BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sanksi Pidana Kejahatan Terorisme

Sanksi Pidana Kejahatan Terorisme
Dalam hal upaya mencegah terjadinya serangan terorisme dalam berbagai tragedi yang terjadi, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan No. 1 Tahun 2002 yang kemudian diundangkan menjadi Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dalam penjelasan umum undang-undang ini menyatakan bahwa Terorisme yang bersifat internasional merupakan kejahatan yang terorganisasi, sehingga pemerintah Indonesia meningkatkan kewaspadaan dalam memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah Indonesia menyadari terhadap bahaya aksi terorisme yang telah menjadi isu internasional mengingat negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat begitu fokus dalam upaya memerangi terorisme, oleh karena itu perlunya akan pemahaman mengenai terorisme menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Sanksi hukum mengandung inti berupa suatu ancaman pidana (strafbedreiging) kepada mereka yang melakukan pelanggaran peraturan atau norma. Sanksi mempunyai tugas agar peraturan yang sudah ditetapkan itu ditaati dan dilaksanakan dan juha sanksi merupakan alat pemaksa agar seseorang menaati peraturan-peraturan yang berlaku (Pipin Syarifin, "Hukum Pidana Di Indonesia", Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, hlm. 48). Adapun sanksi terhadap pelanggar aturan hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu :
  1. Pidana Mati;
  2. Pidana Penjara;
  3. Pidana Kurungan;
  4. Pidana Denda; dan 
  5. Pidana Tambahan.
Dalam hal ini, sanksi hukum tindak pidana terorisme disebutkan dalam beberapa pasal di dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, antara lain Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 19.

Pasal 6 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 8 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu : 
  1. Setiap orang yang menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut;
  2. Setiap orang yang menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut;
  3. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru;
  4. Setiap orang yang karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru; 
  5. Setiap orang yang dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
  6. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara;
  7. Setiap orang yang karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai, atau rusak;
  8. Setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan;
  9. Setiap orang yang dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan;
  10. Setiap orang yang dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan;
  11. Setiap orang yang melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat, dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka berat seseorang, mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang; 
  12. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut;
  13. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan; 
  14. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apapun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan; 
  15. Setiap orang yang melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau lebih, sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengan direncanakan lebih dahulu, dan mengakibatkan luka berat bagi seseorang dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf l, huruf m, dan huruf n; 
  16. Setiap orang yang memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan;
  17. Setiap orang yang di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan; dan
  18. Setiap orang yang di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam penerbangan.
Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan ke dan/ atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 14 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Setiap orang yang merencanakan dan/ atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. 

Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya. 

Pasal 16 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 

Pasal 19 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Demikian penjelasan singkat mengenai Sanksi Pidana pada Kejahatan Terorisme yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.

Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: