BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Perbedaan Suap dengan Gratifikasi

Perbedaan Suap dengan Gratifikasi
Sebelum membahas perbedaan dari suap dengan gratifikasi, terlebih dahulu mesti diketahui pengertian dari suap dan gratifikasi di bawah ini :

Pengertian Suap
Suap didefinisikan secara garis besar sebagai suatu perilaku memberikan uang atau barang atau bentuk lain sebagai balasan dan/ atau imbalan yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan atau minat si pemberi walaupun tindakan tersebut nantinya berlawanan dengan penerima. Adapun pengaturan tentang suap dimuat dan diatur dalam Ketentuan Pasal 3 Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 11 Tahun 1980  tentang Tindak Pidana Suap yang menyatakan bahwa :
"Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama - lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak - banyaknya Rp. 15.000.000.- (lima belas juta rupiah)."
Pengertian Gratifikasi
Gratifikasi terjadi ketika seseorang menerima pemberian uang tambahan, barang, diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, ataupun fasilitas - fasilitas lainnya seperti tiket wisata gratis, biaya pengobatan gratis, dan lain sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan gratifikasi sebagaimana dimuat dan diatur dalam Penjelasan Pasal 12 B Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menjelaskan bahwa pemberian dalam arti luas, yakni meliputi :
  1. Pemberian uang;
  2. Pemberian barang;
  3. Pemberian rabat (discount);
  4. Pemberian komisi;
  5. Pemberian pinjaman tanpa bunga;
  6. Pemberian tiket perjalanan;
  7. Pemberian fasilitas penginapan;
  8. Pemberian fasilitas perjalanan wisata;
  9. Pemberian fasiltas pengobatan cuma - cuma; dan 
  10. Pemberian fasilitas lainnya.
Pemberian gratifikasi tersebut sebagaimana yang disebutkan diatas diterima baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. (Selengkapnya tentang gratifikasi dapat dibaca : disini).

Sebagaimana pengertian suap dan gratifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa kedua hal tersebut memang berbeda. Adapun perbedaan dari gratifikasi dengan suap secara garis besar yakni sebagai berikut :

Dasar Hukum
Adapun perbedaan mendasar dari gratifikasi dengan suap yaitu dari dasar hukumnya sebagaimana ketentuan perundang - undangan yang mengatur tentang Suap diatur dalam :
  1. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73); 
  2. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; 
  3. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
  4. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 
Sedangkan ketentuan perundang - undangan yang mengatur tentang Gratifikasi diatur dalam :
  1. Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi;
  2. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
  3. Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sanksi Hukum
Sanksi hukum dari perbuatan suap sebagaimana ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang - undangan Indonesia yaitu :
  1. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 149 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang menentukan sanksi pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah);
  2. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 3  Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap yang menentukan sanksi pidana penjara selama - lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak - banyaknya Rp. 15.000.000.- (lima belas juta rupiah);
  3. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menentukan bahwa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Sedangkan sanksi hukum untuk gratifikasi yaitu dimuat dan diatur dalam rumusan Pasal 12 (B) ayat (2) Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menentukan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Selain dari pada yang disebutkan di atas, perbedaan lain dari gratifikasi dengan suap yang dirangkum dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut :
  1. Kalau suap dilakukan oleh korporasi atau pihak swasta kepada aparatur negara sedangkan gratifikasi tidak hanya dilakukan oleh korporasi atau pihak swasta saja, dapat juga dilakukan oleh aparatur negara seperti pemberian dari bawahan kepada atasannya;
  2. Tujuan dari perbuatan suap untuk mempengaruhi pengambilan keputusan aparatur negara sedangkan gratifikasi memiliki tujuan untuk memberikan hadiah seperti uang, barang, fasilitas dan lain sebagainya;
  3. Suap melibatkan pemberi aktif yang umumnya disertai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak sedangkan gratifikasi tidak disertai dengan kesepakatan, hal mana terkadang bentuk pemberian tersebut diberikan tanpa sepertujuan dari penerima atau terkadang penerima yang meminta sendiri (request) barang yang diinginkan dari pemberi gratifikasi;
  4. Kalau suap bersifat transaksional dan langsung yang diberikan bersamaan dengan proses kerja sama yang sedang berlangsung. Sedangkan gratifikasi tidak bersifat transaksional karena kadang diberikan setelah kerja sama selesai atau bahkan belum ada sama sekali kerja sama. Ada yang menyebut gratifikasi ini sebagai suap yang tertunda karena banyak yang menganggapnya sebagai investasi ataupun upaya untuk mencari perhatian.
  5. Kalau suap memang merupakan pelanggaran hukum sedangkan gratifikasi tidak selamanya melanggar hukum karena bentuk gratifikasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni positif dan negatif. Adapun yang kemudian membedakan kedua hal tersebut adalah ada tidaknya unsur pamrih sehingga jika pemberiannya terdapat unsur pamrih, maka sudah dipastikan merupakan gratifikasi negatif dan mengarah kepada korupsi yang secara mutatis mutandis merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH);
  6. Dalam suap ada unsur mengetahui atau patut menduga yang artinya terdapat maksud atau tujuan untuk mempengaruhi aparatur negara dalam pembuatan kebijakan maupun keputusannya. Lain halnya dengan gratifikasi, dimana niat pemberian sesuatu kepada aparatur negara itu dilakukan dalam arti luas Misalnya seperti memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih; dan
  7. Kalau perbuatan suap dapat berupa barang, uang, janji dan bentuk lainnya sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Adapun pemberian gratifikasi meliputi :
    • Pemberian Uang;
    • Pemberian Barang;
    • Pemberian Rabat (discount);
    • Pinjaman Tanpa Bunga;
    • Pemberian Tiket Perjalanan secara gratis atau cuma - cuma;
    • Pemberian fasilitas penginapan gratis atau cuma - cuma;
    • Perjalanan Wisata gratis atau cuma - cuma;
    • Pengobatan secara gratis atau cuma - cuma ; dan
    • Fasilitas Lainnya.
Memang sulit untuk membedakan kedua hal tersebut, apalagi berkaitan dengan unsur niat atau maksud dari perbuatan yang dilakukan. Walaupun demikian, unsur pembeda utama yang perlu diketahui yaitu ada tidaknya hubungan pemberian itu dengan jabatan dan pelaksanaan kewajiban atau tugas dari aparatur negara tersebut yang apabila pemberian itu berhubungan dengan jabatan aparatur negara dan akhirnya mempengaruhi pelaksanaan kewajiban atau tugasnya (dalam arti menyimpang), maka dapat dianggap sebagai perbuatan suap.

Perlu diketahui bahwa dalam peraturan perundang - undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas pemisahan antara perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi. Hal ini dikarenakan perbuatan gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat negara yang menerima hadiah tersebut. Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang membedakan antara perbuatan suap dengan perbuatan gratifikasi yang dilarang. 

Adapun perbedaan yang nampak terlihat terhadap pengaturan di Amerika yaitu pada gratifikasi yang dilarang, pemberi gratifikasi memiliki maksud dan tujuan dari pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya suatu tindakan resmi sedangkan dalam suap, pemberi suap memiliki maksud dan tujuan (sedikit banyak) untuk mempengaruhi suatu tindakan resmi. Sehingga berdasarkan hal tersebut sudah sangatlah jelas dapat dibedakan antara perbuatan suap dan perbuatan gratifikasi yang terletak pada tempus (waktu) dan intensinya (maksud dan tujuan).

Mengenai faktor - faktor yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi dapat diketahui dari penjelasan yang dimuat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi. Hal mana di dalam buku tersebut dijelaskan bahwa terbentuknya peraturan tentang gratifikasi merupakan suatu bentuk kesadaran bahwa gratifikasi dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan oleh orang - orang khususnya dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik sehingga unsur ini perlu diatur dalam peraturan perundang - undangan mengenai Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Hal ini diharapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar budaya atau kebiasaan memberi dan menerima gratifikasi kepada/ atau oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan sehingga tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan di negeri tercinta ini. Di dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi juga disebutkan contoh - contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan gratifi­kasi yang sering terjadi di kehidupan sehari - hari, yakni sebagai berikut :
  1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan oleh rekanan atau bawahannya;
  2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari peja­bat oleh rekanan kantor pejabat tersebut;
  3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma - cuma;
  4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembe­lian barang dari rekanan;
  5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pe­jabat;
  6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara - acara pribadi lainnya dari rekanan;
  7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kun­jungan kerja; dan
  8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih kare­na telah dibantu.
Demikian penjelasan mengenai perbedaan suap dengan gratifikasi yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: