BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Alur dan Proses Perjanjian Internasional

Alur dan Proses Perjanjian Internasional
  1. Tukar-menukar naskah ratifikasi;
  2. Saat mulai mengikatnya Perjanjian Internasional;
  3. Pendaftaran dan Pengumuman Perjanjian Internasional;
  4. Sahnya Perjanjian Internasional; dan
  5. Berakhirnya Perjanjian Internasional. 
Tukar-menukar naskah ratifikasi
Naskah perjanjian internasional yang telah diratifikasi baru bisa berlaku setelah diadakan tukar-menukar naskah ratifikasi. Bagi perjanjian internasional yang bilateral, pertukaran naskah ratifikasi dilakukan negara pihak lawan berjanji sedangkan bagi perjanjian internasional multilateral setelah diratifikasi selanjutnya diserahkan kepada negara penyimpanan. Ini dikenal dengan istilah pendepositan. Negara penyimpan naskah ratifikasi biasanya adalah negara tempat ditandatanganinya perjanjian dan biasanya ditangani oleh Departeman Luar Negeri.

Saat mulai mengikatnya Perjanjian Internasional
Ratifikasi menetapkan terikatnya negara pada suatu perjanjian internasional, tetapi ratifikasi tidak menetapkan saat mulai terikatnya negara pada perjanjian yang diratifikasinya. Pada umumnya berlakunya suatu perjanjian internasional tergantung pada ketentuan yang terdapat dalam perjanjian internasional sendiri. Sebagai contoh, dalam Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik tahun 1961 (Vienna Convention on Diplomatic Relations), ketentuan seperti ini diatur di dalam Pasal 51. Adapun selengkapnya dari Pasal 51 tersebut berbunyi sebagai berikut :
  1. Konvensi ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh sesudah tanggal menyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi yang kedua puluh dua pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
  2. Untuk setiap negara yang meratifikasi atau aksesi sesudah penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi yang kedua puluh dua, konvensi berlaku mulai hari ke tiga puluh sesudah penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi itu oleh negara tersebut.
Ketentuan tersebut ayat satu telah terpenuhi pada tanggal 24 Maret 1964, dan Konvensi mulai berlaku pada tanggal 24 April 1964.

Pendaftaran dan Pengumuman Perjanjian Internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mewajibkan anggotanya untuk mendaftarkan semua perjanjian dan persetujuan internasional yang dibuatnya kepada Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian akan mengumumkannya dalam United Nations Treaties Series. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Maksud dari Pasal 102 tersebut adalah untuk mencegah negara-negara mengadakan persetujuan rahasia di antara mereka dan memungkinkan negara-negara demokratis untuk menolak traktat seperti itu.

Pernah diusulkan agar Pasal 102 tersebut memberikan kepada negara-negara anggota kebebasan untuk menentukan sendiri apakah akan mendaftarkan traktat itu atau tidak dan apabila tidak mendaftarkannya, maka negara itu secara suka rela memikul hukumnya. Tetapi pendapat yang lebih tepat adalah pendapat Komite keenam (legal committee) Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1947 yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 102 tersebut mengenakan kewajiban mengikat untuk mengadakan pendaftaran. Berkenaan dengan masalah pendaftaran ini, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu :
  1. Selama waktu menanti pendaftaran, traktat yang belum didaftar dapat diajukan ke hadapan Mahkamah atau organ-organ Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lainnya asalkan kemudian traktat itu kemudian didaftarkan;
  2. Sekalipun tidak berhasil mendaftarkannya selekas mungkin namun traktat itu masih dapat di daftarkan berikutnya;
  3. Walaupun pada prinsipnya fungsi sekretariat adalah semata-mata penyelenggara dan tidak dapat menolak traktat yang ilegal untuk didaftarkan, namun sekretariat dapat menolak pendaftaran traktat atau persetujuan internasional yang tidak sah.
  4. Dengan petunjuk Majelis Umum, sekretariat menerima dokumen yang harus dihimpun dan dicatat yang sudah berlaku sebelum berlakunya Piagam dan yang disampaikan oleh negara-negara bukan anggota, namun pada pokoknya proses ini pendaftarannya adalah suka rela; dan
  5. Pernyataan-pernyataan yang sah mengenai perubahan para pihak atau istilah ruang lingkup serta penerapan traktat-traktat yang didaftar juga diterima untuk didaftar.
Sahnya Perjanjian Internasional
Sah berarti berlaku menurut hukum. Dengan demikian perjanjian internasional adalah sah jika memenuni ketentuan hukum yang berlaku, baik ketentuan hukum yang mengatur wewenang pihak yang berjanji maupun ketentuan hukum yang mengatur proses pembuatan perjanjian internasional yang bersangkutan. 

Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional tidak menetapkan syarat sahnya perjanjian internasional. Konvensi ini menetapkan prinsip-prinsip yang diterima umum tentang 6 (enam) unsur yang menjadi dasar invaliditas (tidak sahnya) perjanjian internasional, yaitu :
  1. Ketidakmampuan membuat traktat;
  2. Kesalahan;
  3. Penipuan atau tipu muslihat;
  4. Kecurangan;
  5. Paksaan; dan 
  6. Bertentangan dengan norma ius cogens. 
    Adapun yang dimaksud dengan ius cogens adalah prinsip hukum yang memaksa yang tidak dapat dilingkari atau disimpangi ketentuan hukum yang lain.
Berakhirnya Perjanjian Internasional
Menurut Starke, berakhirnya suatu traktat atau perjanjian internasional karena 2 (dua) penyebab pokok, yaitu :
  1. Karena hukum; dan
  2. Karena tindakan negara peserta.
Berakhirnya Perjanjian Internasional karena hukum
  1. Hangusnya seluruh materi pokok dari suatu traktat;
  2. Terjadinya pecah perang antara pihak;
  3. Pelanggaran traktat oleh salah satu pihak memberikan hak kepada pihak lain untuk mengakhirinya;
  4. Ketidakmungkinan melaksanakan traktat karena penghilangan atau perusakan terus-menerus suatu objek (tujuan) yang sangat diperlukan bagi pelaksanaan traktat;
  5. Doktrin rebus sic stantibus, yaitu terjadinya perubahan yang fundamental dalam kenyataan-kenyataan yang ada pada waktu traktat itu diadakan.
Masalah seperti ini sekarang diatur dalam Konvensi Wina Pasal 62 (di bawah judul Perubahan Fundamental Keadaan) :
  1. Suatu perubahan fundamental keadaan yang terjadi pada saat penandatanganan traktat dan yang tidak diramalkan sebelumnya oleh para pihak, tidak dapat dijadikan alasan mengakhiri atau menarik diri dari traktat, kecuali: 
    • Keadaan-keadaan tersebut merupakan landasan hakiki dari persetujuan para pihak untuk mengikatkan diri pada traktat; dan/ atau
    • Akibat perubahan tersebut secara mendasar mengubah tingkat atau luas kewajiban yang masih akan dilaksanakan menurut traktat. 
  2. Perubahan fundamental keadaan tidak dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari traktat :
    • Jika traktat itu menetapkan suatu batas; dan/ atau 
    • Perubahan fundamental tersebut merupakan akibat dari pelanggaran salah satu pihak yang menghendakinya baik karena kewajiban menurut traktat maupun karena kewajiban internasional lainnya oleh salah satu pihak terhadap traktat tersebut.
  3. Jika pada ayat-ayat sebelumnya suatu pihak menghendaki perubahan fundamental keadaan sebagai alasan untuk mengakhiri atau menarik diri dari traktat, juga ia dapat menghendaki perubahan tersebut sebagai alasan untuk menangguhkan berlakunya traktat. 
    • Waktu yang ditentukan telah berakhir; dan/ atau
    • Jumlah pesertanya berkurang menjadi lebih kecil dari jumlah peserta yang ditentukan oleh traktat untuk bisa berlaku, jika hal seperti itu ditentukan baik secara eksplisit maupun secara implisit
Berakhirnya Traktat Karena Tindakan Negara Peserta
  1. Penarikan diri salah satu pihak dan disetujui pihak lainnya;
  2. Denunsiasi, yaitu pemberitahuan oleh satu pihak kepada pihak-pihak lain bahwa ia bermaksud menarik diri dari suatu traktat.
Demikian penjelasan singkat mengenai Alur dan Proses Perjanjian Internasional yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: