BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Perolehan Hak atas Tanah oleh Perusahaan

Perolehan Hak atas Tanah oleh Perusahaan
Pada ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat memperoleh hak milik atas tanah. Akan tetapi, dalam ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria memberikan pengecualian, yakni bahwa pemerintah dapat menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik.

Adapun pengecualian subjek hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik ini dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1, yaitu:
  1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (Bank Negara);
  2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan atas Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara Tahun 1958 No. 139) sebagaimana telah dicabut dan mengalami beberapa kali pergantian dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian;
  3. Badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Menteri Agraria setelah mendengar Menteri Agama;
  4. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Menteri Agraria setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Berdasarkan penjelasan singkat diatas dapat disimpulkan bawah perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia tidak bisa memiliki tanah dengan status hak milik. Adapun hak yang diperbolehkan oleh undang-undang terdiri dari:
  1. Hak Guna Bangunan (HGB);
  2. Hak Guna Usaha (HGU);
  3. Hak Pakai (HP); dan
  4. Hak Pengelolaan (HPL).


Jenis Perolehan Tanah
Adapun tata cara perusahaan untuk memperoleh hak atas tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara sebagaimana Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal, yakni melalui:
  1. Pemindahan Hak; dan
  2. Pelepasan Hak.
Adapun kedua cara sebagaimana disebutkan diatas hanya dapat dilakukan setelah perusahaan memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti salah satu contohnya yakni perusahaan berkedudukan di Indonesia dan perusahaan diharuskan memperoleh "Izin Lokasi". Hal mana jika perusahaan tidak memperoleh izin lokasi, maka tanah-tanah yang diperoleh tidak dapat diproses oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk penerbitan hak. 

Pemindahan Hak
Pemindahan hak dari pemilik tanah kepada perusahaan dapat dilakukan dengan ketentuan:
  1. Apabila tanah yang akan dialihkan kepemilikannya sudah memiliki sertifikat hak (selain hak milik) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN);
  2. Apabila hak atas tanah yang akan dialihkan berstatus hak yang sama dengan hak yang diberikan kepada perusahaan dalam menjalankan usahanya atau berstatus atau jenis haknya yang memang dapat dimiliki oleh perusahaan dalam memperoleh tanah. 
Beberapa cara sering dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam melakukan pemindahan hak yakni dengan melakukan perubahan status hak atas tanah terlebih dahulu sebelum dilakukannya pemindahan hak. Selama proses perubahan atau penurunan hak, biasanya perusahaan bersama pemilik tanah membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris. Adapun hal ini dimaksudkan untuk menjamin kedudukan para pihak.

Setelah status hak atas tanahnya berubah sebagaimana kebutuhan perusahaan, selanjutnya akan dilakukan pengalihan hak dari pemilik tanah kepada pihak perusahaan melalui Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau pejabat yang ditunjuk oleh Kantor Pertanahan. 

Pelepasan Hak
Pelepasan hak oleh perusahaan dapat langsung dilakukan dengan pemegang hak melalui transaksi jual beli atau pemberian ganti rugi meskipun status hak atas tanahnya berbeda seperti contohnya pemegang hak milik atas tanah dapat langsung melepaskan tanahnya kepada perusahaan setelah menerima uang ganti rugi dan menandatangani Akta Pelepasan Hak di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tanpa perlu melakukan perubahan atau penurunan status hak atas tanah miliknya. 

Pemberian ganti rugi oleh perusahaan ke pemilik tanah tidak serta merta menjadikan perusahaan sebagai pemegang hak. Hal ini dikarenakan pemilik tanah melepaskan haknya atas tanah tersebut sehinggan status tanah tersebut berubah menjadi milik negara atau dikenal dengan istilah "tanah negara". Walaupun demikian, perusahaan sebagai pihak yang telah membayar ganti rugi kepada pemilik tanah mempunyai hak prioritas yang diberikan oleh negara dalam mengajukan hak atas tanah negara. 



Proses Permohonan Hak 
Pihak perusahaan kemudian mengajukan permohonan hak dalam bentuk tertulis ke Kantor Pertanahan  (Kantah) untuk kewenangan luas yang diajukan berada di wilayah kabupaten, Kantor Wilayah (Kanwil) Pertanahan untuk kewenangan luas yang diajukan berada di wilayah provinsi dan Badan Pertanahan Nasional untuk kewenangan luas yang diajukan berada di pusat. 

Adapun pengajuan permohonan hak ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) atau Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang dimohonkan oleh pihak perusahaan untuk penerbitan hak. Adapun secara garis besar isi dari permohonan hak atas tanah yang diajukan oleh pihak perusahaan meliputi:
  1. Keterangan pemohon yang terdiri dari:
    • Identitas perusahaan atau penerima kuasa dari perusahaan;
    • Kedudukan perusahaan;
    • Akta pendirian perusahaan beserta akta perubahan terakhir dan pengesahan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  2. Keterangan bidang tanah yang terdiri dari:
    • Alas Hak yang dimiliki seperti:
      • Sertifikat Hak;
      • Surat Keterangan Tanah (SKT);
      • Akta Jual Beli (AJB) atau Akta Pelepasan Hak (APH).
    • Letak bidang tanah yang diajukan penerbitan hak;
    • Batas - batas bidang tanah yang diajukan penerbitan hak; 
    • Luas bidang tanah yang diajukan penerbitan hak;
    • Jenis tanah (Pertanian atau Non Pertanian)
    • Rencana penggunaan tanah;
    • Status tanah.
Selain dari permohonan hak atas tanah yang diajukan ke Kantor Pertanahan, pihak perusahaan selaku pemohon harus melampirkan:
  1. Mengenai Pemohon:
    • Salinan (photo copy) legalisir Akta pendirian beserta seluruh akta perubahannya;
    • Salinan (photo copy) legalisir Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
    • Salinan (photo copy) legalisir Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Penerima Kuasa jika dikuasakan;
    • Salinan (photo copy) legalisir Kartu Keluarga (KK) dari Penerima Kuasa jika dikuasakan;
  2. Mengenai bidang tanahnya:
    • Asli Sertifikat Hak atau Surat Penguasaan Tanah;
    • Asli Akta Pelepasan Hak atas TanahSurat - surat bukti perolehan tanah lainnya;
    • Salinan (photo copy) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT - PBB);
    • Asli Pajak Penghasilan (PPh);
    • Asli Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
    • Asli Sket Lokasi/ Surat ukur/ Gambar Situasi;
    • Asli dan/ atau salinan surat lain yang dianggap perlu.
  3. Asli surat pernyataan perusahaan selaku pemohon mengenai jumlah, luas dan status tanah - tanah yang telah dimiliki perusahaan termasuk bidang tanah yang diajukan perusahaan.
Setelah berkas permohonan beserta dokumen lainnya siap kemudian diserahkan ke kantor pertanahan untuk diperiksa dan diteliti. Hal ini dilakukan oleh Kantor Pertanahan untuk menentukan permohonan hak atas tanah yang diajukan oleh perusahaan selaku pemohon dapat diproses lebih lanjut atau tidak. 

Adapun jika bidang tanah yang diajukan oleh pihak perusahaan belum bersertifikat atau berstatus tanah negara, maka Kantor Pertanahan melalui Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah akan melakukan pengukuran. Setelah pelaksanaan pengukuran selesai, Kantor Pertanahan melalui Seksi Hak atas Tanah akan melakukan pemerikasaan yang terdiri dari:
  1. Pemeriksaan permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar; dan 
  2. Pemeriksaan data yuridis dan data fisiknya.
Adapun keputusan pemeriksaan yang dilakukan oleh Seksi  Hak atas Tanah dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah atau dikenal dengan sebutan konstatering rapport. Dalam hal keputusan pemberian hak sebagaimana kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi untuk menerbitkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dimohon oleh perusahaan dengan mempertimbangkan pendapat dari Kepala Seksi Hak atas Tanah atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A atau pejabat yang ditunjuk. 

Demikian penjelasan singkat mengenai Perolehan hak atas tanah oleh perusahaan sampai pengajuan permohonan sertifikat hak di Badan Pertanahan Nasional (BPN), semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan atau koreksi sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima Kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: