BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Proses Pendampingan Anak sebagai Korban oleh Pekerja Sosial

Proses Pendampingan Anak sebagai Korban oleh Pekerja Sosial
Pekerja sosial dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial adalah seorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapat kan sertifikat kompetensi. Selain itu pekerja sosial merupakan dimensi kedua dari petugas kemasyarakatan dari perspektif Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 

Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/ atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak. Bukan hanya pekerjaan amal, melainkan pekerja sosial professional merupakan profesi yang memiliki 3 (tiga) unsur pokok didalamnya (Tri Andrisman, "Hukum Peradilan Anak", Bandar Lampung: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UNILA, 2013, hlm. 91-92), yaitu :
  1. Keterampilan;
  2. Pengetahuan; dan 
  3. Nilai.
Untuk menjadi pekerja sosial harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun syarat-syarat tersebut dimuat dan diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mensyaratkan (Lilik Mulyadi, "Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia", Bandung: PT Alumni Bandung, 2014, hlm. 226-227), yaitu :
  1. Berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma empat (D-4) di bidang pekerja sosial atau kesejahteraan sosial;
  2. Memiliki pengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
  3. Mempunyai keahlian atau keterampilan khusus dalam pekerjaan sosial dan minat untuk membina, membimbing dan membantu anak demi kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental, sosial dan perlindungan terhadap anak, dan 
  4. Lulus uji kompetensi sertifikasi pekerja sosial profesional oleh organisasi profesi di bidang kesejahteraan sosial.
Pekerja sosial profesional memiliki tugas dan peran yang penting dalam mendampingi, membimbing dan melakukan pengawasan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Tugas-tugas pekerja sosial profesional tersebut diatur dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu :
  1. Membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak; 
  2. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
  3. Menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif;
  4. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;
  5. Membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan; 
  6. Memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak; 
  7. Mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua,lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan 
  8. Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
Pekerja sosial profesional melakukan koordinasi dengan pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana konteks di atas. Selain itu, pekerja sosial profesional dapat memberi pertimbangan atau saran untuk merujuk anak, anak korban atau anak saksi ke instansi atau lembaga kesejahteraan sosial anak melalui koordinasi bersama pembimbing kemasyarakatan atau tenaga kesejateraan sosial atau penyidik. 

Berikutnya, anak, anak korban, dan/ atau anak saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani perlindungan anak berdasarkan atas laporan sosial (assessment) dari pekerja sosial professional atau tenaga kesejahteraan sosial dan berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan (Lilik Mulyadi, "Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia", Bandung: PT Alumni Bandung, 2014, hlm. 227-228).

Anak yang menjadi korban kekerasan seksual atau anak yang berhadapan dengan hukum perlu mendapatkan perlindungan. Pekerja sosial profesional yang telah dibekali dengan ilmu, keterampilan-keterampilan, kemampuan, nilai-nilai dan pendidikan yang dapat dikembangkan dalam masalah kekerasan seksual anak adalah menjadi pendamping bagi korban atau anak tersebut. 

Pekerja sosial melakukan pendampingan untuk membantu melindungi dan mengembalikan kehidupan normal korban atau anak, hal mana anak yang menjadi korban setelah mengalami kekerasan seksual akan menjadi pendiam, murung, menyendiri, malu untuk bersosialisasi kembali dan mengalami depresi atau trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya (Arini Fauziah Al Haq, Dkk, "Kekerasan Seksual Pada Anak di Indonesia", Prosiding KS: Riset dan PKM. Vol. 2. No. 1. 2014. hlm. 35-36).

Demikian penjelasan singkat mengenai Proses Pendampingan Anak sebagai Korban oleh Pekerja Sosial yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: