BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Bentuk-Bentuk Pemerkosaan

Bentuk-Bentuk Pemerkosaan
Bentuk-bentuk pemerkosaan dapat dikelompokkan berdasarkan siapa yang melakukan, siapa korbannya dan tindakan spesifik apa yang terjadi dalam pemerkosaan tersebut. Beberapa jenis pemerkosaan mungkin dianggap jauh lebih parah dari pada yang lain. Adapun jika ditinjau dari jenisnya, tindak pemerkosaan dibagi menjadi:
  1. Pemerkosaan pada Orang Difabel;
  2. Pemerkosaan oleh Anggota Keluarga;
  3. Pemerkosaan pada Anak di Bawah Umur (Statutory Rape);
  4. Pemerkosaan dalam Hubungan (Partner Rape); 
  5. Pemerkosaan antar Kerabat;
  6. Pemerkosaan oleh Pacar atau Teman Kencan;
  7. Pemerkosaan oleh Majikan atau Atasan; dan
  8. Pemerkosaan oleh Orang Tak dikenal. 
Pemerkosaan pada Orang Difabel
Pemerkosaan jenis ini dilakukan oleh orang sehat pada orang difabel, yaitu orang yang memiliki keterbatasan atau kelainan fisik, perkembangan, intelektual, dan/ atau mental. Orang difabel mungkin memiliki kemampuan yang terbatas atau tidak bisa mengungkapkan persetujuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas seksual.

Jenis perkosaan ini juga termasuk tindak pemerkosaan terhadap orang-orang yang sehat tapi tidak sadarkan diri seperti contohnya saat korban tidur, pingsan atau koma termasuk juga dalam keadaan setengah sadar, misalnya saat mabuk akibat pengaruh obat (efek samping obat legal, narkotika atau obat bius yang sengaja dimasukkan) atau minuman beralkohol.

Biarpun korban diam dan tidak melawan, kalau hubungan seks itu dipaksakan dan terjadi di luar kehendaknya maka tetap dikatakan sebagai perkosaan. Zat-zat tersebut menghambat kemampuan seseorang untuk menyetujui atau melawan tindakan seksual dan kadang bahkan mencegah mereka mengingat peristiwa tersebut.

Pemerkosaan oleh Anggota Keluarga
Tindak pemerkosaan yang terjadi ketika pelaku dan korban sama-sama memiliki hubungan sedarah atau disebut dengan perkosaan inses. Perkosaan inses bisa terjadi dalam keluarga inti atau keluarga besar misalnya antara ayah dan anak, kakak dan adik, paman atau bibi dan keponakan laki-laki atau perempuan (keluarga besar) atau antar saudara sepupu.

Menurut Komnas Perempuan menyebutkan bahwa ayah, kakak dan paman kandung termasuk tiga pelaku kekerasan seksual dalam keluarga yang terbanyak. Walaupun demikian, inses juga termasuk tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota keluarga tiri. Pada kebanyakan kasus, tindak pemerkosaan dalam keluarga melibatkan anak yang masih di bawah umur.

Pemerkosaan pada Anak Di Bawah Umur (Statutory Rape)
Statutory rape adalah tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak yang belum genap berusia 18 (delapan belas) tahun. Jenis ini juga bisa termasuk hubungan seksual antar sesama anak yang masih di bawah umur. Di Indonesia, perkosaan dan/ atau kekerasan seksual pada anak diatur dalam Pasal 76D Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Pemerkosaan dalam hubungan (partner rape)
Jenis pemerkosaan ini terjadi di antara dua individu yang sedang menjalin hubungan asmara termasuk dalam pacaran atau dalam rumah tangga. Pemerkosaan dalam pacaran tidak diatur secara spesifik oleh hukum Indonesia, namun perkosaan dalam perkawinan dimuat dan diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Pasal 8 (a) dan Pasal 66. Pemaksaan penetrasi dengan cara apa pun tetap tergolong pemerkosaan terlepas apakah korban pernah berhubungan seks dengan pemerkosa sebelumnya atau tidak.

Pemerkosaan juga dapat terjadi dalam suatu perkawinan karena suami maerasa berhak untuk memaksa istrinya berhubungan seks kapan saja sesuai dengan keinginannya tanpa mempedulikan keinginan sang istri. Bahkan tidak jarang terjadi banyak mantan suami yang merasa masih berhak untuk memaksakan hubungan seks pada mantan istrinya.

Pemerkosaan antar kerabat
Selama ini kita mungkin menganggap bahwa perkosaan hanya bisa terjadi antara orang asing seperti saat dicegat tengah malam oleh oknum tak dikenal. Namun, tindak pemerkosaan sangat mungkin terjadi di antara dua orang yang sudah saling kenal baik yang baru kenal sebentar ataupun sudah lama kenal seperti pacar, teman sepermainan, teman sekolah, tetangga, teman kantor dan lain sebagainya. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber diketahui dua dari tiga kasus tindak pemerkosaan dilakukan oleh seseorang yang dikenal oleh korban.

Pemerkosaan oleh Pacar atau Teman Kencan
Teman kencan atau pacar bisa memaksa korban untuk berhubungan seks dengan berbagai dalih karena ia sudah menghabiskan uang untuk menyenangkan korban, karena mereka pernah berhubungan seks sebelum itu, karena korban dianggap sengaja memancing birahi atau karena si pacar sudah berjanji akan mengawini korban. 

Ajakan untuk berhubungan seks masih termasuk wajar bila si perempuan masih punya kesempatan untuk menolak dan penolakannya itu dihormati oleh pacarnya. Bujuk rayu pun masih bisa dianggap normal bila kegagalan membujuk tidak diikuti oleh tindakan pemaksaan. Tetapi kalau pacar perempuan itu sampai memaksakan kehendaknya, maka itu sudah berarti suatu kasus perkosaan sekalipun oleh pacar sendiri, jika perempuan itu sudah menolak dan berkata tidak tapi pacarnya nekat melakukannya maka itu berarti perkosaan. Kasus perkosaan seperti ini sangat jarang didengar orang lain karena korban malu dan takut dipersalahkan orang.

Pemerkosaan oleh Majikan atau Atasan
Perkosaan terjadi antara lain bila seorang perempuan dipaksa berhubungan seks oleh atasan atau majikannya dengan ancaman akan di PHK bila bawahnnya tersebut menolak untuk diajak berhubungan badan atau dengan ancaman-ancaman lain yang berkaitan dengan kekuasaan si atasan atau majikan. 

Pemerkosaan oleh Orang Tak Dikenal
Jenis perkosaan ini sangat menakutkan, namun lebih jarang terjadi daripada perkosaan dimana pelakunya dikenal oleh korban.
  1. Perkosaan beramai-ramai
    Seorang perempuan bisa disergap dan diperkosa secara bergiliran oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Ada kalanya terjadi perkosaan oleh satu orang tidak dikenal, kemudian orang-orang lain yang menyaksikan kejadian tersebut ikut melakukannya. Seringkali terjadi beberapa orang remaja memperkosa seorang gadis dengan tujuan agar mereka dianggap jantan atau untuk membuktikan kelelakiannya.
  2. Perkosaan di penjara
    Di seluruh dunia, banyak perempuan diperkosa oleh polisi atau penjaga penjara setelah mereka ditahan atau divonis kurungan. Bahkan perkosaan juga umum terjadi antar penghuni lembaga pemasyarakatan laki-laki untuk menunjukkan bahwa si pemerkosa lebih kuat dan berkuasa dari pada korbannya.
  3. Perkosaan dalam perang atau kerusuhan
    Para serdadu yang sedang berada di tengah kancah pertempuran sering memperkosa perempuan di wilayah yang mereka duduki untuk menakut-nakuti musuh atau untuk mempermalukan mereka. Perkosaan beramai-ramai dan perkosaan yang sistematis (sengaja dilakukan demi memenuhi tujuan politis atau taktis tertentu) misalnya kejadian yang menimpa kaum perempuan Muslim Bosnia. Tujuan perkosaan semacam ini adalah untuk unjuk kekuatan dan kekuasaan di hadapan musuh. Bisa juga perempuan-perempuan itu terpaksa menuruti kemauan tentara demi menyelamatkan anak-anak dan keluarga mereka (termasuk suami) atau demi untuk mendapatkan makanan yang sulit diperoleh di tengah peperangan. 
Sedangkan berdasarkan motif pelaku dalam melakukan tindak pidana pemerkosaan, kriminolog Mulyani W. Kusuma (Wahid dkk, 2011: 46-47) membagi tindakan pemerkosaan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
  1. Seductive Rape;
  2. Sadistic Rape;
  3. Anger Rape;
  4. Domination Rape; 
  5. Victim Precipitated Rape; 
  6. Exploitation Rape.
Seductive Rape
Pemerkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi dan ini bersifat sangat subyektif. Biasanya tipe pemerkosaan seperti ini terjadi justru di antara mereka yang sudah saling mengenal misalnya pemerkosaan oleh pacar, teman atau orang-orang terdekat lainnya. Faktor pergaulan atau interaksi sosial sangat berpengaruh pada terjadinya pemerkosaan.

Sadistic Rape
Pemerkosaan yang dilakukan secara sadis yang dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan seksual bukan karena bersetubuh, melainkan karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh perempuan terutama pada organ genetalianya.

Anger Rape
Pemerkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan kemarahan pelaku hal mana pemerkosaan jenis ini biasanya disertai tindakan brutal secara fisik. Kepuasan seks bukan merupakan tujuan utama dari pelaku melainkan melampiaskan rasa marahnya.

Domination Rape
Dalam hal ini pelaku ingin menunjukkan dominasinya pada korban. Kekerasan fisik bukan merupakan tujuan utama dari pelaku karena ia hanya ingin menguasai korban secara seksual. Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa ia berkuasa atas orang-orang tertentu misalnya seperti korban pemerkosaan oleh majikan terhadap pembantunya.

Victim Precipitated Rape 
Victim Precipitated Rape merupakan pemerkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya. 

Exploitation Rape
Pemerkosaan jenis ini dapat terjadi karena ketergantungan korban pada pelaku, baik secara ekonomis maupun sosial. Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisikpun pelaku dapat memaksakan keinginannya pada korban misalnya seperti pemerkosaan oleh majikan terhadap buruhnya yang meskipun ada persetujuan, hal itu bukan karena ada keinginan seksual dari korban melainkan ada ketakutan apabila permintaannya ditolah maka dia akan dipecat dari pekerjaannya.

Adapun jenis pemerkosaan berdasarkan korban dari tindak pemerkosaan dibagi menjadi beberapa jenis (Gosita, 1993: 49-50), yaitu sebagai berikut:
  1. Korban Murni;
  2. Korban Ganda;
  3. Korban Semu; dan
  4. Korban yang Tidak Tampak.
Korban Murni
Korban murni terdiri dari:
  1. Korban pemerkosaan yang belum pernah berhubungan dengan pihak pelaku sebelum terjadinya tindak pidana pemerkosaan; dan
  2. Korban pemerkosaan yang pernah berhubungan dengan pihak pelaku sebelum terjadinya tindak pidana pemerkosaan.
Korban Ganda
Korban ganda adalah korban perkosaan yang selain mengalami penderitaan kekerasan selama diperkosa, korban juga mengalami penderitaan mental, fisik dan sosial misalnya seperti:
  1. Mengalami ancaman-ancaman yang mengganggu jiwanya;
  2. Mendapat pelayanan yang tidak baik selama pemeriksaan di kepolisian dan di pengadilan;
  3. Tidak mendapat ganti kerugian;
  4. Korban sendiri yang mengeluarkan uang untuk pengobatan dirinya; 
  5. Dikucilkan dari masyarakat karena sudah cacat khusus;
  6. dan lain sebagainya.
Korban Semu
Korban semu adalah korban yang sebenarnya sekaligus juga pelaku yang berpura-pura diperkosa dengan tujuan mendapatkan sesuatu dari pihak pelaku yang terdapat beberapa kemungkinan seperti:
  1. Ada kemungkinan korban bertindak demikian karena kehendak sendiri; dan/ atau
  2. Ada kemungkinan korban bertindak demikian karena disuruh, dipaksa untuk berbuat demikian demi kepentingan yang menyuruh. Dalam pengertian tertentu, pelaku menjadi korban tindakan kejahatan lain.
Korban yang Tidak Tampak
Adalah korban yang pada hakekatnya mengalami kekerasan, penganiayaan, akan tetapi karena hal-hal tertentu tidak dianggap menderita kekerasan menurut pandangan golongan masyarakat tertentu misalnya seperti dalam pemberian hukuman fisik, pemaksaan pemuasan seksual oleh suami terhadap istri dan sebagainya.

Dikarenakan tindak pidana merupakan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dengan wanita yang tidak memiliki ikatan perkawinan dengannya serta melakukannya disertai dengan paksaan dan bahkan dengan kekerasan maka korban sebagai pihak yang tidak menginginkannya pasti melakukan pemberontakan sehingga korban biasanya memiliki tanda bekas adanya upaya penolakan. 

Namun saat ini juga sering terjadi perkosaan dilakukan dengan cara membius korban terlebih dahulu sehingga korban tidak berdaya dan tidak dapat melakukan penolakan atau pemberontakan terhadap pelaku. Adanya persetubuhan dan kekerasan pada kasus pemerkosaan biasanya memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
  1. Tanda adanya pesetubuhan
    Tanda penetrasi sesuai dengan masuknya benda tumpul kedalam vagina (alat kelamin wanita) yaitu: 
    • Adanya tanda robekan selaput darah (hymen) pada vagina (bagi wanita perawan);
    • Adanya tanda kekerasan di vulva (bagian luar kelamin wanita);
    • Adanya jaringan lendir (epitel) vagina di penis (zakar) pria pelaku; dan
    • Adanya kemungkinan penyakit kelamin.
  2. Tanda kekerasan tergantung pada kasusnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
    • Adanya luka tangkisan, cekikan dan usaha perlawanan;
    • Adanya tanda-tanda bekas pingsan, tak berdaya atau pengaruh obat tertentu; dan
    • Adanya benda bukti biologis pelaku.
Demikian penjelasan singkat mengenai jenis-jenis tindak pidana pemerkosaan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: