BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Kekhilafan (Error, Dwaling)

Kekhilafan (Error, Dwaling)
Error atau kekhilafan ataupun kesalahpahaman menurut Satochid Kertanegara terbagi atas 2 (dua), yaitu :
  1. Kesalahapahaman sebenarnya (error in facti);
  2. Kesalahpahaman hukum (erorr in law).
Kesalahapahaman sebenarnya (Error in Facti)
Contoh error in facti (kesalahapahaman sebenarnya) yaitu si A mengambil tas yang dikira tasnya yang dalam hal tersebut khilaf tentang fakta dan si A tidak dapat dipidana karena ia tidak mengetahui barang itu adalah milik orang lain. Kesalahannya ditiadakan karena ia telah bertindak secara bonafide dengan itikad baik. Di dalam hukum pidana dikenal dengan adagium "Tiada Pidana Tanpa Kesalahan" yang merupakan dasar pemaaf yang tidak tertulis. Menurut ketentuan umum, kehilafan tentang fakta atau keadaan terdapat dalam dua hal :
  1. Pembuat delik tidak menyadari beberapa unsur - unsur mutlak delik yang dilakukannya seperti ditetapkan oleh pembuat undang-undang;
  2. ia secara keliru mengaggap bahwa keadaan - keadaan tertentu ada, yang bilamana betul-betul ada perbuatan demikian diizinkan.
Apakah error in facti berpengaruh terhadap kesengajaan ? Adapun Sathocid Kartanegara menjawab pertanyaan ini dengan menyatakan bahwa :
"apabila opzet ditujukan terhadap sesuatu kejahatan atau pelanggaran memiliki unsure yang diliputi oleh opzet, maka apabila salah paham mengenai salah satu unsur itu, maka si pelaku tidak dapat dihukum."
Contoh : 
si A melihat barang yang indah yang ingin dimilikinya ia kira barang tersebut milik orang lain dan barang itu diambilnya. si A beranggapan ia mencuri barang itu akan tetapi kemudian ternyata bahwa barang itu memang dihadiahkan untuk si A sehingga dalam hal ini dengan sendirinya si A tidak dihukum. Dalam hal demikian, delik telah terjadi karena semua unsur - unsur delik menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) terbukti, akan tetapi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana tidak terbukti yaitu kesalahan dan pelakunya harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Zainal Abidin Farid tidak sependapat dengan uraian Kartanegara tersebut yang menyatakan bahwa barang itu milik A sendiri pada waktu diambilnya. Menurut Zainal Abidin Farid menyatakan bahwa barang itu belum menjadi miliknya karena belum dihadiahkan pada waktu diambilnya. 

Kesalahpahaman hukum (Errror in Juris)
Error in Juris atau khilaf pada hukum ada pada pembuat delik bilamana ia telah terbukti melakukan delik, namun ia tidak mengetahui bahwa perbuatan demikian dilarang oleh undang - undang pidana. Ia harus dipidana sekalipun ia tidak mengetahui adanya larangan itu, oleh karena adanya fiksi hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui undang - undang selain dari pada itu terdapat juga 2 (dua) jenis khilaf yaitu :
  1. Error in Persona; dan
  2. Error in Objecto.
Error in persona ketika pembuat salah tentang orang sedangkan error in objeco ketika pelaku salah tentang objek. Error in persona harus dibedakan dengan aberatio ictus. Aberatio Ictus umpamanya terdapat bilamana pembuat delik tidak mengenai sasaran tembaknya, akan tetapi mengenai orang lain yang kebetulan berada dekat sasaran dalam hal ini tidak kekhilafan, akan tetapi peluru yang ditembakkan dari senjata api pembuat delik, dalam hal ini tidak terjadi pembunuhan dengan sengaja terhadap orang yang kena tembak, tetapi delik culpa menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 359 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu karena salahnya (keaalpannya) mengakibatkan matinya orang lain.

Selain itu pembuat delik juga dapat dipidana melakukan percobaan pembunuhan terhadap orang yang dimaksudkan yang kebetulan tidak kena peluru. Pembuat delik juga dapat dikatakan mempunyai sadar akan kemungkinan (dolus evantualis) terhadap orang yang akan dikena peluru (yang bukan menjadi sasaran tembaknya), jikalau pembuat delik sebelum melepaskan tembakannya sadar akan kemungkinan peluru yang akan ditembakkannya mengenai orang lain yang bukan dimaksudkannya, namun ia berharap mudah - mudahan tidak demikian, namun ia berani melepaskan tembakan dengan memikul resiko kelak jikalau tidak mengenai sasaran tetapi mengenai orang lain yang tidak dikehendaki.

Error in objecto terdapat bilamana pembuat delik bermaksud untuk mencuri perhiasan emas akan tetapi perhiasan yang diambilnya ternyata imitasi emas atau dengan kata lain error in objecto merupakan kekhilafan tentang barang yang menjadi tujuan perbuatan pembuat delik. Adapun error in objecto dapat merupakan error in persona seperti contoh yang diberikan oleh Satochid Kartanegara sebagai berikut :

si A mempunyai maksud membunuh si B, oleh karena si A takut melaksanakan maksudnya dengan terang - terangan maka si A menyelidiki gerak - gerik si B setiap malam yakni setiap jam 8 malam pulang dari kantor dengan melalui jalan yang gelap. Pada suatu malam si A berjaga - jaga di belakang pohon di jalan yang gelap tadi dan yang selalu dilalui si B. Tepat pada jam 8 malam si A mendengar ada 2 (dua) orang yang dating dan si A mengira orang yang dating itu adalah si B. Setelah orang itu dating dan mendekat, si A keluar dari pohon selanjutnya melakukan pembunuhan terhadap orang itu. Akan tetapi orang yang dibunuh itu bukan si B tapi si C yang bukan menjadi tujuan si A.

Dalam kasus ini maka si A dalam keadaan error in persona dan juga error in objecto dan perbuatannya tetap melakukan delik pembunuhan sekalipun bukan si B yang meninggal dunia. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menyebut merampas nyawa orang lain yang dimaksudkannya, akan tetapi hanya menyatakan bahwa barang siapa yang merampas nyawa orang lain.

Lain halnya jikalau si A bertujuan membunuh seseorang yang mempunyai jabatan tertentu yang merupakan suatu unsur delik tertentu, misalnya Pasal 104 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerangan yang dilakukan dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden. Menurut pasal ini merupakan delik khusus yang diancam dengan hukuman mati. Jika ini terjadi maka si A tidak dapat dipidana menurut Pasal 104 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tetapi menurut Pasal 340 atau 338 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan terhadap orang lain.

Demikian penjelasan singkat mengenai Kekhilafan (Error, Dwaling) yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: