BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Kesengajaan dalam Hukum Pidana (Dolus, Opzet)

Kesengajaan dalam Hukum Pidana (Dolus, Opzet)
Menurut sejarah dahulu pernah direncanakan dalam undang - undang 1804 yang menjelaskan kesengajaan adalah kesengajaan jahat sebagai keinginan untuk berbuat tidak baik yang juga pernah dicantumkan di dalam ketentuan Pasal 11 Criminal Wetboek 1809 yang menerangkan bahwa kesengajaan keinginan atau maksud untuk melakukan perbuatan atau diharuskan oleh undang - undang. Di dalam WvSr tahun 1881 yang mulai berlaku 1 September 1886 tidak lagi mencantumkan arti kesengajaan seperti rancangan terdahulu (Jonkers 1946: 45). 

Unsur kedua dari kesalahan dalam arti yang seluas - luasnya (pertanggungjawaban pidana) adalah hubungan batin antara si pelaku terhadap perbuatan, yang dicelakakan kepada sipelaku itu. Hubungan batin ini bisa berupa kesengajaan atau kealpaan. Apakah yang diartikan dengan sengaja ? Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) kita tidak memberikan definisi. Petunjuk untuk dapat mengetahui arti kesengajaan, dapat diambil dari MvT (Memorie van Toelichting) yang mengartikan kesengajaan (opzet) sebagai menghendaki dan mengetahui (willens en wetens) (Pompe : 166). 

Jadi dapatlah dikatakan, bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu dan di samping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukan itu misalnya seperti seorang Ibu yang sengaja tidak memberi susu kepada anaknya, hal mana yang bersangkutan menghendaki dan sadar akan perbuatannya.

Teori - Teori Kesengajaan
Berhubung dengan keadaan batin orang yang berbuat dengan sengaja, yang berisi menghendaki dan mengetahui itu, maka dalam ilmu pengetahuan hukum pidana dapat disebut 3 (tiga) teori sebagai berikut di bawah ini :
  1. Teori Kehendak (wilstheorie)
    Inti kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur - unsur delik dalam rumusan perundangan - undangan sebagaimana dianut oleh Simmons dan Zevenbergen.
  2. Teori Pengetahuan atau Membayangkan (voorstelling theorie)
    Sengaja berarti membayangkan akan akibat timbulnya akibat perbuatannya, orang tak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh si pelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia akan berbuat sebagaimana dianut oleh Frank.
  3. Teori Inkauf nehmen
    Teori inkauf nehmen adalah teori mengenai dolus eventaulis yang bukan mengenai kesengajaan. Disini ternyata bahwa sesungguhnya akibat atau keadaan yang diketahui kemungkinan akan adanya, tidak disetujui. Akan tetapi meskipun demikian untuk mencapai apa yang dimaksud, resiko akan timbulnya akibat atau keadaan disamping maksudnya itupun diterima.
Terhadap perbuatan yang dilakukan si pelaku, ketiga teori itu tak ada perbedaan hal mana ketiganya  mengakui bahwa dalam kesengajaan harus ada kehendak untuk berbuat sehingga dalam praktek penggunaannya, kedua teori ini adalah sama yang membedakan hanya dalam istilahnya saja.

Bentuk Kesengajaan
Dalam hal seseorang melakukan sesuatu dengan sengaja dapat dibedakan 3 bentuk sikap batin, yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari kesengajaan sebagai berikut :
  1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) untuk mencapai suatu tujuan (yang dekat) dolus directus:
  2. Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn); dan
  3. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis atau voorwaardelijk opzet).
Bentuk kesengajaan ini merupakan bentuk kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan si pelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. Kalau akibat ini tidak akan ada, maka ia tidak akan berbuat demikian atau dengan kata bahwa ia menghendaki perbuatan beserta akibatnya seperti contohnya ketika si A menampar si B. si A menghendaki sakitnya si B agar si B tidak membohong. 

Dalam contoh di atas haruslah dibedakan antara tujuan dan motif, hal mana motif suatu perbuatan ialah alasan yang mendorong untuk berbuat misalnya seperti cemburu, jengkel dan lain sebagainya. Dalam hal delik materiil harus dihubungkan faktor kausa yang menghubungkan perbuatan dengan akibat (hubungan kausalitas) dimana :
  1. Akibat yang memang dituju si pelaku. Ini dapat merupakan delik tersendiri atau tidak;
  2. Akibat yang tidak diinginkan, akan tetapi merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan dalam No. 1di atas. Adapun akibat ini pasti timbul atau terjadi.
Contoh 1 : 
si A hendak membunuh si B dengan tembakan pistol, hal mana si B duduk di balik kaca jendela restoran sehingga penembakan terhadap si B pasti akan memecahkan kaca pemilik restoran itu. Terhadap terbunuhnya si B, kesengajaan merupakan tujuan sedangkan terhadap rusaknya kaca (vide: 406 KUHP) ada kesengajaan dengan keinsyafan kepastian atau keharusan sebagai syarat tercapainya tujuan. Dalam hal ini ada keadaan tertentu yang semula merupakan diperkirakan si pelaku sebagai kemungkinan terjadi kemudian ternyata benar - benar terjadi merupakan resiko yang harus diemban si pelaku.

Contoh 2 :
si A hendak membalas dendam si B yang bertempat tinggal di Hoorn. si A kemudian mengirim kue tart yang beracun dengan maksud untuk membunuhnya. si A tahu bahwa ada kemungkinan istri si B yang tidak berdosa itu juga akan makan kue tersebut dan meninggal karenanya. Meskipun si A tahu akan hal terakhir ini namun si A tetap mengirim kue tersebut, oleh karena itu kesengajaan dianggap tertuju pula pada matinya istri si B. Dalam batin si A, kematian tersebut tidak menjadi persoalan baginya. Jadi dalam kasus ini terdapat kesengajaan sebagai tujuan terhadap matinya si B dan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan terhadap kematian istri si B (Arrest HR Tgl. 9 Maret 1911)

Contoh 3 : 
Seorang yang melakukan penggelapan yang kemudian merasa bahwa akhirnya ia akan ketahuan sehingga Ia ingin menghindarkan diri dari peradilan dunia dan hendak membunuh dirinya dengan merencanakan suatu kecelakaan lalu lintas. Ia kemudian menabrakkan mobil yang dikendarainya kepada oto bis yang berisi penumpang. Adapun tujuan bunuh diri yang dilakukan dengan cara tersebut agar uang asuransinya yang sangat tinggi itu dapat dibayarkan kepada sopirnya. Akan tetapi rencana ini gagal, ia pun tidak jadi mati dan hanya luka - luka. Beberapa penumpang bis mengalami luka dan seorang diantaranya luka yang membahayakan jiwa. 

R.v.J (Raad van Justitie) Semarang yang diperkuat oleh Hoogerechtshof dalam tingkat banding menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan penganiayaan berat. Pertimbangannya antara lain Meskipun terdakwa tidak mengharapkan penumpang - penumpang bis mendapat luka-luka, namun akibat ini ada dalam kesengajaannya sebab ia tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia sadar akan akibat yang mungkin terjadi. Kasus ini adalah pengalaman Jonkers ketika menjadi Jaksa Tinggi (Officier van Justitie) pada R.v.J (Raad van Justitie) di Semarang.

Dolus Eventualis
Dolus eventualis lahir karena suatu keadaan dimana sikap batin pelaku, hal mana pelaku tidak menghendaki suatu tujuan untuk mewujudkan suatu tindak pidana, akan tetapi keadaan menyebabkan ia tidak dapat mengelak dari suatu keadaan tertentu.

Contoh:
Seorang mengendarai mobil angkutan umum dengan laju yang kencang (ngebut) di jalan dalam kota. Di muka ia lihat sekelompok anak yang sedang bermain - main sehingga apabila ia tetap dalam kecepatan yang sama tanpa menghiraukan nasib anak - anak tersebut dan tanpa mengambil tindakan pencegahan sehingga apabila akibat perbuatannya itu beberapa anak tadi terluka atau mati, maka disini ada kesengajaan untuk menganiaya atau membunuh, meskipun tidak dapat dikatakan bahwa ia menginginkan akibat tadi, namun jelas ia menghendaki hal itu dalam arti meskipun ia sadar akan kemungkinan tentang luka dan matinya anak ia mendesak kesadaran itu ke belakang dan menerima apa boleh buat kemungkinan itu.

Di atas telah disebutkan 2 (dua) teori yang menerangkan bagaimana sikap batin seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja. Bagaimanakah menerangkan adanya kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis) ?

Berdasarkan teori kehendak, jika si pelaku menetapkan dalam batinnya bahwa ia lebih menghendaki perbuatan yang dilakukan itu meskipun nanti akan ada akibat yang ia tidak harapkan dari pada tidak berbuat, maka kesengajaan orang tersebut juga ditujukan kepada akibat yang tidak diharapkan itu.

Berdasarkan teori pengetahuan, pelaku mengetahui atau membayangkan akan kemungkinan terjadinya akibat yang tak dikehendaki, akan tetapi bayangan itu tidak mencegah dia untuk tidak berbuat. Maka dapat dikatakan bahwa kesengajaan diarahkan kepada akibat yang mungkin terjadi itu. Dalam kedua teori di atas digambarkan bahwa dalam batin si pelaku terjadi suatu prose, bahwa ia lebih baik berbuat dari pada tidak berbuat. 

Disini ada suatu yang tidak jelas, oleh karena itu disamping kedua teori itu ada teori yang disebut teori apa boleh buat (In Kauf nehmen theorie atau op de koop toe nemen theorie). Menurut teori apa boleh buat (In Kauf nehmen theorie atau op de koop toe nemen theorie) keadaan batin si pelaku terhadap perbuatannya adalah sebagai berikut:
  1. Akibat itu sebenarnya tidak dikehendaki, bahkan ia benci atau takut akan kemungkinan timbulnya akibat itu; 
  2. Akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya, namun apabila toh keadaan atau akibat itu timbul, apa boleh buat hak itu diterima juga sehingga dapat diartikan bahwa ia berani memikul resiko.
Dalam perdebatan di Eerste Kamsr mengenai W.v.S. Menteri Modderman mengatakan bahwa voorwaardelijkk opzet (dolus eventualis) itu ada apabila kehendak kita langsung ditujukan pada kejahatan tersebut. Akan tetapi meskipun telah mengetahui bahwa keadaan tertentu masih akan terjadi, namun kita berbuat dengan tiada tercegah oleh kemungkinan terjadinya hal yang telah kita ketahui itu. Dengan teori apa boleh buat ini maka sebenarnya tidak perlu lagi untuk membedakan kesengajaan dengan sadar kepastian dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan.

Dalam uraian - uraian di atas penentuan tentang kesengajaan si pelaku adalah dengan melihat bagaimana sikap batinnya perbuatan atau pun akibat perbuatannya. Demikian itu karena kesengajaan di pandang sebagai sikap batin pelaku terhadap perbuatannya. Dengan teori - teori itu diusahakan untuk menetapkan kesengajaan si pelaku Dalam kejadian konkret tidaklah mudah bagi Hakim untuk menentukan bahwa sikap batin yang berupa kesengajaan (atau kealpaan) itu benar - benar ada pada pelaku. Orang tidak dapat secara pasti mengetahui mengetahui batin orang lain, lebih - lebih bagaimana keadaan batinnya pada waktu orang ini berbuat. Apabila orang ini dengan jujur menerangkan keadaan batinnya yang sebenarnya maka tidak ada kesukaran. Kalau tidak, maka sikap batinnya harus disimpulkan dari keadaan lahir yang tampak dari luar. Jadi dalam banyak hal hakim baru mengobyektifkan adanya kesengajaan itu.

Contoh van Bemmelen :
A melepaskan tembakan kepada B dalam jarak 2 meter.
Meskipun A mungkin ia mempunyai kesengajaan untuk membunuh B namun Hakim tetap akan menentukan adanya kesengajaan tersebut, kecuali apabila dapat diterima alasan - alasan yang sangat masuk akal bahwa A tidak tahu pistol itu berisi atau bahwa matinya B itu disebabkan karena kekhilafan dari A. Dalam hal ini diragukan adanya kesengajaan, sehingga ada pembebasan. Hakim harus sangat berhati - hati akan kesengajaan berwarna (gekleurd) dan tidak berwarna (kleurloos). Persoalan ini berhubungan dengan masalah apakah untuk adanya kesengajaan itu si pelaku harus menyadari bahwa perbuatannya itu dilarang (bersifat melawan hukum) ? Mengenai hal tersebut terdapat 2 (dua) pendapat yang mengatakan bahwa :
  1. Kesengajaan berwarna (gekleurd)
    Sifat kesengajaan itu berwarna dan kesengajaan melakukan sesuatu perbuatan mencakup pengetahuan si pelaku bahwa perbuatannya melawan hukum (dilarang) harus ada hubungan antara keadaan batin si pelaku dengan melawan hukumnya perbuatan. Dikatakan bahwa sengaja disini berarti dolus malus, artinya sengaja untuk berbuat jahat (boos opzet). Jadi menurut pendirian yang pertama untuk adanya kesengajaan perlu bahwa si pelaku menyadari bahwa perbuatannya dilarang. Penganutnya antara lain Zevenbergen yang mengatakan (dalam bukunya leerboek van het Nederlandsch Strafrecht, tahun 1924, Hal. 169) bahwa kesengajaan senantiasa ada hubungannya dengan dolus molus dengan perkataan lain dalam kesengajaan tersimpul adanya kesadaran mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan. Untuk adanya kesengajaan di perlukan syarat bahwa pada si pelaku ada kesadaran bahwa perbuatannya dilarang dan/ atau dapat dipidana.
  2. Kesengajaan tidak berwarna
    Kalau dikatakan bahwa kesengajaan itu tak berwarna, maka itu berarti bahwa untuk adanya kesengajaan cukuplah bahwa si pelaku itu menghendaki perbuatan yang dilarang itu. Ia tak perlu tahu bahwa perbuatannya terlarang atau bersifat melawan hukum. Dapat saja si pelaku dikatakan berbuat dengan sengaja sedang ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang atau bertentangan dengan hukum. Penganut - penganutnya antara lain Simons, Pompe, Jonkers. 
Menurut Memorie van Toelichting  (MvT) tidak perlu ada boos opzet, akan tetapi untuk berbuat dengan sengaja itu apakah si pelaku tidak harus menyadari bahwa ia melakukan suatu perbuatan yang menurut tata susila tidak dibenarkan (zadelijk ongeoorlooid) ? Cukupkah dengan adanya kesengajaan saja atau perlukah adanya kesengajaan jahat (boos opzet) ? Jawabnya tidak akan lain dari pada itu.

Keberatan terhadap pendirian bahwa kesengajaan itu berwarna ialah akan merupakan beban yang berat bagi jaksa apabila untuk membuktikan adanya kesengajaan, tiap kali ia harus membuktikan bahwa pada terdakwa ada kesadaran atau pengetahuan tentang dilarangnya perbuatan itu. Sebaliknya, alasan bahwa kesengajaan itu berwarna ialah kesalahan itu, jadi termasuk kesengajaan yang berisi bahwa si pelaku harus sadar bahwa perbuatan itu keliru. Apabila ia sama sekali tidak sadar akan itu, meskipun pada kenyataannya ia melakukan perbuatan yang dilarang, yang melawan hukum, ia tidak dapat dipidana.

Demikian penjelasan singkat mengenai Kesengajaan dalam Hukum Pidana (Dolus, Opzet) yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: