BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Latar Belakang Timbulnya Malpraktik

Latar Belakang Timbulnya Malpraktik
Pelayanan kesehatan sebagai kegiatan utama rumah sakit menempatkan dokter dan perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat hubungannya dengan pasien dalam penanganan penyakit (Sri Praptianingsih, "Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit, Raja Grafindo Persada", Jakarta, 2006, hlm. 3). Pelayanan kesehatan pada dasarnya memiliki tujuan untuk melaksanakan pencegahan dan pengobatan penyakit termasuk di dalamnya pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan kesembuhan. 

Perkembangan dan penemuan peralatan medik yang canggih dan kompleks mulai banyak dipergunakan di rumah sakit modern. Begitu pula dengan perkembangan pengetahuan cara bagaimana menyembuhkan suatu penyakit menimbulkan suatu pandangan umum seolah-olah dokter dapat menyembuhkan segala penyakit (J. Guwandi, "Dugaan Malpraktek Medik & Draft RPP : Perjanjian Terapetik antara Dokter dan Pasien", Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 14). Akhirnya pasien menjadi sangat tergantung pada penyembuhan yang dilakukan oleh dokter. 

Hubungan antara dokter dengan pasien (penderita) menurut hukum merupakan suatu hubungan perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), artinya dokter akan berusaha sebaik mungkin dalam memberi jasa pengobatan kepada pasien, tetapi dokter tidak menjamin akan selalu berhasil dalam memberikan jasa pengobatan (R. Soeraryo Darsono, "Etik, Hukum Kesehatan Kedokteran (Sudut Pandang Praktikus)", Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, 2004, hlm. 69).

Dalam hubungan antara dokter dan pasien terjadi transaksi terapeutik, artinya masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien. Pelayanan medis ini dapat berupa penegakan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk kesembuhan pasiennya (M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, "Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan", EGC, Jakarta, 1999, hlm. 87). 

Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi, yaitu kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya (Anny Isfandyarie, "Malpraktek & Resiko Medik", hlm. 28 dan 29).

Namun adakalanya hasil yang dicapai tidak sesuai dengan harapan masing-masing pihak. Dokter tidak berhasil menyembuhkan pasien, adakalanya pasien menderita cacat bahkan sampai terjadi kematian dan tindakan dokterlah yang diduga sebagai penyebab kematian tersebut. Dalam hal terjadi peristiwa yang demikian, dokter sering kali dituduh melakukan kelalaian yang pada umumnya dianggap sebagai malpraktik. 

Agar dokter terhindar dari tindakan medik yang dapat membahayakan jiwa pasien, maka perlu kiranya mempertimbangkan pendapat Berkhouwer dan Vorstman dalam bukunya De Aansprakelijkheid van de Medicus voor Berepsfouten (D. Veronica Komalawati, hlm. 120) yang mengungkapkan sebagai berikut: 
De geneesheer begaat een beroepsfout, dan wanneer hij niet onderzoekt, niet oordeelt, niet doen of niet nalaat, datgene, wat goede medici in het algelneen, ander dezelfde amstandigheden zouden onderzoekoen, oordelen, doen of nalaten".
Terjemahan bebas:
"Seorang dokter melakukan kesalahan profesional apabila ia tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau mengabaikan hal-hal yang oleh para dokter pada umumnya dianggap baik dalam situasi yang sama diperiksa, dinilai, diperbuat atau diabaikan" .
Hubungan dokter dan pasien tidak semata-mata merupakan hubungan pemberian jasa pada umumnya karena kedua belah pihak tidak dalam kondisi yang sama. Pasien dalam keadaan sakit memerlukan pelayanan seorang dokter yang baik dan bijaksana yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien. Oleh karena itu, diharapkan dokter mempunyai sifat mendasar yang melekat secara mutlak yang berupa suatu kemurnian niat, kesungguhan kerja, kerendahan hati, serta integritas ilmiah dan sosial yang tidak diragukan. Sikap dokter yang terlalu lugas dan kaku akan membuat pasien merasa tidak aman (insecure) yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis yang diberikannya.

Ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis yang diberikan dokter untuk menolong atau menyelamatkan pasien dari penderitaannya atau akibatnya yang dapat menyebabkan kematian yang sebelumnya tidak diberitahukan kepadanya dapat dijadikan dasar untuk menuntut ganti rugi kepada dokter. Meskipun upaya medis itu, berhasil menyelamatkan pasien dari akibat yang lebih parah atau yang dapat menyebabkan kematian.

Untuk menghindari ketidakpuasan pasien, dokter seyogyanya memberikan penjelasan (informed consent) yang selengkap-lengkapnya tentang penyakit pasien dan kemungkinan-kemungkinan resiko yang terjadi yang akan dialami pasien selama prosedur pengobatan berlangsung. Di samping upaya maksimal yang dilakukannya yang harus sesuai dengan standar profesi medis dalam bidang keahliannya. Keluhan-keluhan yang sering disampaikan publik sebagai bentuk-bentuk malpraktik (Anny Isfandyarie,  hlm. 30), yakni antara lain:
  1. Pelayanan medis yang lambat, baik oleh dokter, pihak rumah sakit maupun klinik; 
  2. Biaya perawatan yang terlalu membebani (berat); 
  3. Penolakan pasien oleh rumah sakit karena tidak mampu membayar uang muka; dan
  4. Kecenderungan rumah sakit maupun dokter untuk melakukan pemeriksaan atau tindakan yang dinilai pasien tidak diperlukan.
Seiring dengan peningkatan kesadaran hukum masyarakat yang makin menyadari haknya, tuntutan malpraktik ini semakin sering dijumpai. Bahkan di negara-negara maju, tiga dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan ketidaklayakan dalam praktik yang akhir-akhir ini tuntutan-tuntutan tersebut juga mulai marak di Indonesia, yaitu:
  1. Spesialis Bedah yang terdiri dari:
    • Ahli bedah tulang;
    • Ahli bedah plastik; dan 
    • Ahli bedah syaraf.
  2. Spesialis Anestesi serta spesialis kebidanan; dan
  3. Spesialis Penyakit kandungan.
Demikian penjelasan singkat mengenai Latar Belakang Timbulnya Malpraktik yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.

Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: