BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sejarah Hukum Pidana

Sejarah Hukum Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan induk peraturan hukum pidana positif di Indonesia yang memiliki nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) dan diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pertama kali dengan Koninklijk Besluit (Titah Raja) Nomor 33 Tanggal 15 Oktober 1915 dan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1918. Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) merupakan keturunan dari Wetboek van Strafrech (WvS) Negeri Belanda yang dibuat pada tahun 1881 yang kemudian diberlakukan di Belanda pada tahun 1886. 

Walaupun salinan, namun pemerintah kolonial pada saat itu memberlakukan penyesuaian (asas konkordasi) terhadap pemberlakuan Wetboek van Strafrech (WvS) di negara jajahannya sehingga beberapa ketentuan pasal dihapuskan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas bangsa Indonesia. Sebagaimana penjelasan singkat di atas, Penulis akan menjabarkan sejarah Hukum Pidana yang dibagi ke dalam 3 (tiga) periode atau masa sebagaimana penjelasan di bawah ini: 
  1. Masa Sebelum Penjajahan Belanda;
  2. Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda;
  3. Masa Setelah Kemerdekaan.

Masa Sebelum Penjajahan Belanda
Orang Indonesia telah mengenal dan memberlakukan hukum pidana adat yang mayoritas tidak tertulis dan bersifat lokal yang dalam arti hanya diberlakukan di wilayah adat tertentu dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk. Adapun karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis, akan tetapi kebiasaan yang dijaga secara turun temurun melalui cerita, perbincangan dan kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang bersangkutan. Akan tetapi, di beberapa wilayah telah diwujudkan dalam bentuk tertulis sehingga dapat dibaca oleh masyarakat umum. Hukum adat ini telah ada sebelum kedatangan bangsa Belanda yang di mulai oleh Vasco da Gama pada tahun 1596 seperti contohnya:
  1. Kitab Kuntara Raja Niti di Lampung; 
  2. Kitab Simbur Tjahja di Sumatra Selatan; dan 
  3. Kitab Adigama di Bali.
Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda 
Pemerintahan Belanda membuat peraturan perundang-undangan hukum pidana sejak tahun 1795 yang kemudian disahkan pada tahun 1809. Adapun kodifikasi hukum pidana nasional pertama ini disebut dengan Crimineel Wetboek voor Het Koniklijk Holland, namun pemberlakuan hukum tersebut tidak berjalan lama karena pada tahun 1811 bangsa Prancis kemudian menjajah negara Belanda. Hal mana bangsa Prancis kemudian memberlakukan kodifikasi hukum yang dikenal dengan istilah sebagai "Code Penal". Kodifikasi tersebut dibuat sekitar pada tahun 1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa di Negara Prancis, walaupun demikian pendudukan bangsa Prancis terhadap negara Belanda tak berlangsung lama. Adapun bangsa Prancis pun meninggalkan Negara Belanda sekitar pada tahun 1813, akan tetapi walaupun bangsa Prancis telah pergi Negara Belanda masih tetap mempertahankan Code Penal buatan dari bangsa Prancis sampai tahun 1886 yang pada saat itu memberlakukan Wetboek van Strafrecht (WvS) sebagai pengganti dari Code Penal Napoleon.

Setelah Prancis meninggalkan Belanda pada tahun 1813, Belanda mulai melakukan usaha pembaharuan hukum pidananya (code penal), hal mana Code Penal mengalami beberapa perubahan. Adapun perubahannya diutamakan pada ancaman pidana seperti peniadaan penyiksaan dan cap bakar yang kemudian diganti dengan pidana yang lebih lunak. Di masa itu, Belanda berusaha melakukan pembaharuan hukum pidana dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu selama 68 (enam puluh delapan) tahun yang kemudian pada akhirnya Belanda mengesahkan hukum pidananya yang baru dengan nama Wetboek van Strafrecht (WvS) sebagai penganti Code Penal Napoleon pada tahun 1881 dan mulai diberlakukan setelah 5 (lima) tahun kemudian yaitu pada tahun 1886.

Sebelum pengesahan Wetboek van Strafrecht (WvS) di Belanda pada tahun 1886, sebelumnya telah pernah diberlakukan di wilayah Hindia Belanda dengan nama Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Eropa) dengan Staatblad (Stb.) No. 55 tahun 1866 yang kemudian dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 januari 1867 dan bagi masyarakat bukan Eropa diberlakukan Wetboek van Strafrecht voor Inlender (Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pribumi) dengan Staatblad (Stb.) No. 85 tahun 1872 yang kemudian dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Januari 1873. Berdasarkan hal tersebut menandakan bahwa pada masa itu terdapat dualisme hukum pidana yang terdiri dari:
  1. Hukum Pidana bagi golongan Eropa; dan 
  2. Hukum Pidana bagi golongan Non-Eropa. 
Dualisme hukum pidana ini dirasakan oleh Idenburg (Minister van Kolonien) sebagai permasalahan yang harus dihapuskan, sehingga pada tahun 1915 keluarlah Koninlijk Besluit (Titah Raja) No. 33 tanggal 15 Oktober 1915 yang mengesahkan Wetboek van Strafrech voor Nederlandsch Indie yang mulai diberlakukan 3 (tiga) tahun kemudian yaitu pada tanggal 1 Januari 1918. Adapun masa sesudah kedatangan penjajahan belanda di bagi kedalam 5 (lima) periode atau masa, yang terdiri dari:
  1. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (1602-1799);
  2. Masa Besluiten Regeling (1864-1855);
  3. Masa Regeling Regelment (1855-1926);
  4. Masa Indische Staatregeling (1926-1942); dan
  5. Masa Pendudukan Jepang Tahun (1942-1945).

Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie Tahun 1602-1799
Vereenigde Oost Indische Compagnie disingkat VOC dimulai sejak tahun 1602 sampai tahun 1799, hal mana hukum pidana barat dimulai setelah negara Belanda datang ke negara Indonesia yang ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie. Adapun Vereenigde Oost Indische Compagnie merupakan kongsi dagang Belanda yang diberikan kekuasaan wilayah di negara Indonesia oleh pemerintah Belanda dengan diberikan hak keistimewaan berbentuk hak Octrooi Staten General yang meliputi:
  1. Monopoli pelayaran dan perdagangan;
  2. Mengumumkan perang
  3. Mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia; dan 
  4. Mencetak uang. 
Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, Vereenigde Oost Indische Compagnie memaksakan peraturan-peraturan yang dibawanya dari Eropa untuk kemudian ditaati oleh orang-orang pribumi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Gubernur Jendral Vereenigde Oost Indische Compagnie Pieter Both diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi di peradilan-peradilan adat. Adapun salah satu bentuk campur tangan Vereenigde Oost Indische Compagnie dalam hukum pidana adat yaitu Papakem Cirebon yang digunakan hakim dalam peradilan pidana adat. Pada tanggal 31 Desember 1799, Vereenigde Oost Indische Compagnie kemudian dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan pendudukan wilayah Nusantara diduduki oleh pemerintah Inggris dengan tidak mengadakan perubahan-perubahan dengan hukum yang sudah berlaku saat itu.

Masa Besluiten Regeling Tahun 1864-1855
Peraturan diserahkan sepenuhnya kepada raja yang merupakan penguasa muthlak bukan kepada kongsi dagang sebagaimana terjadi pada masa Vereenigde Oost Indische Compagnie dengan berdasarkan pada Besluiten Regeling. Hal tersebut diatur dan dimuat dalam ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Dasar Belanda (Grond Wet), dalam ketentuan pasal tersebut raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan sehingga sistem pemerintahan pada masa itu menggunakan Monarkhi Konstitusi. Raja berkuasa mutlak, namun kekuasaannya diatur dalam sebuah konstitusi, hal mana tetap memberlakukan peraturan yang berlaku pada masa kedatangan Inggris dan tidak mengadakan perubahan peraturan sampai terbentuknya kodifikasi hukum. Peraturan tersebut setelah Inggris meninggalkan Indonesia pada tahun 1810 dan negara Belanda kembali menduduki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Masa Regeling Reglement (RR) Tahun 1855-1926
Perubahan dalam Undang-Undang Dasar Belanda (Grond Wet), yakni perubahan sistem pemerintahan dari Monarkhi Konstitusi menjadi Monarkhi Parlementer, hal mana pada perubahan tersebut menyebabkan kekuasaan Raja Belanda terhadap daerah atau wilayah jajahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin berkurang. Dengan adanya perubahan dalam Undang-Undang Dasar Belanda (Grond Wet), penataan daerah jajahan tidak semata-mata ditentukan oleh raja saja melalui Koninklijk Besluit, akan tetapi harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di tingkat parlemen.

Masa Indische Staatregeling (IS) Tahun 1926-1942
Masa ini merupakan pembaharuan dari Regeling Regelment (RR) yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1926 dengan diundangkannya melalui Staatblad (Stb.) Nomor 415 tahun 1925 yang berdampak pada sistem hukum di Indonesia yang sudah semakin jelas sebagaimana disebutkan dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 131 Jo. Pasal 163 Indische Staatregeling (IS) yang mengatur tentang pembagian golongan atau kelompok penduduk Indonesia dengan ketentuan hukum yang berlaku yang kemudian memberikan dampak hukum pidana Belanda atau yang dikenal dengan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie (WvSNI) atau yang dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) masih dinyatakan berlaku atau tetap diberlakukan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Adapun pada ketentuan pasal ini juga sekaligus mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia semenjak diberlakukannya pada tanggal 1 Januari 1918.

Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945
Pada dasarnya hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia pada masa pendudukan Jepang tidak mengalami perubahan yang signifikan, hal mana pada saat itu pemerintahan bala tentara Jepang Dai Nippon memberlakukan kembali peraturan yang telah dibuat di jaman pemerintahan Belanda dahulu. Adapun pada masa tersebut, bangsa Indonesia telah mengenal dualisme hukum pidana. Hal ini dikarenakan pembagian wilayah Hindia Belanda dengan penguasaan militer yang tidak saling membawahi.


Masa Setelah Kemerdekaan, 
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, pemberlakuan hukum pidana di Indonesia dibagi menjadi 4 (empat) masa sebagaimana sejarah dalam tata hukum Indonesia yang didasarkan pada berlakunya 4 (empat) konstitusi Indonesia yaitu:
  1. Periode atau masa pasca kemerdekaan dengan Konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
  2. Periode atau masa setelah Indonesia menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS);
  3. Periode atau masa Indonesia menggunakan Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950); dan 
  4. Periode atau masa Indonesia kembali kepada Konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah panjang dengan mengalami penjajahan dari bangsa asing yang sangat lama, hal mana mempengaruhi tatanan hukum yang diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) khususnya terhadap hukum pidana sebagai hukum publik yang memiliki peranan penting dalam tatanan hukum bernegara sebagaimana peraturan dalam hukum pidana yang mengatur tatanan sosial yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Dengan mempelajari sejarah hukum kita akan mengetahui kapan, dimana dan bagaimana suatu hukum hidup dalam masyarakat, oleh karena itu sejarah hukum mempunyai pegangan penting untuk mengenal budaya dan pranata hukum.

Untuk mengisi kekosongan hukum pidana yang diberlakukan di Indonesia setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka dengan berdasarkan ketentuan Pasal II peraturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Wetboek van Strafrecht Nederlandsch Indie (WvSNI) tetap diberlakukan. Hal mana untuk pemberlakuannya menjadi hukum pidana Indonesia ini menggunakan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia. Dalam ketentuan yang diatur pada Pasal VI Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 disebutkan bahwa nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) diubah menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS) dan dapat disebut dengan “Kitab Undang-undang Hukum Pidana disingkat KUHP”.

Berdasarkan hal tersebut, pemberlakuan undang-undang ini tidak memberlakukan kembali peraturan-peraturan pidana yang dikeluarkan sejak tanggal 8 Maret 1942, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah jepang maupun oleh Panglima Tertinggi Hindia Belanda. Namun pada tahun 1946, muncul dualisme Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sehingga pada tahun 1958 dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1958 yang memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 bagi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Adapun runtutan sejarah terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia dapat diilustrasikan sebagai berikut:
  1. Pada tahun 1810 Code Penal diberlakukan di negara Prancis dengan selisih waktu 1 (satu) tahun;
  2. Pada tahun 1811 Code Penal diberlakukan di negara Belanda dengan selisih waktu 56 (lima puluh enam) tahun;
  3. Pada tahun 1867 Wetboek van Strafrecht voor Europeanen berlaku di wilayah Hindia Belanda dengan selisih waktu 6 (enam) tahun;
  4. Pada tahun 1873 Wetboek van Strafrecht voor Inlander berlaku di wilayah Hindia Belanda dengan selisih waktu 8 (delapan) tahun;
  5. Pada tahun 1881 Wetboek van Strafrecht (WvS) disahkan di negara Belanda dengan selisih waktu 5 (lima) tahun;
  6. Pada tahun 1886 Wetboek van Strafrecht (WvS) diberlakukan di negara Belanda dengan selisih waktu 29 (dua puluh sembilan) tahun;
  7. Pada tahun 1915 Wetboek van Strafrecht Nedherlands Indie (WvSNI) disahkan untuk wilayah Hindia Belanda dengan selisih waktu 3 (tiga) tahun;
  8. Pada tahun 1918 Wetboek van Strafrecht Nedherlands Indie (WvSNI) diberlakukan di wilayah Hindia Belanda dengan selisih waktu 28 (dua puluh delapan) tahun; 
  9. Pada tahun 1946 Wetboek van Strafrecht Nedherlands Indie (WvSNI) disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
Dengan demikian total selisih waktu terbentuknya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia yaitu selama 136 (seratus tiga puluh enam) tahun.

Demikian penjelasan singkat mengenai sejarah hukum pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya diperlukan untuk membantu kami lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: