BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Subyek Hukum Internasional

Subyek Hukum Internasional
Kebanyakan orang menyatakan bahwa negara merupakan subyek hukum internasional yang terutama. Hal ini adalah wajar karena hubungan antar negara identik dengan hubungan internasional dan istilah hubungan antar negara kadang-kadang masih banyak yang dipergunakan orang. Tetapi dewasa ini perkembangan hukum internasional tidak lagi mendefinisikan negara merupakan satu-satunya subyek hukum internasional yang utama keadaan ini disebabkan oleh berbagai perubahan yang telah terjadi dalam masyarakat internasional dari abad ke abad dan karenanya pencerminan masyarakat international dewasa ini. 

Subyek hukum dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 
  1. Individu alami atau orang perseorangan (natuurlijke persoon); dan 
  2. Individu buatan atau badan hukum (rechtpersoon). 
Secara nyata hanyalah manusia atau individu alami atau orang perseorangan yang menjadi subyek hukum. Eksistensi manusia dapat diartikan dalam 2 (dua) hal, yakni :
  1. Manusia sebagai mahluk biologis; dan 
  2. Manusia sebagai mahluk yuridis. 
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum yang bukan natuurlijke persoon, seperti badan hukum atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subyek hukum. Subyek hukum (secara umum) adalah para pihak yang segala aktivitas atau tindakan atau kegiatan diatur, menimbulkan akibat hukum sehingga memiliki kewenangan berupa hak ataupun kewajiban guna melakukan suatu perbuatan berdasarkan ketentuan hukum positif.

Di bidang hukum internasional, istilah subyek hukum internasional mewakili para pihak, aktor, pelaku di dalam hukum internasional. Sejumah pakar sesungguhnya telah memberikan definisi subyek hukum internasional. Martin Dixon misalnya memberikan batasan sebagai berikut. 
"A subject of international law is a body or entity that is capable of possessing and exercising rights and duties under international."
Terjemahan bebas: "Subyek Hukum Internasional adalah sebuah badan atau lembaga atau entitas yang memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan melaksanakan kewajiban di dalam hukum internasional".
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa tidak semua badan atau lembaga atau entitas dapat dikategorikan atau dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena ada penekanan pada frasa berikut : ".....memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan kewajiban di dalam hukum internasional." Dengan kata lain hanya pihak, aktor, pelaku yang memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban di mata hukum internasional saja yang dapat dikategorikan sebagai subyek hukum internasional. 

Adapun yang termasuk hak dan kewajiban dalam hukum internasional Menurut Ian Brownlie yakni terdapat 3 (tiga) hak dan kewajiban dasar dalam hukum internasional, yaitu : 
  1. Capacity to make claims in respect of breaches of international law (Kemampuan untuk mengajukan klaim jika terjadi pelanggaran hukum internasional); 
  2. Capacity to make treaties and agreements valid on the international plane (Kemampuan untuk membuat perjanjian internasional);
  3. The enjoyment of privileges and immunities from national jurisdictions (Memiliki keistimewaan dan kekebalan dari yurisdiksi nasional sebuah negara). 
Ada beberapa tambahan menurut para ahli hukum mengenai hak dan kewajiban di dalam hukum internasional, diantaranya menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan memiliki perwakilan diplomatik.

Adapun beberapa elemen pembentuk konsep subyek hukum internasional yang ditarik atau didapat dari pengertian subyek hukum internasional sendiri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, subyek hukum internasional adalah sebuah badan atau lembaga atau entitas yang memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan melaksanakan kewajiban di dalam hukum internasional. Dari pengertian tersebut dapat ditarik beberapa konsep subyek hukum internasional, yaitu :
  1. Entitas sebagai pemegang, pengemban, pengampu hak dan kewajiban;
  2. Adanya kemampuan hukum (legal capacity) dari entitas terkait;
  3. Hak dan kewajiban dalam hukum internasional.
Setiap subyek hukum adalah pemegang, pengemban, pengampu hak dan kewajiban tetapi apakah setiap subyek hukum memiliki kemampuan hukum (legal capacity) untuk melakukan hak dan kewajiban dalam hukum internasional ? Jawabannya adalah tergantung dari hasil analisis dengan menggunakan indikator hak dan kewajiban oleh Ian Brownlie (yang telah disebutkan sebelumnya), yaitu :
  1. Apakah memiliki hak untuk bersengketa atau disengketakan jika terjadi pelanggaran hukum internasional melalui badan peradilan atau arbitrase internasional (legal standing);
  2. Apakah mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk menjadi pihak dalam perjanjian internasional; dan 
  3. Apakah memiliki hak keistimewaan (privileges) dan kekebalan (immunities) dalam hukum internasional. 
Ketiga indikator legal capacity di atas berkaitan dengan personalitas hukum (legal personality) sebuah subyek hukum internasional. Pada saat sebuah subyek hukum memiliki kapasitas atau kemampuan hukum internasional (international legal capacity) maka subyek hukum tersebut memiliki personalitas hukum internasional (international legal personality)

Terpenuhi atau tidaknya ketiga indikator tersebut akan menentukan derajat personalitas hukum internasional sebuah subyek hukum internasional. Sebuah subyek hukum internasional yang dapat memenuhi ketiga indikator hak dan kewajiban dalam hukum internasional maka memiliki kemampuan hukum penuh (full legal capacity) dan personalitas hukum penuh (full legal personality) sedangkan subyek hukum internasional yang hanya bisa memenuhi 1 (satu) atau 2 (dua) indikator hanya memiliki kemampuan hukum terbatas (limited legal capacity) dan personalitas hukum terbatas (limited legal personality).

Jenis-jenis subyek hukum internasional yang dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: 
  1. Subyek Hukum Negara (state actor); dan 
  2. Subyek-subyek Hukum bukan Negara (non-state actors). 
Perbedaan subyek hukum internasional ke dalam 2 (dua) kelompok ini akan mempermudah pemahaman subyek hukum internasional dengan full legal capacity dan limited legal capacity. Adapun subjek hukum internasional terdiri dari :
  1. Negara;
  2. Tahta Suci (Vatican);
  3. Palang Merah Internasional;
  4. Organisasi Internasional;
  5. Orang perorangan (individu); 
  6. Pemberontakan dan pihak dalam sengketa (belligerent);
  7. Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations); dan
  8. Perusahaan Multinasional atau Perusahaan Transnasional.
Negara
Negara pada awalnya merupakan satu-satunya entitas yang memiliki karakter dan memegang status sebagai subjek hukum internasional penuh. Dalam Konvensi Montevideo, disebutkan unsur-unsur apa saja yang harus ada pada sesuatu yang dapat disebut sebagai negara untuk dapat dijadikan sebagai subjek hukum internasional. Unsur-unsur tersebut adalah : 
  1. Penduduk yang tetap (a permanent population);
  2. Wilayah yang pasti (a defined territory);
  3. Pemerintah (goverment); dan
  4. Kemempuan untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain (capacity to enter into relations with the other state).
Negara juga bisa disebut sebagi organisasi kekuasaan yang berdaulat, menguasai wilayah tertentu dan yang kehidupannya didasarkan pada sistem hukum tertentu.

Tahta Suci (Vatican)
Tahta Suci yang berada di Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929 antara pemerintah Italia dan Tahta Suci mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya tidak seluas tugas dan kewenangan negara sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja.

Namun demikian, wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. 

Palang Merah Internasional
Pada dasarnya Palang Merah Internasional hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. 

Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. Saat ini Palang Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.

Organisasi Internasional
Organisasi internasional yang dimaksud disini adalah organisasi yang dibentuk oleh dua negara atau lebih dan didasarkan pada sebuah perjanjian dengan fungsi yang jelas. Organisasi internasional memiliki dampak yang luas terhadap perkembangan sistem hukum internasional dengan menunjukkan bahwa mereka dapat melewati batas-batas kapasitas pemerintah negara untuk mengatasi masalah-masalah yang bersifat transnasional. 

Kasus Reparation for Injuries Suffered in the Service of United Nation 1949 menjadi salah satu peristiwa hukum internasional yang memberikan definisi baru terhadap terminologi subjek hukum internasional. Implikasi dari keputusan khusus ini adalah bahwa hukum internasional memberikan ruang kepada entitas non-negara yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengambil bagian dalam sistem hukum internasional sebagai subjek hukum internasional. Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe, adalah sebagai berikut :
  1. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB); 
  2. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik seperti contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization dan lain-lain;
  3. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Orang perorangan (individu)
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggung jawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensiHak Asasi Manusia di berbagai kawasan dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.

Pemberontakan dan pihak dalam sengketa (belligerent)
Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yaang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu. Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. 

Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional. 

Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations)
Ada berbagai macam pengertian yang diberikan oleh para ahli terkait Organisasi Non-Pemerintah (Non-Governmental Organizations). Non-Governmental Organizations (NGOs) pada dasarnya merupakan organisasi yang bersifat non-profit, anggota- anggotanya bersifat sukarela. Lembaga ini dikelola dan aktif di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Non-Governmental Organizations (NGOs) berkontribusi pada perkembangan, interpretasi, implementasi dan penegakan hukum internasional.

Menurut World Bank (WB), NGOs merupakan organisasi privat yang melakukan aktivitas untuk meringankan penderitaan, menyuarakan kepentingan masyarakat miskin, melindungi lingkungan, menyediakan jasa di bidang sosial dan melakukan pengembangan atau pembangunan masyarakat serta menjunjung tinggi implementasi Hak Asasi Manusia. Jadi,  NGOs merupakan sebuah organisasi non-pemerintah, terlibat dalam perkembangan hukum internasional, bersifat tidak mencari keuntungan (nirlaba) dan menyuarakan kepentingan masyarakat marginal atau rentan.

NGOs tampil sebagai aktor baru pembangunan internasional sejak diperkenalkan Sustainable Development pertama kali pada United Nations Conference on Environment and Development Rio de Janeiro, Brazil, 3-4 June 1992, Agenda 21. 

Konferensi ini bertujuan untuk menyelaraskan pembangunan dan lingkungan hidup, pembangunan yang dilakukan bersifat berkelanjutan (sustainable), memperhatikan lingkungan hidup di sekitar agar lingkungan hidup tersebut tetap memberikan manfaat bagi kehidupan generasi mendatang.  

Perusahaan Multinasional atau Perusahaan Transnasional
Perusahaan transnasional (Transnational Corporations) adalah istilah yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini dapat terlihat dalam draft yang dibuat oleh PBB dengan judul Draft United Nations Code of Conduct on Transnational Corporations yang dengan jelas menggunakan istilah Transnational Corporation atau perusahaan transnasional. Para pakar ekonomi lebih sering menggunakan istilah Multi National Enterprise atau perusahaan multi nasional sebagaimana pernyataannya dalam meeting OECD sebagai berikut: 
"Multinational Enterprise usually corporise of companies or other entities whose ownership is private, state, or mixed, established in different countries and so linked that one or more of them may be able to exercise a significant influence over the activities of others and in particular, to share knowledge and resources with the others".
Dengan memperhatikan draft yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan hasil meeting OECD, tampaknya terdapat dua istilah terhadap objek yang sama, yaitu perusahaan transnasional dan perusahaan multinasional.
 
Dari uraian diatas Eddy O.S. Hiariej dalam buku "Pengantar Hukum Pidana Internasional" (Erlangga, Jakarta, 2009, hal. 6) menyatakan bahwa :
  1. Pertama, hukum internasional adalah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga atau organisasi internasional dan hubungannya dengan negara, individu, atau diatara mereka sendiri;
  2. Kedua, hukum internasional dibentuk oleh negara-negara;
  3. Ketiga, kekuatan berlaku hukum internasional dipertahankan oleh masyarakat internasional.
Demikian penjelasan singkat mengenai Subyek Hukum Internasional yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: