BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Syarat dan Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Syarat dan Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) pada dasarnya menyatakan bahwa suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) harus memenuhi unsur-unsur dari pasal tersebut yang terdiri dari : 
  1. Ada Suatu Perbuatan;
  2. Perbuatan Itu Melawan Hukum;
  3. Ada Kesalahan dari Pelaku;
  4. Ada Kerugian Korban.
Ada Suatu Perbuatan
Perbuatan yang dimaksud pada unsur ini adalah perbuatan melawan hukum atau dikenal dengan istilah onrechtmatige daad yang dilakukan oleh pembuat. Secara umum perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) mencakup:
  1. Berbuat sesuatu (perbuatan aktif); dan 
  2. Tidak berbuat sesuatu (perbuatan pasif). 
Adapun yang dimaksud dengan perbuatan pasif yakni tidak melakukan sesuatu padahal memiliki kewajiban hukum untuk melakukan baik itu dalam perbuatan maupun yang timbul dari perjanjian atau kontrak. Dalam perbuatan pasif ini ada beberapa hal yang mesti diperhatikan, yaitu:
  1. Tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat;
  2. tidak ada unsur kausa yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu perjanjian atau kontrak.


Perbuatan Itu Melawan Hukum
Perbuatan yang dilakukan itu harus melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti yang seluas-luasnya sebagaimana Standard Arest Tahun 1919 yang menentukan bahwa berbuat atau tidak berbuat merupakan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Kemudian perbuatan tersebut dikategorikan sebagai melawan hukum apabila:
  1. Perbuatan tersebut melanggar undang-undang;
  2. Perbuatan tersebut melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum;
  3. Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
  4. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geode zeden); dan
  5. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat.
Perbuatan tersebut melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang dilarang sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan melanggar hak orang lain adalah melanggar hak subjektif yang merupakan wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepadanya untuk dipergunakan dalam kepentingannya. 

Menurut Meyers dalam bukunya Algemene Begrippen menyatakan bahwa hak subjektif menunjuk kepada suatu hak yang diberikan oleh hukum kepada seseorang secara khusus untuk melindungi kepentingannya. Adapun hak orang lain sebagaimana yang dimaksud adalah hak-hak yang diakui oleh hukum termasuk tidak terbatas pada:
    1. Hak-hak Pribadi;
    2. Hak-hak Kekayaan;
    3. Hak-hak Kebebasan;
    4. Hak atas Kehormatan dan Nama Baik.
Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
Perbuatan ini juga termasuk ke dalam kategori perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat. Adapun istilah kewajiban hukum yang dimaksud dalam hal ini yaitu adanya suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. 

Sehingga dapat dikatakan pertentangan tersebut bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain. Oleh karena itu, istilah yang dipakai untuk perbuatan melawan hukum adalah onrechtmatige daad bukan onwetmatige daad.

Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geode zeden)
Dapat dinyatakan sebagai norma-norma moral yang ada di dalam kehidupan sosial masyarakat telah diterima sebagai norma-norma hukum. Adapun tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Apabila dengan tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian pada orang lain, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). 

Dalam putusan terkenal Lindebaum v. Cohen (1919), Hoge Raad menganggap tindakan Cohen untuk membocorkan rahasia perusahaan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan sehingga perbuatan yang bersangkutan dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat
Dalam hal ini bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau barang orang lain. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). 

Apabila seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, walaupun orang tersebut tidak melanggar pasal-pasal dari hukum tertulis, akan tetapi yang bersangkutan masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Adapun tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang tentunya tidak tertulis, akan tetapi mendapat pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan.

Secara garis besar dapat dinyatakan bahwa suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, apabila:
  1. Perbuatan tersebut sangat merugikan orang lain;
  2. Perbuatan tersebut tidak berfaedah yang kemudian menimbulkan bahaya terhadap orang lain dan menurut masyarakat umum hal tersebut harus diperhatikan.
Ada Kesalahan dari Pelaku
Jika dilihat kembali dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) terdapat 2 (dua) faktor penting yang perlu diketahui dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yakni:
  1. Adanya faktor kesalahan; dan 
  2. Adanya faktor kerugian. 
Kesalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada diri si pelaku sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Asser yang juga memberikan pengertian atas istilah kesalahan sebagai perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku sebagaimana asas dalam hukum pidana:
"tidak dipidana tanpa kesalahan." 
Begitupun juga dalam hukum perdata yang mengadopsi asas tersebut menjadi:
"tidak ada pertanggungjawaban untuk akibat-akibat dari perbuatan hukum tanpa adanya kesalahan.”
Kesalahan dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang dinyatakan bertanggung jawab untuk akibat yang terjadi seperti timbulnya kerugian dari perbuatannya yang salah. Oleh sebab itu, pelaku sebagai orang bertanggung jawab untuk kerugian tersebut apabila perbuatannya melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkannya dipertanggungjawabkan kepadanya. Adapun syarat kesalahan ini dapat diukur melalui 2 (dua) cara, yakni:
  1. Secara Objektif
    Perbuatan tersebut harus dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal dapat menduga kemungkinan-kemungkinan yang timbul seperti:
    • Kemungkinan timbulnya akibat; dan 
    • Kemungkinan mencegah manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat.
  2. Secara Subjektif
    Perbuatan tersebut harus diteliti apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang dimiliki dapat menduga akibat dari perbuatannya.
Sehingga dapat disimpulkan unsur kesalahan yang termuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dinyatakan sebagai pengertian umum yang dapat mencakup kesengajaan maupun kelalaian. Pada undang-undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana ketentuan yang diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), maka pada pelaku harus mengandung 2 (dua) unsur yakni :
  1. Adanya kesalahan (schuldelement); dan
  2. Adanya Perbuatan.
Oleh karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab yang dimaksud pada ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Apabila dalam hal-hal tertentu berlaku tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability), maka bukan berdasarkan ketentuan yang diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).

Hal ini dikarenakan pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) mensyaratkan untuk dikategorikan perbuatan melawan hukum harus ada kesalahan yang kemudian dapat diminta pertanggungjawaban hukumnya. Oleh sebab itu, perlu untuk mengetahui cakupan unsur kesalahan dalam ketentuan pasal tersebut. Adapun suatu tindakan dianggap mengandung unsur kesalahan jika memenuhi unsur- unsur sebagai berikut:
  1. Ada unsur kesengajaan;
  2. Ada unsur kelalaian (culpa);
  3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond) seperti :
    • Keadaan overmacht;
    • Membela diri;
    • Tidak waras;
    • dan lain sebagainya.
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diharuskan adanya unsur kesalahan selain dari unsur melawan hukum sebagaimana beberapa aliran teori di bawah ini :
  1. Teori yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum;
  2. Teori yang menyatakan cukup hanya ada unsur kesalahan; dan
  3. Teori yang menyatakan diperlukan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan.
Teori yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum
Di Belanda teori ini dianut oleh van Oven, hal mana pada aliran teori ini menyatakan bahwa dengan unsur melawan hukum dalam arti luas sudah mencakup unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi ada unsur kesalahan dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

Teori yang menyatakan cukup hanya ada unsur kesalahan
Di Belanda teori ini dianut oleh van Goudever, hal mana pada aliran teori ini kebalikan dari aliran teori yang dianut oleh van Oven yang menyatakan bahwa dalam unsur kesalahan sudah mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

Teori yang menyatakan diperlukan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan
Di Belanda, aliran teori ini dianut oleh Meyers, hal mana pada aliran teori ini menyatakan bahwa mesti ada unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan unsur kesalahan karena unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. 

Adapun kesalahan yang diharuskan dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah kesalahan dalam arti kesalahan hukum dan kesalahan sosial. Dalam hal ini, hukum menafsirkan kesalahan itu sebagai suatu kegagalan seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal (sikap yang biasa dan normal dalam pergaulan masyarakat).



Ada Kerugian Korban
Ada kerugian (schade) bagi korban merupakan salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana yang dimuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Adapun kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) ini dapat berupa:
  1. Kerugian materiil; dan
  2. Kerugian immateriil
Kerugian materiil
Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian nyata yang diderita dan keuntungan yang seharusnya diperoleh. Oleh sebab itu, pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan berupa ganti rugi yang tidak hanya mencakup kerugian yang telah diderita akan tetapi juga apa yang akan diderita di masa datang. Berdasarkan hal tersebut, si pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum harus memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan baik kerugian nyata yang diderita maupun juga keuntungan yang seharusnya diperoleh.

Kerugian immateriil
Perbuatan melawan hukum juga dapat menimbulkan kerugian yang bersifat immateriil seperti ketakutan, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Adapun kerugian immateriil ini menggunakan peraturan ganti rugi akibat ingkar janji yang diatur dalam ketentuan Pasal 1243 sampai dengan ketentuan Pasal 1252 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) selain dari pemulihan kembali ke keadaan semula. 

Pada dasarnya kerugian immateriil yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum tidak diatur oleh undang-undang. Oleh karena itu, aturan yang dipakai untuk ganti rugi ini adalah dengan cara analogis. Cara menentukan luas dan besarnya kerugian yang harus diganti biasanya dilakukan dengan menilai kerugian tersebut. Oleh sebab itu, harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan pada waktu terjadinya perbuatan melawan hukum.

Perlu diketahui bahwa dalam gugatan atau tuntutan perbuatan melawan hukum di Pengadilan memiliki perbedaan alasan hukum wanprestasi karena pada gugatan wanprestasi hanya mengenal kerugian materil sedangkan dalam gugatan perbuatan melawan hukum selain mengandung kerugian materil juga mengandung kerugian immateriil yang dapat dinilai dengan uang. Adapun gugatan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum dapat berupa:
  1. Uang, hal mana dapat dengan uang pemaksa;
  2. Pemulihan dalam keadaan semula yang juga dapat dengan uang pemaksa;
  3. Larangan untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi yang juga dapat dengan uang pemaksa;
  4. Permintaan putusan hakim bahwa perbuatannya tersebut bersifat melawan hukum.
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi merupakan salah satu syarat dari suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Adapun untuk hubungan sebab akibat ada 3 (tiga) macam teori yang dikenal, yaitu:
  1. Teori Hubungan Faktual;
  2. Teori Adequate Veroorzaking;
  3. Teori Sebab Kira-kira (proximately cause).
Teori Hubungan Faktual
Teori Condition Sine Qua Non dari seorang ahli hukum dari Eropa Kontinental bernama von Buri yang merupakan salah satu pendukung dari teori ini menyatakan bahwa :
“suatu hal adalah sebab dari akibat, sedangkan suatu akibat tidak akan terjadi bila sebab itu tidak ada.”
Dalam teori ini, orang yang melakukan perbuatan melawan hukum memiliki tanggung jawab apabila perbuatan dalam teori Condition Sine Qua Non ini menimbulkan kerugian. Adapun hubungan sebab akibat secara faktual (caution in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau yang secara faktual telah terjadi karena setiap penyebab yang menimbulkan kerugian adalah penyebab faktual. Dalam perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini dikenal dengan istilah sine qua non.

Teori Adequate Veroorzaking
Teori Adequate Veroorzaking dari van Kries yang menyatakan bahwa:
“Suatu hal adalah sebab dari suatu akibat bila menurut pengalaman masyarakat dapat diduga bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat itu.”
Menurut teori ini orang yang melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang selayaknya diharapkan sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Sedangkan menurut Vollmar menyatakan pendapatnya bahwa:
“Terdapat hubungan kausal, jika kerugian menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
Perbuatan melawan hukum juga terdapat dalam sengketa tanah. Dalam hal ini jika ada pihak yang melanggar hak orang lain seperti menempati tanah tanpa ijin pemiliknya apalagi sampai dengan membangun dan menyewakan rumah tersebut pada orang lain, maka pihak yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan di pengadilan untuk objek sengketa tersebut.

Teori Sebab Kira-kira (proximately cause)
Teori ini merupakan teori yang paling membingungkan dan paling banyak mendapatkan pertentangan mengenai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Teori ini sering disebut juga sebagai teori legal cause yang semakin banyak orang mengetahui hukum, maka perbuatan melawan hukum akan semakin berkurang karena mencegah melakukan perbuatan melawan hukum jauh lebih baik dari pada menerima sanksi hukum.

Demikian penjelasan singkat mengenai syarat dan unsur dari perbuatan melawan hukum yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga dengan tulisan ini memberikan sedikit gambaran dan pengetahuan mengenai hal tersebut. Jika ada pertanyaan atau tanggapan atas tulisan ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir artikel ini. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: