BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pornografi

Unsur-Unsur Tindak Pidana Pornografi
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Ktab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam unsur, yakni:
  1. Unsur-unsur Subjektif; dan
  2. Unsur-unsur Objektif. 
Adapun yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. 

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur objektif itu adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan (P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, "Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia", Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 192-193). 


Adapun unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah sebagai berikut:
  1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus, culpa);
  2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimuat dan diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
  3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
  4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
  5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sedangkan unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah:
  1. Sifat melanggar hukum (wederrechtelijkheid);
  2. Kualitas dari si pelaku, misalnya seperti:
    • Keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana; atau 
    • Keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 398 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 
  3. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat
Pornografi yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/ atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksplorasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. 

Tindak pidana pornografi merupakan tindak pidana kejahatan (vide: Pasal 39 Undang-Undang Pornografi) dan unsur dalam tindak pidana pornografi adalah adanya kesengajaan. Memperhatikan ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29, maka dapat dirinci bahwa yang menjadi unsur dalam tindak pidana ada 2 (dua), yaitu: 
  1. Perbuatan; dan
  2. Objeknya. 
Adapun unsur perbuatan tindak pidana pornografi (Erinda Sinaga, "Tinjauan Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pornografi Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi", Jurnal Ilmu Hukum Vol 8 No. 4, Oktober-Desember 2014, hlm. 702-703), yakni meliputi:
  • Memproduksi pornografi;
  • Membuat pornografi;
  • Memperbanyak pornografi;
  • Menggandakan pornografi;
  • Menyebarluaskan pornografi;
  • Menyiarkan pornografi;
  • Mengimpor pornografi;
  • Mengekspor pornografi;
  • Menawarkan pornografi;
  • Memperjualbelikan pornografi;
  • Menyewakan pornografi;
  • Menyediakan pornografi;
  • Meminjamkan atau mengunduh pornografi;
  • Memperdengarkan pornografi;
  • Mempertontonkan pornografi;
  • Memanfaatkan pornografi;
  • Memiliki pornografi;
  • Menyimpan pornografi;
  • Mengajak pornografi;
  • Membujuk pornografi;
  • Memanfaatkan pornografi;
  • Membiarkan pornografi;
  • Melibatkan anak dalam pornografi;
  • Menyalahgunakan kuasa.
Unsur yang ditunjuk oleh ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 34 adalah perbuatan yang sama dengan perbuatan pada ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Pornografi. 


Apabila rumusan dari ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 34 jo Pasal 8 Undang-Undang Pornografi dirinci (Suratman, Andri Winjaya Laksana, "Analisis Yuridis Penyidikan Tindak Pidana Pornografi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Di Era Digitalisasi", Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume I No. 2 Mei-Agustus 2014 hlm. 172 ), maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Unsur subjektif
    Kesalahan dengan sengaja atau atas persetujuannya.
  2. Unsur objektif
    Perbuatan menjadi objeknya: objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Unsur subjektif merupakan unsur yang berkenaan dalam diri pelaku, yaitu suatu tindak pidana dilakukan dengan adanya keadaan psikis tertentu dari diri si pelaku. Hubungan psikis (sikap batin) si pelaku dengan perbuatannya menggambarkan tentang kesadaran (keinsyafan si pelaku dalam melakukan perbuatan. 

Apabila si pelaku menyadari (menginsyafi) dalam arti menghendaki perbuatan tersebut, maka disini ada keadaan batin yang berupa kesengajaan (dolus). Sebaliknya, apabila si pelaku tidak menginsyafi dalam arti tidak menghendaki perbuatan (secara yuridis), maka dalam hal ini sikap batin yang ada adalah berupa kealpaan (culpa) (Moeljatno, "Asas-Asas Hukum Pidana", Jakarta: Bina Aksara, 2015 hlm. 64).

Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan kata sengaja atau dengan sengaja, namun demikian adanya kata kerja berimbuhan me- misalnya seperti membuat, memperbanyak, menayangkan dan lain-lain, maka pelaku dianggap telah menyadari bahwa perbuatannya adalah merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. 

Secara otomatis, pelaku dianggap wajib bertanggung jawab atas perbuatannya dikarenakan tindak pidana pornografi merupakan delik dolus, maka dalam melakukan perbuatannya harus disengaja. Meskipun unsur sengaja tidak perlu dibuktikan karena tidak dicantumkan dalam rumusan. Namun, sebagaimana tindak pidana dolus, maka sebelum perbuatan dilakukan, si pembuat memiliki pengetahuan bahwa dengan perbuatan yang hendak dilakukannya, akan menghasilkan barang pornografi yang dimaksud. Apabila tidak memiliki pengetahuan semacam ini, maka orang tersebut tidak boleh dipidana (Moeljatno, "Asas-Asas Hukum Pidana", Jakarta: Bina Aksara, 2015 hlm 6).

Demikian penjelasan singkat mengenai Unsur-Unsur Tindak Pidana Pornografi yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: