BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Perlindungan Profesi Dokter

Perlindungan Profesi Dokter
Perkembangan ilmu hukum pidana dapat dipastikan bahwa hukum pidana yang berhubungan dengan kedokteran telah banyak mengandung aspek perlindungan kepada dokter. Sebagai contoh klasik adalah pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berhubungan dengan abortus provokatus medisinalis dan pemakaian alat kontrasepsi telah dinyatakan secara material tidak bertentangan dengan hukum atau asas utilitas dan opportunitas

Hukum dan perkembangan ilmu hukum selalu dapat memberikan perlindungan kepada semua pihak untuk mencapai keadilan hukum. Doktrin hukum kesehatan atau kedokteran dan penerapannya telah tumbuh maju, terutama mengenai:
  1. Tuntutan terhadap dokter atau petugas kesehatan yang menyangkut profesinya terlebih dahulu harus ditentukan melalui standard profesi untuk menuju kepada standard penegakan hukum yang benar dan adil; 
  2. Malpraktik di bidang kedokteran, pada dasarnya suatu pelanggaran hukum yang harus mengandung unsur alpa tingkat tertentu (gross alpa) dalam arti kelalaian besar yang diukur dari standar profesi dan standar penegakan hukum; 
  3. Pengembangan asas proporsional untuk menentukan kesalahan hukum di bidang kedokteran; 
  4. Tanggung jawab dokter atau petugas kesehatan dapat diperluas untuk kasus tertentu dengan vicarious liability dalam hubungan antara dokter dengan rumah sakit dan petugas kesehatan lainnya.
Beberapa hal yang menjadi perlindungan hukum terhadap dokter dalam menjalankan profesi kedokteran baik untuk menghindarkan diri dari tuntutan hukum dan alasan peniadaan hukuman terhadap dokter yang diduga melakukan malpraktek medis seperti perlindungan hukum terhadap Dokter dalam menjalankan profesi kedokteran yang apabila terjadi dugaan malpraktek terdapat dalam Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran, Pasal 24 Ayat (1), jo Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 29 Undang-Undang Kesehatan dan Pasal 24 Ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan. 

Adapun hal-hal yang harus dilakukan Dokter untuk menghindarkan diri dari tuntutan hukum, yakni sebagai berikut:
  1. Informed Consent; dan
  2. Rekam Medik.
Informed Consen 
Dalam menjalankankan profesinya, Informed Consent merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang dokter. Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang mengandung makna penjelasan atau keterangan (informasi) dan kata consent yang bermakna persetujuan atau memberi izin. Dengan demikian Informed Consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya setelah mendapat informasi tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta segala resikonya.

Rekam Medik
Selain Informed Consent, dokter juga berkewajiban membuat Rekam Medik dalam setiap kegiatan pelayanan kesehatan terhadap pasiennya. Pengaturan rekam medis terdapat dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Praktik Kedokteran. Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Rekam medis dibuat dengan berbagai manfaat yaitu untuk:
  1. Pengobatan pasien;
  2. Peningkatan kualitas pelayanan;
  3. Pendidikan dan penelitian;
  4. Pembiayaan; 
  5. Statistik kesehatan; dan
  6. Pembuktian masalah hukum, disiplin dan etik.
Adapun alasan peniadaan hukuman terhadap Dokter yang diduga melakukan Malpraktek Medis adalah sebagai berikut:
  1. Resiko Pengobatan;
  2. Kecelakaan Medik;
  3. Contribution Negligenc;
  4. Respectable Minority Rules & Error Of (in) Judgment;
  5. Volenti Non Fit Iniura atau Asumption of Risk; dan
  6. Res Ipsa Loquitur.
Resiko Pengobatan 
Menurut Danny Wiradharma resiko pengobatan terdiri dari:
  1. Resiko yang inheren atau melekat
    Setiap tindakan medis yang dilakukan dokter pasti mengandung resiko, oleh sebab itu dokter harus menjalankan profesi sesuai dengan standar yang berlaku. Resiko yang dapat timbul misalnya rambut rontok akibat kemoterapi dengan sitolatika.
  2. Reaksi Hipersentivitas
    Respon imun tubuh yang berlebihan terhadap masuknya benda asing (obat) sering tidak dapat diperkirakan terlebih dahulu.
  3. Komplikasi yang terjadi tiba-tiba dan tidak bisa diduga sebelumnya
    Seringkali terjadi bahwa prognosis pasien tampak sudah baik, tetapi tiba-tiba keadaan pasien memburuk bahkan meninggal tanpa diketahui penyebabnya misalnya terjadinya emboli air ketuban.
Kecelakaan Medik 
Kecelakaan medik sering dianggap sama dengan malpraktek medik karena keadaan tersebut menimbulkan kerugian terhadap pasien. Dua keadaan tersebut seharusnya dibedakan karena dalam dunia medis, dokter berupaya untuk menyembuhkan bukannya merugikan pasien. Apabila terjadi kecelakaan medik, pertanggungjawaban dokter mengarah kepada cara bagaimana kecelakaan tersebut terjadi atau dokter harus membuktikan terjadinya kecelakaan tersebut.

Contribution Negligence 
Dokter tidak dapat dipersalahkan apabila dokter gagal atau tidak berhasil dalam penanganan terhadap pasiennya apabila pasien tidak menjelaskan dengan sejujurnya tentang riwayat penyakit yang pernah dideritanya serta obat-obatan yang pernah digunakannya selama sakit atau tidak mentaati petunjuk-petunjuk serta instruksi dokter atau menolak cara pengobatan yang telah disepakati. Hal ini dianggap sebagai kesalahan pasien yang dikenal dengan istilah contribution negligence atau pasien turut bersalah. Kejujuran serta mentaati saran dan instruksi dokter ini dianggap sebagai kewajiban pasien terhadap dokter dan terhadap dirinya sendiri.

Respectable Minority Rules & Error of (in) Judgment 
Bidang kedokteran merupakan suatu bidang yang sangat komplek seperti dalam suatu upaya pengobatan sering terjadi ketidaksepakatan atau pendapat yang sama tentang terapi yang cocok terhadap suatu situasi medis khusus. Ilmu medis adalah suatu seni dan sains di samping teknologi yang dimatangkan dalam pengalaman. Maka dapat saja cara pendekatan terhadap suatu penyakit berlainan bagi dokter yang satu dengan yang lain. Namun tetap harus berdasarkan ilmu pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan keadaan di atas munculah suatu teori hukum oleh pengadilan yang disebut respectable minority rule, yaitu seorang dokter tidak dianggap berbuat lalai apabila ia memilih dari salah satu dari sekian banyak cara pengobatan yang diakui. Kekeliruan dokter memilih alternatif tindakan medik pada pasiennya maka muncul teori baru yang disebut dengan error of (in) judgment atau biasa disebut juga dengan medical judgment atau medical error, yaitu pilihan tindakan medis dari dokter yang telah didasarkan pada standar profesi ternyata pilihannya keliru.

Volenti Non Fit Iniura
Volenti non fit iniura atau asumption of risk merupakan doktrin lama dalam ilmu hukum yang dapat pula dikenakan pada hukum medis, yaitu suatu asumsi yang sudah diketahui sebelumnya tentang adanya resiko medis yang tinggi pada pasien apabila dilakukan suatu tindakan medis padanya. Apabila telah dilakukan penjelasan selengkapnya dan ternyata pasien atau keluarga setuju (informed consent) apabila terjadi resiko yang telah diduga sebelumnya, maka dokter tidak dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan medisnya. Selain itu doktrin ini dapat juga diterapkan pada kasus pulang paksa (pulang atas kehendak sendiri walaupun dokter belum mengizinkan), maka hal semacam itu membebaskan dokter dan rumah sakit dari tuntutan hukum.

Res Ipsa Loquitur 
Doktrin res ipsa loquitur ini berkaitan secara langsung dengan beban pembuktian (onus, burden of proof), yaitu pemindahan beban pembuktian dari penggugat (pasien atau keluarganya) kepada tergugat (tenaga medis). Terhadap kelalaian tertentu yang sudah nyata dan jelas sehingga dapat diketahui seorang awam atau menurut pengetahuan umum antara orang awam atau profesi medis atau kedua-duanya bahwa cacat, luka, cedera atau fakta sudah jelas nyata dari akibat kelalaian tindakan medik dan hal semacam ini tidak memerlukan pembuktian dari penggugat akan tetapi tergugatlah yang harus membuktikan bahwa tindakannya tidak masuk kategori lalai atau keliru.

Perlindungan hukum terhadap dokter atau petugas kesehatan dari bahaya penyakit menular juga perlu dikembangtumbuhkan sehingga mereka dapat berusaha menjaga diri dari risiko tinggi penularan penyakit, terutama dokter gigi, dokter bedah, dan dokter kebidanan berisiko tinggi terkena penyakit menular. Semakin maju masyarakat suatu negara, akan semakin tinggi tanggung jawab pelayanan kesehatan yang rasional dan penyelenggaraan kesehatan harus semakin dilaksanakan secara proporsional. 

Demikian penjelasan singkat mengenai Perlindungan Profesi Dokter yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami untuk menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: