BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Hak Milik atas Tanah

Hak Milik atas Tanah
Tanah merupakan salah satu bagian yang penting di dalam kehidupan masyarakat baik sebagai tempat hunian maupun sebagai unsur pendukung mata pencaharian masyarakat seperti contohnya di bidang:
  1. Pertanian;
  2. Perkebunan;
  3. Peternakan, 
  4. Perikanan 
  5. Industri.
Adapun ketentuan yuridis yang mengatur tentang eksistensi tanah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hal mana ketentuan tersebut merupakan pelaksanaan dari ketentuan yang diatur pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) yang pada dasarnya menyatakan bahwa bumi, air beserta segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara yang kemudian dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.



Dalam ruang lingkup Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang dalam pengertian yuridis disebut sebagai HAK sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditentukan adanya berbagai macam hak atas permukaan bumi yang kemudian disebut sebagai TANAH yang dapat diberikan kepada masyarakat untuk dimiliki dengan berbagai kepentingan. Adapun kepentingan yang dimaksud terdiri dari:
  1. Kepentingan diri sendiri;
  2. Kepentingan bersama-sama dengan orang lain; dan
  3. Kepentingan badan-badan hukum.
Perlu diketahui konsep hak atas tanah yang terdapat dalam hukum pertanahan nasional sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria membagi hak-hak atas tanah ke dalam 2 (dua) bentuk, yakni:
  1. Hak atas tanah yang bersifat primer; dan
  2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder (sementara).
Hak atas tanah yang bersifat primer
hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki melalui penguasaan secara langsung oleh orang atau badan hukum dengan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal mana untuk pemberian berdasarkan penguasaan diberikan dengan syarat dan waktu tertentu yang kemudian dapat dialihkan kepada orang lain atau ahli waris atau penerus hak. Adapun hak-hak yang bersifat primer terdiri dari:
  1. Hak Milik (HM);
  2. Hak Guna Usaha (HGU);
  3. Hak Guna Bangunan (HGB); dan 
  4. Hak Pakai (HP).
Hak atas tanah yang bersifat sekunder (sementara)
Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara terdiri dari:
    • Hak Gadai;
    • Hak Usaha Bagi Hasil;
    • Hak Menumpang; dan 
    • Hak Menyewa atas Tanah Pertanian.
Dari berbagai macam hak atas tanah sebagaimana yang disebutkan di atas, Hak Milik (HM) merupakan satu-satunya yang memiliki kedudukan dan status hukum yang paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa:
“Hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dimiliki atas tanah”
"Turun temurun" mengartikan bahwa:
  1. Hak milik atas tanah dapat dimiliki secara terus menerus selama pemilik hak masih hidup; 
  2. Apabila pemegang hak milik atas tanah tersebut meninggal dunia, maka hak milik dilanjutkan oleh ahli waris atau penerus hak dari pemegang hak milik;
  3. Adapun pemberian hak kepada ahli waris dengan syarat bahwa ahli waris tersebut telah memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. 
"Terkuat" mengartikan bahwa:
  1. Hak milik atas tanah merupakan hak yang paling kuat dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang lainnya;
  2. Hak milik atas tanah tidak mempunyai batas waktu tertentu;
  3. Hak milik atas tanah mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain; dan 
  4. Hak milik atas tanah tidak mudah hapus. 
"Terpenuh" mengartikan bahwa :
  1. Hak milik atas tanah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemegang hak dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang lainnya;
  2. Hak milik atas tanah dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain; dan 
  3. Penggunaan tanah pada hak milik lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.


Berdasarkan penjelasan singkat di atas mengartikan bahwa betapa penting dan berharganya menguasai hak atas tanah dengan status hak milik yang secara legalitas hukum memiliki kedudukan yang terkuat dan terpenuh atas tanah sehingga dengan adanya legalitas hukum yang melekat, maka pemegang hak dapat mempertahankan hak miliknya atas tanah tersebut terhadap siapapun. Adapun mengenai keabsahan dan legalitas terhadap hak milik telah dikenal 2 (dua) asas, yakni:
  1. Asas “Nemo plus juris transfere potest quam ipse habel” yang artinya bahwa tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak yang dia miliki; dan
  2. Asas “Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest” yang artinya bahwa tidak seorangpun mengubah tujuan dari penggunaan objeknya bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri.
Pada kedua asas tersebut semakin menjelaskan sifat dari Hak Milik (HM) atas tanah yang terkuat dan terpenuh dalam memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum terhadap kepemilikan atas bidang tanah tersebut. Adapun kewenangan yang diberikan kepada pemiliknya sebagaimana jaminan perlindungan dan kepastian hukum berupa:
  1. Mengadakan tindakan-tindakan di atas tanah hak miliknya; dan
  2. Mempertahankan hak miliknya dari gangguan atau gugatan dari pihak lain.
Adapun mengenai jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang diberikan terhadap hak milik atas tanah diatur melalui suatu mekanisme yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Pada ketentuan Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi:
  1. Pengumpulan;
  2. Pengolahan;
  3. Pembukuan; 
  4. Penyajian;
  5. Pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun; dan
  6. Pemberian tanda bukti hak berupa sertifikat terhadap bidang-bidang tanah.
Sehubungan dengan ketentuan Pasal 1 angka (1) Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut di atas terdapat 2 (dua) macam asas hukum yang berlaku, yakni:
  1. Asas Itikad Baik
    Orang yang memperoleh sesuatu hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana maksud dan tujuan dari asas ini yakni untuk melindungi orang yang beritikad baik dalam mengusahakan tanahnya; dan
  2. Asas nemo plus yuris
    Orang tidak dapat mengalihkan hak yang dimiliki melebihi hak yang diberikan atau yang ada padanya sebagaimana maksud dan tujuan dari asas ini yakni untuk melindungi pemegang hak yang selalu dapat menuntut kembali haknya yang terdaftar atas nama siapapun.
Dari kedua asas yang disebutkan diatas menimbulkan 2 (dua) sistem pendaftaran tanah, yaitu terdiri dari:
  1. Sistem Publikasi Positif
    Dalam sistem ini memberikan jaminan kepada pemegang hak atas bidang tanah yang telah didaftarkan pada instansi yang berwenang (Badan Pertanahan Nasional). Hal mana jaminan yang diberikan setelah melalui proses pemeriksaan dan penelitian data yuridis dan data fisik terhadap bidang tanah yang didaftarkan oleh yang bersangkutan.
  2. Sistem Publikasi Negatif
    Perlu diketahui dalam sistem ini menggunakan daftar umum yang pada dasarnya tidak memiliki kepastian hukum (legal standing) sehingga menimbulkan dampak hukum pada orang yang terdaftar karena daftar umum tidak dapat dijadikan sebagai bukti bahwa orang tersebut memiliki hak atas tanah yang telah didaftarkan.
Adapun kelebihan dan kekurangan sistem pendaftaran tanah sebagaimana dijelaskan di atas, yakni:
  1. Sistem Publikasi Positif
    Kelebihan pada sistem pendaftaran ini yakni adanya kepastian dari pemegang hak atas tanah, oleh karena itu mengakibatkan adanya dorongan bagi setiap orang ataupun badan hukum untuk mendaftarkan hak atas tanah yang dikuasainya. Adapun kekurangan pada sistem ini yakni pada saat pendaftaran tanah, ada kemungkinan pendaftaran dari dan atas nama orang lain (yang tidak berhak) sehingga menimbulkan dampak penghapusan hak dari orang yang berhak atas tanah tersebut.
  2. Sistem Publikasi Negatif
    Kelebihan dari sistem pendaftaran ini, yaitu kelancaran dalam prosesnya dan juga pemegang hak yang sebenarnya tidak mendapatkan kerugian terhadap pendaftaran tersebut sekalipun orang yang terdaftar bukan orang yang berhak. Adapun kekurangan pada sistem ini yakni orang yang terdaftarkan akan menanggung segala resiko atau akibat yang timbul apabila hak yang diperolehnya berasal dari orang yang tidak berhak.
Mengenai tata cara pemberian hak milik atas tanah secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Hal mana untuk pemberian dan pembatalan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri Agraria dan Pertanahan/ Kepala Badan Pertanahan Nasional yang juga dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan dan/ atau Pejabat yang ditunjuk.



Permohonan hak atas tanah diajukan dalam bentuk tertulis, hal mana pengajuan permohonan tersebut ditujukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang dimohonkan. Adapun isi dari permohonan hak atas tanah memuat tentang :
  1. Keterangan mengenai pemohon :
    • Untuk Perorangan memuat : 
      • Nama Pemohon;
      • Umur Pemohon;
      • Kewarganegaraan Pemohon;
      • Tempat Tinggal Pemohon;
      • Pekerjaan Pemohon; dan
      • Keterangan mengenai istri/ suami dan anak yang masih menjadi tanggungan Pemohon.
    • Untuk Badan hukum memuat : 
      • Nama Pemohon;
      • Tempat atau Kedudukan Pemohon;
      • Akta pendirian beserta akta perubahan terakhir dan pengesahan dari pejabat yang berwenang tentang penunjukan sebagai badan hukum yang dapat memperoleh Hak Milik dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
  2. Keterangan mengenai bidang tanah yang terdiri dari :
    • Dasar penguasaan tanah yang dapat berupa :
      • Sertifikat;
      • Girik;
      • Surat Keterangan Tanah;
      • Surat kapling;
      • Surat - surat bukti jual beli, hibah, warisan atau pelepasan hak atas tanah yang dapat berupa :
        1. Putusan pengadilan;
        2. Akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
      • Surat - surat bukti perolehan tanah lainnya.
    • Letak bidang tanah;
    • Batas - batas bidang tanah; 
    • Luas bidang tanah;
    • Jenis tanah berupa : 
      • Pertanian ; atau 
      • Non Pertanian.
    • Rencana penggunaan tanah;
    • Status tanah.
Terhadap permohonan hak atas tanah di atas dilampirkan:
  1. Mengenai Pemohon:
    • Untuk Perorangan berupa salinan (photo copy) kartu identitas atau surat tanda bukti kewarganegaraan Republik Indonesia berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP);
    • Untuk Badan Hukum berupa salinan (photo copy) akta pendiriannya beserta akta perubahannya dan surat keputusan  penunjukan sebagai badan hukum yang dapat memperoleh Hak Milik dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
  2. Mengenai bidang tanahnya:
    • Untuk data yuridis berupa: 
      1. Asli Sertifikat;
      2. Asli Girik;
      3. Asli Surat Penguasaan Tanah;
      4. Asli Surat Kapling;
      5. Asli Surat-surat bukti jual beli, hibah, waris atau pelepasan hak atas tanah yang dimohon, baik berupa:
        • Putusan pengadilan;
        • Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); dan
        • Surat-surat bukti perolehan tanah lainnya;
      6. Salinan (Photo Copy) Surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
      7. Asli Pajak Penghasilan (PPh) jika bidang tanah yang dimohonkan diperoleh dari jual beli;
      8. Asli Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jika bidang tanah yang dimohonkan diperoleh dari jual beli.
    • Untuk data fisik berupa: 
      1. Asli Sket Lokasi;
      2. Asli Surat ukur;
      3. Asli Gambar Situasi; dan 
      4. Salinan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) apabila ada bangunan;
    • Asli dan/ atau salinan surat lain yang dianggap perlu.
  3. Asli surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang tanah, luas dan status tanah - tanah yang telah dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon.
Setelah berkas permohonan beserta dokumen lainnya diserahkan, kantor pertanahan akan memeriksa dan meneliti data yuridis dan data fisik permohonan. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan dapat tidaknya permohonan tersebut diproses lebih lanjut sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 



Adapun dalam hal bidang tanah yang diajukan dalam permohonan hak belum memiliki surat ukurnya, maka kantor pertanahan melalui seksi pengukuran dan pendaftaran tanah akan melakukan pengukuran terhadap bidang tanah tersebut yang kemudian hasil pengukurannya dituangkan dalam Berita Acara. 

Setelah pengukuran selesai, kantor pertanahan melalui seksi hak atas tanah atau petugas yang ditunjuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang sudah terdaftar dan memeriksa data yuridis dan data fisiknya yang kemudian keputusan pemeriksaannya dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah (konstatering rapport).

Dalam hal keputusan pemberian hak milik kewenangan yang dimuat dalam  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk menerbitkan keputusan pemberian hak atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakannya dengan mempertimbangkan pendapat dari Kepala Seksi Hak Atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A. 

Keputusan pemberian atau penolakan atas permohonan hak disampaikan kepada pemohon melalui surat atau melalui cara lain oleh Kantor Pertanahan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa keputusan tersebut telah disampaikan kepada pemohon. Adapun setelah diberikannya hak atas tanah tersebut menimbulkan kewajiban kepada pemegang hak untuk:
  1. Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) dan uang pemasukan kepada Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Memelihara tanda-tanda batas;
  3. Menggunakan tanah secara optimal;
  4. Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah;
  5. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup; dan
  6. Kewajiban lainnya yang tercantum dalam sertifikat hak yang diberikan.
Perlu diketahui terdapat kebijakan hukum tentang pembatasan kepemilikan hak atas tanah yang diterapkan dalam pasal yang termuat pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mencerminkan cita-cita dari pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria itu sendiri yang pada pokoknya memiliki tujuan untuk:
  1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum pertanahan nasional yang merupakan alat untuk memberikan keadilan dan kemakmuran pada masyarakyat;
  2. Mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum di bidang pertanahan; dan
  3. Memberikan jaminan dan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah.
Akan tetapi tidak dapat diartikan bahwa sifat terkuat dan terpenuh yang melekat pada hak milik menjadikan hak tersebut sebagai hak yang mutlak, tidak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Hal ini dimaksudkan karena dalam situasi dan kondisi tertentu hak milik ini dapat pula dibatasi sebagaimana pembatasan yang diatur dalam pasal-pasal yang tercantum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagaimana disebutkan di bawah ini:
  1. Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
    Pada pasal ini menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, maka berdasarkan hal tersebut seseorang tidak dibenarkan mempergunakan hak miliknya semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi dengan mengesampingkan fungsi sosial yang ada di lingkungannya tersebut, apalagi jika hal itu merugikan kepentingan masyarakat di sekitar. Oleh sebab itu dengan asas fungsi sosial yang termuat dalam pasal ini jika kepentingan umum menghendakinya, maka hak milik yang dimilikinya dapat dihapuskan atau dicabut.
  2. Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
    Pada pasal ini menyatakan bahwa untuk tidak menimbulkan kerugian terhadap kepentingan umum maka tidak diperkenankan memiliki dan menguasai tanah yang melampaui batas sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini.
  3. Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
    Pada pasal ini menyatakan bahwa dengan mengingat ketentuan yang termuat dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mengatur luas maksimum dan/ atau minimum tanah yang boleh dikuasai dan dimiliki dengan sesuatu hak oleh satu keluarga atau badan hukum.
  4. Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
    Pada pasal ini menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, maka hak atas tanah dapat dicabut atau dihapus dengan memberi ganti rugi kepada pemegang hak dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  5. Pasal 21 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
    Pada pasal ini menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mempunyai hak milik.
Sekian penjelasan singkat mengenai hak milik atas tanah yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima Kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: