BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Aspek Religius Perkawinan Beda Agama

Aspek Religius Perkawinan Beda Agama
Pandangan Agama Islam
Pandangan Islam terhadap perkawinan beda agama pada prinsipnya tidak memperkenankannya. Dalam Al-Quran dengan tegas melarang perkawinan antara orang Islam dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi: 
"Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati. Dan janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu". (Al-Baqarah [2: 221).
Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam (O.S. Eoh, 1996: 117).

Lelaki Ahli Kitab (Yahudi ataupun Nasrani) Haram Manikahi Muslimah
Mengenai lelaki Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) haram menikahi wanita Muslimah tidak ada kesamaan lagi. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran Surat Al-Mumtahanah (10) dan Al-Baqarah (221). Maka Imam Ibnu Qodamah Al-Maqdisi menegaskan: 
"Dan tidak halal bagi Muslimah nikah dengan lelaki kafir, baik keadaanya kafir (Ahli Kitab) ataupun bukan Kitabi."
Karena Allah Ta’ala berfirman: 
"Dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sehingga mereka beriman." (Al-Baqarah: 221). 
Dan firman-Nya: 
"Maka jika telah mengetahui bahwa mereka (benarbenar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-rang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka". (Al-Mumtahanah: 10).
Syaikh Abu Bakar Al-Jazairy Hafidhahullah dengan mendasarkan kepada firman Allah SWT pada Surat Al-Mumtahanah berkata:
"Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlak, baik Ahlul Kitab maupun bukan" 
Para ulama mengemukakan larangan Muslimah dinikahi oleh lelaki Ahli Kitab atau non Muslim itu sebagaian cukup menyebutkanya dengan lafal musyrik atau kafir karena maknanya sudah jelas kafir itu mencakup Ahli Kitab dan musrik. 

Menikahi Wanita Muhshanat Dari Kalangan Ahli Kitab
Ketika bolehnya menikahi wanita Ahli Kitab yang Muahshanah yang menjaga diri dan kehormatannya sudah tsabat kuat, lalu yang lebih utama hendaknya tidak menikahi wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) karena Umar berkata kepada para sahabat yang menikahi wanita-wanita Ahli Kitab (Hartono Ahmad Jaiz, 2004: 204-205): 
"Talaklah mereka."
Pandangan Agama Katolik
Salah satu halangan yang dapat mengakibatkan perkawinan tidak sah, yaitu perbedaan agama. Bagi Gereja Katholik menganggap bahwa perkawinan antar seseorang yang beragama katholik dengan orang yang bukan katholik dan tidak dilakukan menurut hukum agama Katholik dianggap tidak sah. 

Disamping itu, perkawinan antara seseorang yang beragama Katholik dengan orang yang bukan Katholik bukanlah merupakan perkawinan yang ideal. Hal ini dapat dimengerti karena agama Katholik memandang perkawinan sebagai sakramen sedangkan agama lainnya (kecuali Hindu) tidak demikian karena itu Katholik menganjurkan agar pengahutnya kawin dengan orang yang beragama katholik.

Pandangan Agama Protestan
Pada prinsipnya agama Protestan menghendaki agar penganutnya kawin dengan orang yang seagama, karena tujuan utama perkawinan untuk mencapai kebahagiaan sehingga akan sulit tercapai kalau suami istri tidak seiman.

Dalam hal terjadi perkawinan antara seseorang yang beragma Protestan dengan pihak yang menganut agama lain, maka Mereka dianjurkan untuk menikah secara sipil di mana kedua belah pihak tetap menganut agama masing-masing. Kepada mereka diadakan pengembalaan khusus. Pada umumnya gereja tidak memberkati perkawinan mereka. 

Ada gereja-gereja tertentu yang memberkati perkawinan campur beda agama ini, setelah pihak yang bukan protestan membuat pernyataan bahwa ia bersedia ikut agama Protestan. Keterbukaan ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa pasangan yang tidak seiman itu dikuduskan oleh suami atau isteri yang beriman. Ada pula gereja tertentu yang bukan hanya tidak memberkati, malah anggota gereja yang kawin dengan orang yang tidak seagama itu dikeluarkan dari gereja. 

Menurut Pdt. Purboyo W. Susilaradeya3 bahwa banyak orang tidak dapat memahami mengapa dua orang yang berbeda agama tetap memutuskan menikah, walau berbagai tantangan menanti mereka di depan. Dari masalah upacara atau ibadah pernikahan pada awal perjalanan mereka, hingga pendidikan agama bagi anak-anak mereka kelak. 

Dan yang biasanya lebih tidak dapat dipahami lagi adalah bahwa beberapa gereja, salah satu di antaranya adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) bersedia melayankan kebaktian peneguhan dan pemberkatan pernikahan dari pasangan yang berbeda agama, walau berbagai tantangan juga menanti gereja di depan. Dari masalah persiapan dan penyelenggaraan upacara atau ibadah pernikahan mereka, hingga pendampingan pastoral bagi mereka.  

Pandangan Agama Hindu
Perkawinan orang yang beragama Hindu yang tidak memenuhi syarat dapat dibatalkan. Suatu perkawinan batal karena tidak memenuhi syarat bila perkawinan itu dilakukan menurut Hukum Hindu tetapi tidak memenuhi syarat untuk pengesahannya, misalnya mereka tidak menganut agama yang sama pada saat upacara perkawinan itu dilakukan, atau dalam hal perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan menurut hukum agama Hindu.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mensahkan suatu perkawinan menurut agama Hindu harus dilakukan oleh Pedande/ Pendeta yang memenuhi syarat untuk itu. Di samping itu tampak bahwa dalam hukum perkawinan Hindu tidak dibenarkan adanya perkawinan antar penganut agama Hindu dan bukan Hindu yang disahkan oleh Pedande. 

Dalam agama Hindu tidak dikenal adanya perkawinan antar agama. Hal ini terjadi karena sebelum perkawinan harus dilakukan terlebih dahulu upacara keagamaan. Apabila salah seorang calon mempelai tidak beragama Hindu, maka dia diwajibkan sebagai penganut agama Hindu karena kalau calon mempelai yang bukan Hindu tidak disucikan terlebih dahulu dan kemudian dilaksanakan perkawinan, hal ini melanggar ketentuan dalam Seloka V89 kitab Manawadharmasastra yang berbunyi:
"Air pensucian tidak bisa diberikan kepada mereka yang tidak menghiraukan upacara-upacara yang telah ditentukan, sehingga dapat dianggap kelahiran mereka itu sia-sia belaka, tidak pula dapat diberikan kepada mereka yang lahir dari perkawinan campuran kasta secara tidak resmi, kepada mereka yang menjadi petapa dari golongan murtad dan pada mereka yang meninggaal bunuh diri."
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan antar agama dimana salah satu calon mempelai beragama Hindu tidak boleh dan pendande atau Pendeta akan menolak untuk mengesahkan perkawinan tersebut. 

Pandangan Agama Budha
Perkawinan antar agama di mana salah seorang calon mempelai tidak beragama Budha menurut keputusan Sangha Agung Indonesia diperbolehkan asal pengesahan perkawinannya dilakukan menurut cara agama Budha. Dalam hal ini calon mempelai yang tidak bergama Budha tidak diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan tetapi dalam upacara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajidkan mengucapkan:
"atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka"
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Budha tidak melarang umatnya untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain. Akan tetapi kalau penganut agama lainnya maka harus dilakukan menurut agama Budha. Di samping itu, dalam upacara perkawinan itu kedua mempelai diwajibkan untuk mengucapkan "atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka" yang merupakan dewa-dewa budha dan secara tidak langsug berarti bahwa calon mempelai yang tidak beragama Budha menjadi penganut agama Budha. 

Walaupun sebenarnya ia hanya menundukkan diri pada kaidah agama Budha pada saat perkawinan itu dilangsungkan. Untuk menghadapi praktek perkawinan yang demikian mungkin bagi calon mempelai yang tidak beragama Budha akan merasa keberatan. 

Pandangan Agama Khonghucu 
Dalam ajaran agama Khonghucu perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. 

Tujuan perkawinan dalam agama Konghucu di Indonesia ialah memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih Thian (Tuhan Yang Maha Esa), berwujud kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya dan memungkinkan manusia membimbing putra-putrinya. 

Adapun syarat-syarat perkawinan bagi umat Konghucu yang terkait masalah beda agama:
  1. Ada persetujuan dari kedua mempelai tanpa ada unsur paksaan;
  2. Kedua calon mempelai wajib melaksanakan pengakuan iman, peneguhannya dilaksanakan di tempat ibadah umat Konghucu (Lithang);
  3. Mendapat persetujuan dari kedua orang tua, baik orang tua pihak laki-laki maupun pihak perempuan atau walinya; dan
  4. Disaksikan oleh dua orang saksi.
Demikian penjelasan singkat mengenai Aspek Religius Perkawinan Beda Agama yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: