BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Tinjauan Hukum mengenai Malpraktek Kedokteran

Tinjauan Hukum mengenai Malpraktek Kedokteran
Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis berdasarkan standar profesi medis atau dengan kata lain jika seorang dokter telah melakukan tindakan tidak sesuai dengan standar profesinya, maka dokter tersebut dianggap telah melakukan kesalahan (malpraktek) yang membuka kemungkinan bagi pasien atau keluarga pasien untuk mengadukan dokter tersebut ke pengadilan. 

Sedangkan jika dokter telah melakukan tindakan medis sesuai dengan standar profesinya, maka tidak ada lagi kekhawatiran bagi seorang dokter meskipun si pasien mengadukannya ke pangadilan sebab hakim pasti akan menganggap bahwa dokter tersebut tidak terbukti bersalah karena telah bertindak sesuai dengan standar profesinya.



Malpraktik kedokteran adalah dokter atau orang yang ada dibawah perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar hukum atau tanpa wewenang yang menimbulkan akibat (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik maupun mental dan atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter. Adapun melanggar hukum atau tanpa wewenang yang dimaksud dalam hal ini disebabkan oleh: 
  1. Tanpa informed consent atau di luar informed consent;
  2. Tanpa Surat Izin Praktek (SIP) atau tanpa Surat Tanda Registrasi (STR); dan/ atau
  3. Tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Mengenai pengertian malpraktek, isi serta batasan-batasannya belum diatur secara khusus dalam undang-undang, sehingga saat ini pengertian malpraktek, isi serta batasan-batasannya hanya berdasarkan pada pendapat para ahli hukum. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak memuat ketentuan tentang malpraktek kedokteran. 

Ketentuan pada Pasal 66 ayat (1) dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), artinya pasal ini hanya merujuk bagaimana seharusnya pasien melaporkan dokter apabila ada dugaan malpraktek medik. 

Ketentuan pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan meyebutkan bahwa setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/ atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Dalam undang-undang ini juga tidak menjelaskan ketentuan tentang malpraktek. Pasal tersebut hanya menyebutkan kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan saja yang tidak secara spesifik menjelaskan kesalahan atau kelalaian yang dimaksud.

Malpraktek medik yang menimbulkan cedera atau kerugian secara hukum terhadap pasien dapat minta pertanggungjawaban dokter dengan ketentuan adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien dan dokter telah menyalahi standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan. Adapun palpraktek yang sering dilakukan oleh petugas kesehatan (dokter dan dokter gigi) secara umum diketahui terjadi karena hal-hal sebagai berikut: 
  1. Dokter atau dokter gigi kurang menguasai praktik kedokteran yang sudah berlaku umum di kalangan profesi kedokteran atau kedokteran gigi;
  2. Memberikan pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi di bawah standar profesi;
  3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati; dan/ atau
  4. Melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan hukum.
Dalam hal malpraktek terbagi menjadi dua, yaitu bisa dikarenakan alasan wanprestasi ataupun karena Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Secara khusus letak sifat melawan hukum perbuatan dalam malpraktik dokter tidak selalu sama yang bergantung pada kasus posisi masing-masing terutama pada syarat-syarat yang menjadi penyebab timbulnya malpraktik kedokteran. 



Antara faktor syarat dengan faktor sebab mempunyai sedikit perbedaan yaitu apabila faktor syarat bisa berbeda-beda pasa setiap kasus malpraktek kedokteran sedangkan faktor sebabnya selalu sama yaitu timbulnya akibat yang merugikan pasien. Syarat-syarat yang merupakan perbuatan melawan hukum malpraktik kedokteran ialah sebagai berikut:
  1. Dilanggarnya standar profesi kedokteran;
  2. Dilanggarnya standar prosedur operasional;
  3. Dilanggarnya informed consent;
  4. Dilanggarnya rahasia dokter;
  5. Dilanggarnya kewajiban-kewajiban dokte;
  6. Dilanggarnya prinsip-prinsip professional kedokteran atau kebiasaan yang wajar di bidang kedokteran;
  7. Dilanggarnya nilai etika dan kesusilaan umum;
  8. Praktik dokter tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien; dan
  9. Dilanggarnya hak-hak pasien.
Terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan unsur yang terdapat dalam standar profesi kedokteran, yaitu : 
  1. Kewenangan;
  2. Kemampuan rata-rata; dan
  3. Ketelitian umum.
Kewenangan
Menurut sifatnya ada dua kewenangan yang harus dimiliki oleh dokter yaitu: 
  1. Pertama, kewenangan keahlian atau kewenangan materiil dimana menurut kewenangan ini seorang dokter harus memiliki keahlian sebagai seorang dokter; dan 
  2. Kedua, kewenangan formil yang artinya kewenangan ini berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa seorang dokter diwajibkan memiliki kedua kewenangan tersebut apabila ia ingin melakukan praktik kedokteran. Seorang dokter terlebih dahulu wajib memiliki kewenangan keahlian yang berarti ia harus menyelesaikan pendidikan kedokterannya. 

Selanjutnya dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 juncto Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 menyebutkan bahwa seorang dokter yang ingin melakukan praktek wajib memilik Surat Tanda Registrasi (STR) dan menurut Pasal 36 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 juncto Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 juga menyebutkan seorang dokter wajib memiliki Surat Izin Praktek (SIP). Berdasarkan ketentuan pasal tersebutlah yang dimaksud dengan kewenangan formil yang harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

Apabila salah satu kewenangan saja tidak terpenuhi maka bisa muncul suatu indikasi malpraktek kedokteran yang apabila sudah menimbulkan akibat kerugian bagi pasien atau keselamatan nyawanya itu bisa diduga melakukan malpraktek.

Kemampuan rata-rata
Kemampuan rata-rata meliputi kemampuan dalam knowledge, kemampuan dalam skill dan kemampuan dalam professional attitude. Kemampuan ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman yang dimiliki oleh dokter tersebut berdasarkan seberapa sering ia praktik, lamanya praktik, daerah praktik, fasilitas praktik dan lain-lain.

Ketelitian umum 
Dalam melaksanakan perjanjian terapeutik kewajiban seorang dokter ialah melakukan segala sesuatu dalam praktik kedokteran harus secara cermat, teliti, tidak ceroboh dan penuh dengan kehati-hatian.



Tujuan adanya standar profesi kedokteran ialah untuk melindungi masyarakat dari praktik dokter yang menyimpang. Sedangkan fungsinya adalah sebagai alat pengukur untuk menentukan benar tidaknya pelayanan medik yang diberikan oleh dokter kepada pasien serta untuk membuktikan ada tidaknya praktik yang menyimpang dari dokter selama memberikan pelayanan medik. Jadi untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan malpraktek bisa diliat dari standar profesi kedokteran apakah ia melakukan pelayanan medik sudah sesuai standar profesi kedokteran atau belum.

Kesalahan berdasarkan perbuatan melanggar hukum melahirkan pertanggungjawaban hukum, baik terhadap perbuatannya sendiri maupun terhadap perbuatan orang yang berada di bawah pengawasannya. Namun, untuk mengajukan gugatan berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum harus dipenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu:
  1. Pasien harus mengalami suatu kerugian;
  2. Ada kesalahan;
  3. Ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian; dan 
  4. Perbuatan itu melawan hukum. 
Menurut Ari Yunanto dan Helmi dalam Muhammad Afzal (Muhammad Afzal, "Perlindungan Pasien Atas Tindakan Malpraktek Dokter", JIME, Vol. III No. 1, April, 2017) menyatakan bahwa dalam sengketa medik, terdapat 2 (dua) hal mendasar, yaitu:
  1. Pertama, dari pihak pasien atau keluarga pasien yang kurang mengerti tentang tindakan atau prosedur medik yang kadang dapat menimbulkan resiko; dan
  2. Kedua, dari pihak dokter yang kurang komunikatif, tidak memberikan penjelasan yang kuat tentang penyakit ataupun tindakan medik yang dilakukannya
Adanya kesalahan medis (malpraktek medis) selalu diawali dengan 4 (empat) tahapan (Moh. Hatta, "Hukum Kesehatan dan Sengketa Medik", Yogyakarta, Liberty, 2013, hlm. 177),  yaitu:
  1. Adanya hubungan antara dokter dan pasien;
  2. Adanya standar kehati-hatian dan pelanggaran;
  3. Adanya kerugian pada pasien; dan
  4. Adanya hubungan kausal antara pelanggaran kehati-hatian dan kerugian yang diderita
Demikian penjelasan singkat mengenai Tinjauan Hukum mengenai Malpraktek Kedokteran yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan Sarannya dibutuhkan untuk menjadikan kami lebih baik dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: