BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Faktor Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang

Faktor Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang
Pada masa lalu perdagangan orang merupakan simbol atau status sosial dimana orang yang mempunyai status sosial yang tinggi (ekonomi dan kekuasaan atau politik) dipastikan mempunyai seorang budak yang dibeli dan dijadikan budak, hamba, jongos. 

Setiap orang yang mempunyai budak akan dianggap memiliki kedudukan yang tinggi sehingga di masa itu merupakan suatu hal yang umum yang tidak perlu dikaji dari perkembangan ilmiah. Perdagangan orang sendiri dimulai dengan adanya pandangan merendahkan derajat orang dimana hal ini berlangsung hingga abad pertengahan hingga adanya peraturan perundang-perundangan yang mengatur untuk memberantas perbuatan perdagangan orang ini.

Pasal 1 Angka 1  Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengatur bahwa perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menentukan bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam  undang-undang ini.  

Adapun modus perdagangan orang terdiri dari banyak jenis dan macamnya, namun yang paling menonjol diantaranya disebabkan karena kemiskinan, pendidikan rendah, bencana alam dan bias gender. Selain dari pada itu terdapat juga faktor-faktor lainnya, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor ekonomi atau kemiskinan, hal ini dikarenakan semakin tingginya gaya hidup masyarakat yang cenderung mencari jalan keluar lainnya untuk menghidupi kehidupannya sendiri dan/ atau keluarga;
  2. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan mengenai bahaya dan akibat dari Tindak Pidana Perdagangan Orang, biasanya para korban terjerat dengan janji palsu dan kontrak kerja tidak baik seperti melayani para pria ataupun sebagainya. Rendahnya pendidikan seseorang dapat memudahkan seseorang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang;
  3. Kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis karena adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), contohnya suami sebagai pengangguran, peminum, pemukul istri dan anak di rumah sehingga untuk menghidupi keluarganya mengharuskan istri mencari jalan keluar lain dengan bekerja di daerah lain melalui sanak saudara, calo-calo, agensi-agensi sebagai Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia;
  4. Adanya Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia yang ilegal yang merekrut para korban-korban dari daerah lain dengan diiming-iming gaji tinggi dan pekerjaan yang layak. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan kerja di dalam negeri, budaya masyarakat yang konsumtif dan faktor lingkungan turut mendukung terjadi tindak pidana perdagangan orang;
  5. Kurangnya pengawasan ketat dari pemerintah dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang memudahkan para oknum-oknum melakukan aktifitas ilegal secara bebas. Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku traficking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat buruh migran lebih rentan terhadap traficking karena migrasi ilegal. Kurangnya budget atau anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut pelaku traficking;
  6. Maraknya usaha-usaha tempat hiburan seperti karaoke dan klub malam (night club), hal mana dengan adanya lapangan pekerjaan yang baru maka masyarakat yang sedang membutuhkan uang akan melakukan pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka;
  7. Kurangnya Pencatatan Kelahiran, hal mana orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa traficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang menjadi korban traficking lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.
Selain dari pada di atas, kondisi keuangan negara yang kurang memenuhi kebutuhan masyarakat dan rendahnya pemahaman moral dan nilai-nilai religius yang rendah mengakibatkan adanya permintaan yang makin meningkat untuk bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar dan tidak memerlukan keterampilan yang khusus. Adapun modus yang juga sering digunakan pelaku adalah dengan melakukan penjeratan hutang kepada korban (Syamsudin, 2011: 56).

Faktor ekonomi menjadi penyebab utama terjadinya perdagangan manusia yang dilatarbelakangi kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak ada atau tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk. Sehingga kedua hal inilah yang menyebabkan seseorang untuk melakukan sesuatu, yaitu mencari pekerjaan meskipun harus keluar dari daerah asalnya dengan resiko yang tidak sedikit.

Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan ke luar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluaraga mereka sendiri. 

Di samping kemiskinan, kesenjangan tingkat kesejahteraan antar negara juga menyebabkan perdagangan orang, oleh karena itu orang yang bermigrasi memiliki harapan akan lebih sejahtera jika bermigrasi ke negara lain. Negara-negara yang tercatat sebagai penerima para korban perdagangan orang dari Indonesia relatif lebih kaya dari negara Indonesia seperti contohnya:
  1. Malaysia;
  2. Singapura;
  3. Hongkong;
  4. Thailand dan 
  5. Saudi Arabia. 
Banyak orang yang bermigrasi untuk mencari kerja baik di Indonesia ataupun di luar negeri tidak mengetahui adanya bahaya perdagangan orang dan tidak mengetahui cara-cara yang dipakai untuk menipu atau menjebak mereka dalam pekerjaan yang disewenang-wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan. Keinginan untuk memiliki materi dan standar hidup yang lebih tinggi memicu terjadinya migrasi dan membuat orang-orang yang bermigrasi rentan terhadap perdagangan orang.

Keadaan-keadaan inilah yang mengakibatkan banyaknya modus kejahatan untuk perdagangan orang terutama untuk pekerja luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan bagi korban dan membantu setiap orang yang menjadi korban untuk mendapatkan penanganan baik di lembaga perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), lembaga perlindungan perempuan dan anak dan bagi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat langsung melapor pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di negara tempat dirinya bekerja.

Demikian penjelasan singkat mengenai Faktor Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: