BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Kedudukan Camat Selaku PPAT Sementara

Kedudukan Camat Selaku PPAT Sementara
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang pertanahan merupakan kewenangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Adapun dalam penyelenggaraan tanah yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan/ atau pejabat lain sebagaimana diatur dan disebutkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pada Pasal 5 dan Pasal 6 huruf (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
"Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional."


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, hal mana untuk susunan atau formasi wilayah kerjanya ditetapkan oleh Menteri yang kemudian ditetapkan secara periodik dan dapat ditinjau kembali apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor penentu (vide: Pasal 2 angka (1) dan (2) Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT).

Adapun "perbuatan hukum" yang dimaksud dalam kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat akta-akta otentik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yakni terdiri dari:
  1. Jual Beli;
  2. Tukar Menukar;
  3. Hibah (Grant);
  4. Pemasukan ke dalam Perusahaan (inbreng);
  5. Pembagian Hak Bersama;
  6. Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) atas Tanah Hak Milik;
  7. Pemberian Hak Pakai (HP) atas Tanah Hak Milik;
  8. Pemberian Hak Tanggungan (HT);
  9. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan (HT).
Perlu diketahui bahwa jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak lahir atau ditetapkan begitu saja karena untuk dapat diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), orang atau pejabat yang bersangkutan harus dinyatakan lulus ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (vide: Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998) dan setelah dinyatakan lulus kemudian yang bersangkutan diajukan ke Menteri untuk diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, hal mana untuk wilayah terpencil Menteri memiliki kewenangan menunjuk Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS). Secara prinsipnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah membagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam 3 (tiga) kelompok, yakni terdiri dari:
  1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan seorang pejabat yang diberikan kewenangan  (dalam hal ini seperti notaris) untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu baik mengenai hak-hak atas tanah ataupun juga hak milik atas rumah susun;
  2. Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta;
  3. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan membuat akta khusus dalam rangka pelaksanaan atau tugas pemerintah tertentu.
Di dalam daerah Kabupaten/ Kotamadya yang formasi Pejabat Pembuat Akta Tanahnya belum terpenuhi, Camat selaku pemegang kekuasaan tertinggi di kecamatan dapat ditunjuk oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang surat pengangkatannya ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bertindak atas nama Menteri. 



Adapun camat dalam kedudukannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) merupakan salah satu pejabat yang diberikan kewenangan untuk membuat dan mengesahkan suatu perbuatan hukum seperti jual beli, pengalihan dan/ atau pendaftaran hak. Hal mana perbuatan hukum yang terjadi dituangkan ke dalam suatu akta otentik yang disebut atau dikenal dengan istilah Akta Jual Beli (AJB) atau contract of sale

Pada saat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tersebut, pembuatannya harus dibuat di Kantor Kecamatan dengan dihadiri oleh para pihak (pihak penjual dan pihak pembeli) serta 2 (dua) orang sebagai saksi. Dalam hal ini 2 (dua) orang yang bertindak sebagai saksi tersebut memberi kesaksian mengenai hal-hal sebagai berikut:
  1. Identitas penghadap yang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak mengenal penghadap secara pribadi;
  2. Kehadiran pihak atau kuasanya;
  3. Kebenaran data (fisik dan yuridis) atas obyek perbuatan hukum. Dalam hal yang dimaksud yakni untuk obyek tanah yang belum terdaftar;
  4. Kebenaran dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta; dan
  5. Telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.
Sebagaimana dijelaskan di atas, Akta Jual Beli (AJB) atau (contract of sale) yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) merupakan salah satu jenis akta otentik, hal mana dalam pembuatan dan penerbitan akta tersebut Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) dalam menjalankan tugasnya secara prosedural harus memenuhi unsur-unsur keputusan Tata Usaha Negara (TUN) yang aktanya tersebut harus bersifat kongkrit, individual dan final. 

Di dalam akta tersebut harus mengandung kebenaran subtansinya seperti mengenai penelitian dan penelaahan keabsahan data yuridis objek tanah yang hendak diperjualbelikan, penandatanganan Akta Jual Beli (contract of sale) oleh para pihak yang sah menurut ketentuan perundang-undangan dan dihadiri oleh saksi-saksi yang kemudian penandatanganan aktanya dilakukan di hadapan Camat. 

Akan tetapi, sebelum ditandatangani dan diterbitkannya keputusan (beschikking) atas Akta Jual Beli (contract of sale) tersebut, Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) memiliki kewajiban untuk terlebih dahulu membacakan semua isi akta tersebut dihadapan para pihak dan saksi-saksi dan jika terdapat subtansi yang ingin dirubah dan/ atau ditambahkan dari penjual dan/ atau pembeli maka aktanya harus dibuat ulang sampai para pihak menyetujui seluruh isi akta tersebut.

Demikian penjelasan singkat dari Penulis mengenai kedudukan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang dirangkum dari berbagai sumber, Penulis berharap semoga informasi yang diberikan bermanfaat bagi para pembaca. Jikalau ada pertanyaan atau sanggahan atas tulisan ini silahakan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir artikel ini untuk membantu Penulis mengembangkan atau memperbaikinya. Kritik dan sarannya sangat dibutuhkan untuk membuat kami lebih baik lagi kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: