara material terjadi sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Profesor van Bemmelen yang menyatakan bahwa yang harus dipandang sebagai waktu (locus) dan tempat (tempus) dilakukannya sesuatu tindak pidana itu pada dasarnya adalah waktu (locus) dan tempat (tempus) dimana seorang pelaku telah melakukan perbuatannya (kejahatan atau tindak pidana) secara material. 

Akan tetapi ada kalanya terjadi keadaan yang menyertai untuk diperluas dengan alat (instrumen) dan/ atau akibat (gevolgen) sehingga dengan adanya keadaan yang menyertai diakui 3 (tiga) ajaran (Is Cassutto, 1927: 29), yaitu:
  1. De leer van de lichamelijke daad
    Hal mana ajaran tersebut mendasarkan dimana perbuatan terjadi yang dilakukan oleh seseorang.
  2. De leer van het instrument
    Hal mana ajaran tersebut mendasarkan dimana alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan.
  3. De leer van het gevolg
    Hal mana ajaran tersebut mendasarkan atas mana akibat yang langsung menimbulkan kejadian (het onmiddelijke gevolg) dan di mana akibat itu ditentukan atau telah selesai oleh delik (het constitutief)


Kegunaan teori penentuan waktu pidana (locus delicti) dan tempat pidana (tempus delicti) adalah untuk memecahkan persoalan tentang berlakunya peraturan hukum pidana untuk kewenangan instansi dalam menuntut (kejaksaan) dan mengadili (pengadilan).

Waktu pidana atau yang dikenal dalam istilah hukum dengan sebutan locus delicti mempunyai arti penting bagi berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berhubung dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 sampai dengan ketentuan Pasal 8 dan kekuasaan instansi kejaksaan untuk menuntut maupun instansi pengadilan dalam mengadili.

Tempat pidana atau yang dikenal dalam istilah hukum dengan sebutan tempus delicti mempunyai arti penting bagi lex temporis delicti maupun hukum transitoir dan mengenai keadaan jiwa atau umur dari terdakwa serta berlakunya tenggang daluwarsa. Dalam hal tersebut ada beberapa teori yang dikenal dalam penentuan tempat pidana, yaitu:
  1. Teori Perbuatan Materiil (perbuatan jasmaniah);
  2. Teori Instrument; dan
  3. Teori Akibat.
Teori Perbuatan Materiil (perbuatan jasmaniah)
Menurut teori ini tempat tindak pidana (tempus delicti) ditentukan oleh perbuatan jasmaniah si pembuat dalam mewujudkan tindak pidana (ada kesulitan untuk delik materiil maupun kadang-kadang untuk delik formil sebagaimana contohnya yaitu menghina melalui surat kabar di luar negeri.

Teori Instrument
Pada teori instrument ini menentukan tempat terjadinya tindak pidana adalah tempat bekerjanya alat yang dipakai oleh si pembuat (bisa berupa benda atau orang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan) sebagaimana contohnya dapat dilihat pada kasus pembunuhan almarhum munir;

Teori Akibat
Pada teori akibat ini menentukan tempat terjadinya tindak pidana ditentukan oleh dimana akibat tersebut terjadi, hal mana dalam teori ini dipergunakan untuk delik materiil sebagaimana contohnya dapat dilihat pada tindak pidana penipuan.
Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
Melihat hukum pidana dari perspektif waktu (locus) mengangkat asas legalitas sebagai asas yang paling fundamental disertai Asas Non Retroaktif. Asas legalitas sebagai asas yang sangat fundamental berkaitan erat dengan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM). 

Hal ini tidak terlepas dari sejarah perkembangannya yang dalam upaya untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga sejarah perkembangannya seiring dengan sejarah munculnya gerakan kemanusiaan tersebut.



Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat
Yurisdiksi Negara
Kata yurisdiksi berasal dari bahasa latin "ius dicere", adapun ius atau iuris memiliki arti yaitu "hukum" sedangkan dicere memiliki arti yaitu "berbicara". Yurisdiksi merupakan hak suatu negara atau lembaga peradilan untuk memutuskan atau melakukan tindakan dengan otoritas yang mencakup pengukuhan pengawasan terhadap individu, kekayaan, situasi, politik atau kawasan geografis. 

Adapun berdasarkan hukum internasional, yurisdiksi wilayah dapat diperoleh melalui:
  1. Pertambahan Wilayah;
  2. Penyerahan Daerah;
  3. Penaklukan;
  4. Penemuan; dan 
  5. Preskripsi.
Sedangkan Anthony Csabafi mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi negara dengan menyatakan bahwa dalam hak dari suatu negara untuk mengatur dan mempengaruhi dengan langkah dan tindakan yang bersifat Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif atas:
  1. Hak-hak individu;
  2. Harta kekayaannya; dan
  3. Perilaku atau peristiwa yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri.
Berdasarkan yang telah dikemukakan di atas dapat kita simpulkan pengertian yurisdiksi secara umum, yaitu merupakan:
  1. Kekuasaan dalam menetapkan hukum;
  2. Hak dalam menetapkan hukum; dan
  3. Wewenang dalam menetapkan hukum. 
Adapun cakupan yurisdiksi dibagi menjadi 2 (dua) cakupan, yaitu:
  1. Yurisdiksi dalam arti sempit adalah yurisdiksi yudikatif (kekuasaan peradilan suatu negara atau wilayah berlakunya suatu peraturan hukum); dan 
  2. Yurisdiksi dalam arti luas mencakup: 
    • Yurisdiksi legislatif;
    • Yurisdiksi eksekutif; dan 
    • Yurisdiksi yudikatif.
Wilayah berlakunya suatu peraturan hukum bisa dilihat dari waktu atau kapan berlakunya, di mana berlakunya, terhadap siapa berlakunya dan mengenai hal apa. Adapun dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai berlakunya hukum pidana dikenal adanya 3 (tiga) sistem atau asas, yaitu sebagai berikut:
  1. Sistem atau asas berlakunya hukum pidana menurut tempat (tempus);
  2. Sistem atau asas berlakunya hukum pidana menurut waktu (locus); dan
  3. Sistem atau asas berlakunya hukum pidana menurut orang (persoon)
Sistem atau asas berlakunya hukum pidana menurut tempat mengenal 4 (empat) asas, yaitu terdiri dari:
  1. Asas Territorial;
  2. Asas Personal (Nasional Aktif); 
  3. Asas Perlindungan (Nasional Pasif); dan 
  4. Asas Universal. 
Asas-asas ini pun dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga yurisdiksi berlakunya hukum pidana Indonesia berlaku sesuai dengan asas-asas tersebut di atas.

Demikian penjelasan singkat mengenai waktu dan tempat pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik lagi kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima Kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: