BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sejarah Perdagangan Senjata Ilegal

Sejarah Perdagangan Senjata Ilegal
Sebuah konsekuensi yang tidak terelakkan dari Perang Dunia I ialah berlebihnya kapasitas industri di segala bidang yang berhubungan dengan produksi senjata di Eropa dan Amerika Utara, termasuk produksi Small Arms and Light Weapon (SALW). 

Pada saat sektor-sektor industri militer lainnya tengah berjuang, para produser Small Arms and Light Weapon (SALW) menghadapi beberapa beban tambahan dalam menyesuaikan produksi senjata yang ditujukan bagi pasar warga sipil (Pearton Maurice, "Diplomacy, War and Technology since 1830", Lawrence: University of Kansas Press, 1982).

Senjata-senjata dibeli saat fase-fase awal dari kelebihan produksi ini yang kemudian dalam jumlah besar keluar dari jalur pasar legal. Surplus senjata yang berasal dari Perang Dunia II juga tampaknya mengarah pada penyebaran yang bersifat ilegal. Sumber-sumber tambahan dari senjata yang telah dibeli sebagai sebuah bentuk pengelakan hukum yang tadinya relatif mudah bahkan negara-negara dengan persyaratan registrasi seolah-olah merupakan perintah sebelum reformasi hukum pada tahun 1970an menjadikan pengelakan lebih sulit. Sejak saat itu, kebangkitan pasar informal seperti pasar gelap, kebocoran sistem pengadaan senjata militer, penyelundupan dan transaksi pribadi berskala kecil kemudian muncul sebagai persoalan dimana-mana (Pearton Maurice, "Diplomacy, War and Technology since 1830", Lawrence: University of Kansas Press, 1982).

Diperkirakan terdapat 693 juta Small Arms and Light Weapon (SALW) dalam sirkulasinya di dunia. Senjata-senjata ini diproduksi di lebih dari 90 negara dan lebih dari 1200 perusahaan secara international terlibat di beberapa aspek perdagangan Small Arms and Light Weapon (SALW). Pasar Small Arms and Light Weapon (SALW) di seluruh dunia diperkirakan bernilai US$ 4 Milyar dan pasar ilegal diperkirakan nilainya mencapai US$ 1 Milyar.

Beberapa negara exporter terbesar Small Arms and Light Weapon (SALW) di seluruh dunia, diantaranya Russia, Amerika Serikat, Italia, Jerman, Belgia dan China. Sedangkan negara-negara importer terbesar diantaranya temasuk Amerika Serikat, Arab Saudi, Siprus, Jepang, Korea Selatan, Jerman dan Kanada (Pearton Maurice, "Diplomacy, War and Technology since 1830", Lawrence: University of Kansas Press, 1982).

Persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW) belum mendapatkan perhatian akademis seperti halnya persoalan yang terkait dengan proliferasi nuklir. Hal ini mungkin dikarenakan melihat penyebaran dan karakteristik umum dari senjata ini, Small Arms and Light Weapon (SALW) jauh melebihi senjata jenis lain yang berjenis nuklir, kimia, atau senjata biologis. 

Small Arms Survey, sebuah organisasi yang meneliti dan melaporkan seputar isu senjata ini setiap tahunnya memperkirakan sekitar 300.000 orang tewas setiap tahun oleh senjata ini, sekitar 1/3 (sepertiga) datang dari konflik dan sisanya yang merupakan pembunuhan dan tindakan bunuh diri juga dilakukan oleh senjata ringan berkaliber kecil atau Small Arms and Light Weapon (Pearton Maurice, "Diplomacy, War and Technology since 1830", Lawrence: University of Kansas Press, 1982).

Korban yang berhasil bertahan dari luka-luka yang mereka alami tetap hidup dengan kondisi yang memilikan. Dampak yang besar ini membuktikan bahwa Small Arms and Light Weapon (SALW) merupakan senjata pemusnah massal yang sebenarnya. Small Arms and Light Weapon (SALW) sangat tepat jika disebut sebagai senjata penghancur manusia (individual destruction) karena setiap tahunnya terdapat ratusan ribu manusia meninggal dan terluka parah akibat penggunaan senjata ini baik dalam daerah konflik maupun daerah non-konflik.

Dampak buruk proliferasi dan penyalahgunaan Small Arms and Light Weapon (SALW) tidak hanya dibatasi zona konflik saja. Pembangunan ekonomi juga sering terkena pengaruh buruk dari adanya kekerasan dan kriminalitas yang kebanyakan dilakukan dengan menggunakan Small Arms and Light Weapon (SALW). 

Kekerasan dengan Small Arms and Light Weapon juga merampas hak masyarakat dan kelangkaan sumber layanan kesehatan dan menghambat peluang bagi investasi dan pembangunan kembali selepas masa konflik. Small Arms and Light Weapon (SALW) juga merupakan jenis senjata pilihan bagi sejumlah besar kelompok ekstrim dan separatis yang menggunakannya untuk melakukan penyerangan mulai dari pembunuhan pegawai pemerintah sampai kepada penurunan tumpuk pemerintahan.

Dalam pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia maupun Hukum Kemanusiaan Internasional (International Humanitarian Law), pihak yang berperang di banyak daerah konflik sekarang ini menjadikan masyarakat sipil sebagai target. Masyarakat sipil terutama yang kedudukannya paling lemah adalah kelompok yang menderita dampak terparah akibat konflik-konflik tersebut (Arlina Permanasari dkk, "Pengantar Hukum Humaniter", Jakarta: ICRC, 1999, hlm. 121). 

Inti persoalan dalam isu ini ialah perdagangan global Small Arms and Light Weapon (SALW) yang terus meningkat dan secara umum tidak mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Tidak terdapatnya aturan standar yang dapat diterima secara universal dan mengikat secara hukum yang memampukan setiap negara untuk mencegah perdagangan senjata ilegal. 

Kewajiban untuk mengontrol perdagangan senjata terletak pada pemerintah yang dituntut baik dari segi niat baik maupun kemampuan untuk beraksi dalam level pemerintahan jika peraturan yang efektif harus ditetapkan. Rezim ekspor dalam level nasional sering kali menunjukan kekurangan akibat celah-celah peraturan yang mengizinkan transfer kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau kurangnya hukum terkait dengan larangan perdagangan senjata (Sitorus Herawaty Evelyn, "Implementasi Program Aksi PBB dalam Mencegah, Memerangi, dan Menghapus Perdagangan Senjata Ilegal", Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 46).

Perjanjian-perjanjian regional yang mencakup perdagangan senjata berlisensi, seperti European Union Code of Conduct on Arms Export hanya dapat memberikan rekomendasi kepada masing-masing pemerintah. European Union Code hanya menyarankan kriteria yang tepat bagi negara yang telah menandatangani perjanjian tersebut untuk mempertimbangkan tindakan mereka saat memberikan jaminan lisensi ekspor kepada pengusaha senjata, tetapi gagal untuk mencegah bentuk transfer yang berakhir di tangan para pelanggar Hak Asasi Manusia (Sitorus Herawaty Evelyn, "Implementasi Program Aksi PBB dalam Mencegah, Memerangi, dan Menghapus Perdagangan Senjata Ilegal", Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 47).

Kesepakatan dan perjanjian internasional yang ada hanya meminta pemerintah beraksi untuk mengawasi transfer senjata di masa mendatang agar tidak keluar kontrol dan mengajukan pengawasan terhadap senjata yang sudah terlanjur menyebar di pasaran. Sebuah aspek penting dan krusial dalam menangani perdagangan senjata ilegal harus mencakup pemberantasan atau paling tidak mereduksi permintaan akan senjata (Sitorus Herawaty Evelyn, "Implementasi Program Aksi PBB dalam Mencegah, Memerangi, dan Menghapus Perdagangan Senjata Ilegal", Skripsi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 92).

Perkembangan yang terjadi selama dasawarsa 1900an mendorong masyarakat internasional untuk meninjau kembali rezim pelucutan dan pengawasan senjata, dan ini memungkinkan muculnya isu Small Arms and Light Weapon (SALW) sebagai masalah kebijakan multilateral. Adanya perubahan yang paling signifikan ialah perubahan dalam matriks konflik selama masa Perang Dingin dimana konfik internal dan komunal mulai memiliki profil yang lebih tinggi dibandingkan dengan konflik antar negara. 

Konflik komunal bukanlah gejala yang sama sekali baru, tetapi karena profil mereka yang semakin meningkat berarti perhatian yang lebih besar harus diberikan kepada persoalan Small Arms and Light Weapon (SALW) ini. Selain itu, perdagangan global yang semakin bebas dan konsekuensinya berupa menurunnya pengawasan oleh Pabean serta perkembangan cara-cara untuk menutupi perdagangan internasional ilegal seperti melalui pencucian uang telah membuka peluang besar bagi lalu lintas senjata sebagai komoditas yang menguntungkan.

Demikian penjelasan singkat mengenai Sejarah Perdagangan Senjata Ilegal yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: