BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Asas-Asas Restitusi

Asas-Asas Restitusi
Salah satu instrumen penting yang menjadi landasan untuk memenuhi kewajiban pemulihan atau reparasi kepada korban adalah Prinsip-prinsip Dasar dan Pedoman Hak Atas Pemulihan untuk Korban Pelanggaran Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter (Basic Principles and Gudielines on the Right to Remedy and Reparation for Victims of Violants of International Human Rights and Humanitarian Law 1995) dan Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crimes and Abuses of Power). 

Bersadarkan ketentuan-ketentuan tersebut dinyatakan bahwa para korban memiliki 5 (lima) hak pemulihan atau reparasi sebagaimana Lampiran Peraturan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Restitusi, yaitu sebagai berikut: 
  1. Restitusi;
  2. Kompensasi;
  3. Rehabilitasi;
  4. Kepuasan; dan 
  5. Jaminan ketidakberulangan.
Dalam pelaksanaan Hak Restitusi dalam pemulihan korban terdapat beberapa asas-asas hukum didalamnya (Dikdik M. Arief Mansur-Elisatris Gultom, "Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita", Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007, hlm. 164), yaitu sebagai berikut:
  1. Asas Manfaat
    Perlindungan korban tindak pidana tidak hanya khusus diberikan kepada korban saja, manfaat tersebut dapat diberikan juga kepada masyarakat luas dalam upaya mengurangi kejahatan serta menciptakan ketertiban masyarakat.
  2. Asas Keadilan
    Perlindungan korban harus memliki rasa keadilan tidak hanya ditujukan kepada korban, namun juga perlu ditujukan kepada pelaku. Sehingga kedua belah pihak dapat diperlakukan secara adil di depan mata hukum.
  3. Asas Keseimbangan
    Salah satu tujuan hukum adalah memulihkan keseimbangan terhadap tatanan masyarakat yang terganggu untuk kembali pada tempat yang semula (restitution in integrum). Keseimbangan merupakan aspek penting dalam pemulihan hak-hak korban.
  4. Asas Kepastian Hukum
    Bagi aparat penegak hukum dapat menggunakan dasar hukum sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya dalam perlindungan hak korban. Pada Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaPerdagangan Orang menyatakan bahwa Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
Permohonan Restitusi diputuskan bersamaan dengan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang mengadili pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang berdasarkan Hukum Acara Pidana di Indonesia. Selain itu untuk perlindungan terhadap anak sebagai korban kejahatan, harusnya dalam penanganan perkara pidana saat ini sudah saatnya diberikan perhatian khusus pada korban, selain sebagai saksi yang mengetahui suatu kejahatan juga karena kedudukan korban sebagai subjek hukum yang memiliki kedudukan sederajat di depan hukum (equality before of the law). 

Asas equality before of the law merupakan salah satu manifestasi dari negara hukum (rechstaat) sehingga harus ada perlakuan yang sama bagi setiap orang dihadapan hukum (gelijkheid van iedeer voor de wet). Dengan demikian, elemen yang melekat mengandung makna perlindungan yang sama di depan hukum (equal protection on the law) dan mendapatkan keadilan yang sama di depan hukum (equal justice under the law)

Tegasnya hukum acara pidana tidak mengenal adanya perlakuan yang berbeda terhadap orang-orang yang terkait dengan peradilan (forum prevelegiatum) baik sebagai saksi, tersangka maupun korban, sebagaimana ditentukan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 48 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman yang saat ini sudah diganti dengan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009 dan penjelasan umum Pasal 3 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan karena itu pulalah untuk menjaga kewibawaan pengadilan, maka segala intervensi terhadap peradilan dilarang kecuali ditentukan lain oleh undang-undang (Marlina dan Azmiati Zuliah, "Hak Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang", Bandung: PT. Refika Aditama, 2015, Hlm 122).

Oleh karenanya perhatian kepada korban dalam penanganan perkara pidana hendaknya dilakukan atas dasar belas kasihan dan hormat atas martabat korban (compassion and respect for their dignity).

Korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang terkhususnya dalam hal ini adalah anak, merupakan satu-satunya pihak yang dalam hal ini ia sekaligus pula menjadi saksi korban yang merasakan dan mengalami seluruh rangkaian proses kejadian tindak pidana tersebut sehingga menjadi suatu sumber informasi yang sangat penting yang berkaitan dengan pelanggaran tindak pidana perdagangan orang. Oleh karena hal itu anak yang menjadi korban tindak pidana perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari aparat penegak hukum maupun lembaga pendamping selama menjalani proses penegakan hukum pidana. 

Berdasarkan hal tersebut, International Organization for Migration Mission in Indonesia (Pedoman untuk Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Trafiking dan Perlindungan terhadap Korban Selama Proses Penegakan Hukum, Jakarta: IOM, 2009 hlm.37mengatur beberapa prinsip-prinsip yang melandasi korban selama proses penegakan hukum, yaitu mencakup:
  1. Perlakuan yang benar atau tepat (correct), tidak berprasangka buruk, dan bila perlu dilakukan secara personal;
  2. Penyediaan informasi kepada korban, informasi harus diberikan dari tahap paling awal dan harus akurat, relevan dan jelas;
  3. Penghormatan atau penghargaan terhadap privasi pihak korban; 
  4. Jaminan perlindungan keamanan pihak korban, keamanan keluarga korban, teman korban harus diutamakan;
  5. Penyediaan pendampingan dan bantuan apabila mungkin termasuk perujukan korban pada lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang pendampingan korban;
  6. Pendayagunaan secara maksimal dari semua kemungkinan yang ada dalam konteks pemeriksaan tindak pidana untuk memberikan ganti kerugian kepada pihak korban;
  7. Adanya kebutuhan untuk memberikan perlakuan khusus bagi anak-anak. 
Demikian penjelasan singkat mengenai Asas-Asas Restitusi yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: