BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sifat Hukum Acara Perdata

Sifat Hukum Acara Perdata
Sifat hukum acara perdata di Indonesia seyogianya harus sesuai dengan sifat cara orang Indonesia dalam memohon peradilan yang pada umumnya sangat sederhana sebagaimana tulisan Penulis sebelumnya pada Pengertian Hukum Acara Perdata yang pada dasarnya seseorang dapat mengajukan gugatan atau perkaranya ke pengadilan begitu saja dikarenakan merasa haknya telah dilanggar oleh orang atau pihak lain. 

Keinginan orang yang demikian itu merupakan hal yang sederhana akan tetapi tidak dapat terpenuhi secara mudah dikarenakan ketentuan dalam peraturan-peraturan acara perdata sangat mengikat para pencari keadilan, bahkan mungkin bagi pencari keadilan aturan tersebut merupakan hambatan atau rintangan bagi mereka untuk memperoleh keadilan di muka persidangan.

Hukum acara yang sangat mengikat (formalistis) sebagaimana dianut dalam Rechtreglement voor de Buitengewesten (BRv) atau hukum acara perdata bagi raad van justitie akhirnya juga dirasakan oleh orang-orang Belanda sendiri dikarenakan hal tersebut tidak memuaskan sehingga di Negara Belanda cara tersebut mendapat tentangan keras oleh aliran yang menghendaki penyederhanaan hukum acara perdata. 

Oleh karena itu, sangatlah keliru apabila bangsa Indonesia akan menerapkan ketentuan-ketentuan yang sangat mengikat dalam mengatur acara perdata sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata bagi raad van justitie.

Tampaknya para pembuat undang-undang menyadari sepenuhnya perihal kesederhanaan tersebut, hal mana terbukti dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kekuasaan Kehakiman sejak pertama kali dikeluarkan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan bahwa:
"peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan."
Sebagaimana penjelasan undang-undang tersebut di atas, adapun yang dimaksud dengan "sederhana" dalam rumusan pasal tersebut di atas adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif. 

Sedangkan yang dimaksud dengan "cepat" dalam pasal tersebut di atas yaitu berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak panjang atau berlarut-larut sebagaimana istilah yang dikenal yaitu justice delayed justice denied yang memberikan makna bahwa proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak yang bersengketa

Sementara itu, adapun yang dimaksud dengan "biaya ringan" adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat, akan tetapi dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak pula mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan walaupun menggunakan asas sederhana cepat dan biaya ringan. 

Demikian pula ketentuan yang dimuat dan diatur pada Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan bahwa:
"Dalam perkara perdata pengadilan membantu dengan sekuat tenaga para pencari keadilan dan berusaha sekeras - kerasnya supaya segala hambatan dan rintangan untuk peradilan yang cepat, sederhana, dan murah disingkirkan.”
Meskipun dengan kata-kata yang sedikit diubah, perubahan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kekuasaan Kehakiman dari tahun ke tahun hingga yang terakhir ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sifat kesederhanaan tersebut selalu ditampilkan. 

Sebenarnya, sifat kesederhanaan tersebut memang sejak awal telah diwujudkan dalam hukum acara perdata dalam hal ini Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang hingga kini tetap dipertahankan sebagaimana contoh bentuk pengajuan gugatan merupakan suatu permohonan kepada hakim (vide: Pasal 118 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement) dan ini telah sesuai dengan sifat bangsa Indonesia yang dalam mengajukan perkara ke pengadilan adalah mohon keadilan kepada negara.

Selain itu, juga adanya kewajiban pada hakim untuk sekuat tenaga mengusahakan perdamaian dalam penyelesaian perkara di pengadilan (vide: Pasal 130 Herzien Inlandsch Reglement) sesuai dengan jiwa Pancasila yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah dan mufakat. 

Demikian pula sistem pemeriksaan langsung terhadap para pihak beperkara atau wakil mereka yang pada prinsipnya dilakukan secara lisan sesuai dengan hakikat peradilan yang bertujuan mencari dan menemukan kebenaran yang akan dijadikan dasar pemberian keadilan.



Adapun sifat hukum acara perdata merupakan pelaksanaan hukuman terhadap para pelanggar hak oleh pihak lain sebagaimana pelaksanaannya hukumannya berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di dalam hukum materiil agar dalam menjalankan putusan (eksekusi) putusan dapat dilaksanakan secara paksa melalui pengadilan. Pada dasarnya hukuman dalam hukum acara perdata, yakni:
  1. Pemberian ganti rugi kepada salah satu pihak yang telah dirugikan atas pelanggaran hak yang terjadi; dan 
  2. Pelaksanaan kewajiban yang belum dilaksanakan oleh pihak yang bersengketa.
Adapun penyelesaian sengketa tanpa melalui pengadilan (di luar pengadilan) atau yang lebih dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution), hal mana dalam pelaksanaan pemenuhan ganti rugi atau pemenuhan prestasi tidak dapat dipaksakan melalui aparatur pemerintah karena tidak mempunyai atau memiliki dasar hukum yang kuat.

Secara yuridis yang dapat melaksanakan tindakan dengan cara paksa terhadap para pelanggar hak hanyalah pengadilan sehingga untuk pemenuhan ganti rugi atau pemenuhan prestasi hanyalah dapat diajukan melalui proses litigasi atau dengan kata lain harus melalui keputusan hakim (putusan pengadilan). (Penjelasan selengkapnya tentang perbedaan litigasi dan non litigasi silahkan baca: disini)

Dalam pelaksanaan pemenuhan ganti rugi atau pemenuhan prestasi kepada pihak yang melanggar hak dapat dengan cara paksa dilakukan oleh pengadilan, hal mana pengadilan dapat meminta bantuan aparat territorial setempat untuk melakukan eksekusi putusan pengadilan tersebut seperti meminta bantuan kepada pihak:
  1. Kepolisian;
  2. Tentara Nasional Indonesia (TNI);
  3. Pamong Praja (PP); 
  4. dan lain sebagainya. 
Adapun sifat hukum acara perdata secara garis besar, yaitu terdiri dari :
  1. Memaksa;
  2. Mengatur atau Menambah; dan
  3. Sederhana.
Memaksa
Hal mana hukum acara perdara mengikat para pihak yang bersengketa dengan berdasarkan ketentuan hukum yang ada (hukum perdata) sebagaimana maksud dari contoh ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 129 ayat (1) dan (2) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). 

Hal mana terhadap putusan verstek, apabila putusan pengadilan atau keputusan hakim itu diberitahukan kepada pihak yang kalah, maka pihak yang kalah dapat melakukan perlawanan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan itu disampaikan kepadanya dan jika putusan pengadilan atau keputusan hakim itu diberitahukan bukan kepada pihak yang kalah, maka perlawanan itu boleh diterima sampai pada hari ke delapan sesudah teguran.

Mengatur atau Menambah
Hal mana dalam hukum acara perdata dapat disimpangi oleh para pihak yang bersengketa guna mengatur kepentingan-kepentingan khusus dari para pihak yang bersengketa sebagaimana contoh dalam praktik pembuktian di persidangan, hal mana jika ada perjanjian pembuktian di persidangan terhadap alat bukti maka alat bukti yang diajukan dapat dikesampingkan sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 164 Herzien Inlandsch Reglement (HIR);

Sederhana
Hal mana sistem peradilan dalam hukum acara perdata dilakukan dengan cara sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana ketentuan tersebut telah disebutkan pada Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Demikian penjelasan singkat mengenai Sifat Hukum Acara Perdata yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: