BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Pengamalan Kode Etik Kedokteran Indonesia

Pengamalan Kode Etik Kedokteran Indonesia
Agar dokter dapat berperilaku sesuai dengan pedoman yang tertuang di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tersebut, maka dokter harus memahami pasal-pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia agar bisa diamalkan dengan baik sebagaimana penjelasan di bawah ini:

Pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dokter".
Lafal sumpah dokter yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1960 telah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan berdasarkan Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran Ke-2 yang diselenggarakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 14-16 Desember 1981 di Jakarta. Adapun lafal sumpah dokter tersebut berbunyi Demi Allah saya bersumpah atau berjanji bahwa: 
  1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan;
  2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran; 
  3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter; 
  4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat; (
  5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter; 
  6. Saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan peri kemanusiaan, sekali pun diancam; 
  7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita; 
  8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita; 
  9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan; (
  10. Saya akan memberikan kepada guru-guru dan bekas guruguru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya; 
  11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan; 
  12. Saya akan menaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia; 
  13. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi".
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya harus dapat dipertanggung jawabkan, baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kemampuan kepada dirinya untuk memberikan pengobatan kepada pasien. 

Melakukan profesi dengan standar tertinggi, artinya seorang dokter hendaknya memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilum pengetahuan dan teknologi kedokteran mutakhir dengan berlandaskan kepada etik kedokteran, hukum dan agama. Upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter hendaknya merupakan upaya yang sesuai standar dan dilakukan dengan bersungguh-sungguh oleh dokter.

Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi". 
Pengertian Pasal 3 ini mengandung makna bahwa kedokteran sebagai profesi luhur harus selalu dijaga keluhurannya dengan perilaku dokter yang senantiasa berorientasi kepada pengabdian, mengutamakan kepada kebebebasan dan kemandirian profesi, tidak berorientasi kepada jasa semata. Walaupun di dalam menjalankan pekerjaannya, dokter boleh menarik imbalan tetapi profesi dokter harus lebih mengutamakan panggilan kemanusiaan dengan mengutamakan keselamatan pasien dengan mengesampingkan keuntungan pribadi seandainya pasien tidak mampu memberikan imbalan yang ditentukan oleh ikatan profesi. 

Orientasi yang lebih mengarah kepada keuntungan pribadi akan mengurangi kebebasan dan kemandirian dokter dalam menjalankan profesinya sehingga dapat menimbulkan perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang pengemban profesi. Beberapa contoh perbuatan yang tidak terpuji tersebut antara lain: 
  1. Tarif dokter yang tidak wajar dan tidak melihat kemampuan pasien;
  2. Memberi resep kepada pasien berdasar sponsor dari pabrik obat; 
  3. Melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien (sejak diundangkannya Undang-Undang Praktik Kedokteran, hal ini termasuk di dalam tindak pidana); 
  4. Menganjurkan pasien berobat berulang (kontrol ke dokter) tanpa indikasi yang jelas; 
  5. Merujuk pasien karena mendapat imbalan dari dokter ahli tempat ia merujuk; 
  6. dan sebagainya. 
Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keterampilan kedokteran dalam segala bentuk tanpa kebebasan profesi merupakan perbuatan tercela yang melanggar kode etik kedokteran. Dalam melakukan praktik kedokteran, dasar pertimbangan penerapan pengetahuan dan keterampilan adalah standar profesi. Pemeriksaan laboratorium tanpa indikasi yang jelas memasukkan ke rumah sakit karena adanya imbalan dari rumah sakit merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang tidak mengacu kepada kebebasan profesi. Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam pengamalan Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia ini antara lain:
"Menerima imbalan hendaknya secara layak, sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan, sepengetahuan dan/ atau kehendak pasien".
Salah satu hak dokter di dalam pelayanan kesehatan adalah menerima imbalan jasa dari pasien yang diobatinya. Namun karena hakikat pertolongan dokter adalah panggilan kemanusiaan, imbalan jasa yang diminta kepada pasien hendaknya selalu dilandasi dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
  1. Dokter harus menilai kemampuan pasien yang dirawatnya dengan melihat latar belakang sosial ekonomi pasien, rumah sakit dan kelas tempat pasien dirawat, biaya yang dikeluarkan pasien atas tanggungan pribadi atau perusahaan, dan sebagainya;
  2. Pelayanan kedokteran yang bersifat spesialistik dengan menggunakan alat canggih, panggilan ke rumah pasien, pemeriksaan dan tindakan terhadap pasien pada malam hari atau hari libur, bisa saja menjadi dasar menarik jasa lebih tinggi. Walaupun demikian kemampuan pasien harus senantiasa dipertimbangkan dalam menentukan jasa yang lebih dari biasanya tersebut. Terutama dalam hal pertolongan pertama pada kecelakaan, dokter sebaiknya memberikan keringanan terhadap beban biaya pasien;
  3. Terhadap teman sejawat (termasuk dokter gigi), mahasiswa kedokteran, paramedis dan beberapa pasien yang perlu pertimbangan khusus misalnya : apoteker, pemuka agama, sarjana kesehatan masyarakat, dan sebagainya sebaiknya dokter tidak menarik honorarium.
Pasal 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri".
Seorang dokter yang mempromosikan dirinya sebagai dokter yang lebih kompeten dari teman sejawatnya yang lain merupakan salah satu bentuk perbuatan yang bersifat memuji diri yang tidak patut dilakukannya. Dokter hendaknya sadar bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya adalah sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak pada tempatnya kalau karunia ini dilakukan dengan menyombongkan dirinya. 

Semua kemampuan yang ada pada diri manusia termasuk kemampuan seorang dokter semuanya terjadi hanya karena ijin Allah SWT semata. Seorang dokter hanya manusia biasa yang apabila Allah SWT menghendakinya dapat mencabut kemampuan yang dimilikinya dan tiada seorang dokter pun yang dapat mencegahnya. 

Pasal 5 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik, hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien".
Dalam memberikan nasihat kepada pasien, dokter harus melakukan pendekatan secara holistik. Dokter harus mampu memberikan keyakinan kepada pasien bahwa dirinya akan sembuh dengan mengalihkan kecemasan pasien ke arah optimisme walaupun penyakit pasien menurut pengetahuan kedokteran tidak ada harapan untuk bisa disembuhkan. 

Dokter harus selalu ingat bahwa yang menyembuhkan adalah Tuhan yang Maha Menyembuhkan, bukan dokter. Dokter hanya melakukan upaya penyembuhan. Tidak pada tempatnya tatkala dokter menghadapi pasien kanker stadium lanjut kemudian menyatakan kepada pasien bahwa umur pasien tinggal beberapa bulan lagi. 

Hal demikian bertentangan dengan ajaran agama, hanya Tuhanlah yang menentukan umur manusia dan saat ajalnya. Sebaiknya dokter tidak mendahului takdir dengan pernyataan tentang umur pasien dan pada pasien semacam ini dokter diharapkan dapat menumbuhkan semangat pasien agar selalu mohon kepada Tuhan agar diberikan kekuatan dalam menghadapi penyakitnya dan diberikan kesembuhan. 

Pasal 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”. 73 Dalam memberikan pengobatan kepada pasien, dokter harus berhati-hati bila akan menggunakan obat-obatan yang baru ditemukan. Sebagai contoh adalah kasus pemberian thalidomide kepada ibu hamil yang pada akhirnya ternyata menimbulkan cacat pada janin. Demikian juga ditariknya enterovioform dari peredaran merupakan contoh obat yang harus diwaspadai penggunaannya dalam praktik kedokteran. 

Pasal 7 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya". 
Tidak jarang terjadi di dalam praktik ada seseorang yang datang ke tempat praktik minta dibuatkan surat keterangan sakit oleh dokter karena beberapa hari ia tidak masuk kerja. Dalam hal demikian, bila memang orang tersebut tidak menderita sakit sebaiknya dokter tidak memberikan surat keterangan sakit agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. 

Sebagai ahli di bidang kesehatan, kadang-kadang keterangan dokter juga diperlukan di dalam proses peradilan sebagai alat bukti keterangan ahli. Bila ini dialami oleh dokter, maka dokter yang bersangkutan harus benar-benar obyektif dalam memberikan keterangan keahlian terutama pada saat memberikan keterangan keahlian yang berkaitan dengan tuduhan tindak pidana malpraktik. Memberikan keterangan yang bersifat melindungi teman sejawat yang bersalah melakukan pelayanan substandar, merupakan pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan dapat mengakibatkan dokter yang memberikan keterangan tersebut ikut terkena tuntutan pidana

Pasal 7a Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia".
Memberikan pelayanan medis merupakan amanah yang harus dilakukan oleh seorang dokter yang harus dipertanggungjawabkannya kepada Tuhan yang mengaruniai ilmu kepada dirinya. Agar dokter memperoleh balasan surga yang kekal di akhirat kelak, maka profesi mengamanahkan kepada dokter untuk memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya sebagai tanggung jawab kepada Tuhan disertai rasa kasih sayang dan penghormatan kepada pasien yang diobatinya.

Pasal 7b Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien". 
Dalam melaksanakan pelayanan medis, etika kedokteran mewajibkan seorang dokter untuk bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien. Ilustrasi kasus berikut dapat memperjelas maksud dari sikap jujur dalam pasal di atas: 

Seorang pasien menderita benjolan pada payudaranya yang didiagnosa oleh dokter A sebagai fibroadenoma. Dokter A menganjurkan agar penyakit tersebut diambil dengan jalan tindakan pembedahan (operasi). Pasien tidak berani melakukan operasi, lalu pasien memutuskan untuk pindah ke dokter B. Pasien menceriterakan keadaan dirinya kepada dokter B yang dijawab oleh dokter B dengan anjuran agar pasien secara rutin datang memeriksakan dirinya setiap bulan ke dokter B, barangkali penyakitnya bisa sembuh tanpa operasi. Pasien merasa lebih percaya kepada dokter B dan memutuskan untuk dirawat dokter B dengan melakukan kontrol secara rutin kepada dokter B yang tentunya dengan menyediakan biaya pengobatan setiap kali ia memeriksakan diri kepada dokter B. Dalam hal semacam ini, tindakan dokter B menunjukkan sikap yang tidak jujur kepada pasien dan dapat dimasukkan dalam kategori penipuan terhadap pasien tersebut. Bila teman sejawat mengetahui hal semacam ini terjadi, maka menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7b, dokter mempunyai kewajiban untuk mengingatkan perbuatan dokter B tersebut.

Seorang dokter yang mengetahui teman sejawatnya mempunyai kekurangan dalam kompetensi yang dimiliki juga diwajibkan untuk mengingatkan teman tersebut. Sebagai contoh misalnya, seorang dokter ahli bedah melakukan operasi appendectomy (pengangkatan usus buntu). Ternyata karena Dokter Spesialis Bedah yang mengobati pasien tersebut kurang terampil dan usus buntu melekat dengan jaringan sekitar, Dokter Spesialis Bedah yang bersangkutan tidak berhasil mengangkat usus buntu, kemudian luka operasi ditutup kembali. 

Tindakan Dokter Spesialis Bedah semacam ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 7b yang juga wajib untuk diingatkan oleh teman sejawat yang lain. Bila pasien mengetahui hal ini dan menuntut, maka Dokter Spesialis Bedah dapat terkena sanksi pidana berdasarkan Pasal 79 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran yang mewajibkan Dokter Spesialis Bedah merujuk kepada yang lebih ahli dalam hal ia tidak mampu melakukannya.

Apalagi jika terjadi penyulit yang membahayakan jiwa pasien sebagai akibat kegagalan pengangkatan usus buntu yang mengalami infeksi tersebut yang kemudian berakhir dengan kematian pasien. Dokter Spesialis Bedah yang bersangkutan dapat terkena perbarengan Pasal 359 KUHP dan Pasal 79 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran yang sebenarnya bermula dari ketidaktaatan Dokter Spesialis Bedah kepada ketentuan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Pasal 7c Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien".
Ketentuan dalam Pasal 7 huruf c Kode Etik Kedokteran Indonesia ini juga perlu dicermati oleh seorang dokter terutama hak pasien dalam menentukan dirinya sendiri dalam bentuk melakukan persetujuan tindakan medik. Tindakan dokter yang dilakukan terhadap diri pasien haruslah sepengetahuan dan mendapatkan persetujuan dari pasien yang paling berhak atas tubuhnya. Demikian juga tentang kewajiban menjaga kepercayaan pasien. 

Pasal 7d Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani".
Kewajiban melindungi hidup makhluk insani juga tercantum di dalam Lafal Sumpah Dokter butir 9 yang telah diucapkan pada saat seorang dokter telah menyelesaikan studinya. Bahkan di dalam lafal sumpah tersebut, perlindungan terhadap hidup makhluk insani harus dilakukan oleh dokter sejak saat pembuahan. Oleh karena itu, pengakhiran kehamilan pada usia kehamilan kapan pun tanpa indikasi medis yang jelas merupakan pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia dan juga lafal sumpah dokter. Walaupun perbuatan dokter selamat dari sanksi pidana, akan tetapi seorang dokter yang mempunyai hati nurani dan setia kepada profesi luhur kedokteran, tentu tidak mungkin akan berani melakukan aborsi dan sejenisnya yang akan mengakibatkan berakhirnya hidup seorang calon manusia. 

Pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus mengutamakan atau mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya".
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai tenaga profesional di bidang kesehatan, dokter diharapkan mampu untuk menggerakkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan tersebut melalui semua aspek pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 

Pasal 9 Kode Etik Kedokteran Indonesia 
"Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati".
Pemecahan masalah di bidang kesehatan tidak mungkin bisa berhasil bila hanya ditangani oleh satu disiplin ilmu saja. Suksesnya program Keluarga Berencana (KB) dan menurunnya angka kematian ibu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non medis terutama faktor sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu dalam menyehatkan masyarakat, dokter harus bisa mendidik masyarakat dengan menjalin kerja sama dengan tokoh-tokoh masyarakat maupun pejabat yang dapat memberikan bantuan dalam mengubah paradigma yang terkait dengan faktor-faktor non medis tersebut. 

Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut".
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, dokter harus berupaya untuk mengusahakan kesembuhan pasiennya dengan segala ilmu dan keterampilan yang dimilikinya dengan tulus ikhlas. Tatkala ia tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan, maka ia harus segera merujuk pasien kepada sejawat yang memiliki kemampuan atau keahlian yang lebih baik. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang menentukan bahwa merujuk pasien merupakan kewajiban dokter yang tercantum di dalam Pasal 51 huruf b yang bila tidak dilakukan, dokter yang bersangkutan dapat terkena ancaman sanksi pidana berdasar Pasal 79 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran. 

Pasal 11 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan/atau dalam masalah lainnya".
Untuk memberikan ketenangan kepada pasien yang mungkin memerlukan pendampingan keluarga ataupun penasihat agama, dokter hendaknya tidak menghalangi keinginan pasien tersebut. Hal ini mungkin akan dapat membantu mempercepat kesembuhan pasien dengan adanya rasa nyaman dan tenang selama dalam pengobatan di rumah sakit yang pada umumnya dirasakan sebagai penderitaan bagi pasien. Terutama untuk pasien-pasien kronis ataupun pasien dalam keadaan gawat yang mempunyai harapan kesembuhan yang sangat tipis. 

Pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia".
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya merupakan kewajiban dokter yang selain tertuang dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia juga tercantum dalam Pasal 51 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran. Bila kewajiban ini dilanggar, maka dokter dapat dikenakan sanksi ancaman pidana berdasar Pasal 79 huruf e Undang-Undang Praktik Kedokteran maupun Pasal 322 KUHP. 

Pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas peri kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya".
Apabila seseorang mengalami kecelakaan atau sakit mendadak, dokter wajib memberikan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan kalau dia mempunyai kemampuan untuk itu. Pasal 51 huruf d Undang-Undang Praktik Kedokteran memberikan kewajiban yang sama dengan Pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia terutama bagi dokter yang telah mempunyai Surat Izin Praktik sebagai syarat yang memberikan legitimasi kepada dokter untuk melakukan praktik kedokteran sehingga pelanggaran terhadap Pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia identik dengan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana berdasar Pasal 79 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran. 

Pasal 14 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan". 
Di antara sesama sejawat dokter hendaknya terjalin rasa kebersamaan, kekeluargaan dan keakraban sehingga dapat saling membantu, saling mendukung dan saling bekerja sama dalam menjalankan profesinya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Merupakan perbuatan yang tidak etis bila seorang dokter menyingkirkan teman sejawatnya karena khawatir mengurangi jumlah pasien yang berobat kepadanya. Dalam memberikan second opinion terhadap pasien, hendaklah dokter tetap memperhatikan kesejawatan sebagaimana kalau dia mengalami hal yang sama. 

Pasal 15 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis".
Kadang-kadang karena ketidaksabaran pasien, ia mengambil sikap untuk pindah berobat kepada dokter lain seperti contoh kasus seorang pasien umur 25 tahun dengan keluhan tumor payudara sebelah kanan berobat di rumah sakit yang tidak memiliki spesialis bedah. Dia ditangani seorang spesialis bedah A sebagai dokter tamu di rumah sakit tersebut. Pada saat dilakukan tindakan operasi pengambilan tumor oleh dokter A, dokter yang bersangkutan menemukan beberapa benjolan di samping benjolan tersebut yang diduga sebagai suatu keganasan. 

Dokter memutuskan untuk mengambil sebagian benjolan dan meninggalkan benjolan lainnya sambil menunggu hasil pemeriksaan patologi anatomi yang terpaksa dikirim ke daerah lain karena rumah sakit tersebut tidak memiliki dokter ahli patologi anatomi karena jumlah pasien yang ditangani cukup banyak, dokter A lupa memantau pasien tersebut sementara pasien tetap memeriksakan dirinya di rumah sakit itu dengan keluhan masih ada benjolan di tempat dilakukan operasi. 

Dokter yang melakukan pemeriksaan di poliklinik tidak mengkonsultasikan kepada dokter A. Pasien merasa tidak puas kemudian pindah berobat kepada dokter B yang memutuskan untuk melakukan operasi karena masih adanya benjolan di payudara tanpa mengkonfirmasikan hal tersebut kepada dokter A. Kejadian ini mengakibatkan pasien dan keluarga melakukan tuntutan ganti kerugian kepada dokter A. Tindakan Dokter B ini melanggar Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang mengakibatkan kerugian bagi teman sejawatnya. 

Pasal 17 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik".
Dokter harus bisa memberikan keteladanan kepada pasien dalam menjaga kesehatan dengan memelihara kesehatannya sendiri. Kesibukan kerja tanpa memperhatikan kesehatan diri sendiri akan menyebabkan dokter tidak dapat bekerja dengan baik sehingga tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan secara optimal. 

Pasa1 18 Kode Etik Kedokteran Indonesia
"Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/ kesehatan".
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi merupakan kewajiban dokter yang tercantum dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran Pasal 51 huruf e. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi pidana Pasal 79 huruf e Undang-Undang Praktik Kedokteran. Walaupun pelanggaran beberapa pasal dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia sudah diberikan sanksi yang tercantum dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran, sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia juga seyogyanya juga ditambahkan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia agar dapat ditaati oleh anggotanya.

Demikian penjelasan singkat mengenai Pengamalan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: