BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Perbedaan Probono dengan Legal Aid

Bantuan Hukum Pro bono
Pro Bono atau bantuan hukum secara cuma-cuma merupakan suatu pemberian layanan bantuan hukum yang diberikan secara gratis atau cuma-cuma oleh pengacara atau advokat (advocate) kepada orang miskin atau orang yang tidak mampu. Hal ini juga dapat ketahui dari The Law Dictionary yang menyatakan bahwa :
"A latin term meaning for the public good. It is the provision of services that are free to safeguard public interest."
Adapun pengaturan mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) itu sendiri telah di atur dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia yakni sebagai berikut :
  1. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
  2. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma; dan 
  3. Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
Pada ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (advocate) menyatakan bahwa :
"Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu."
Kemudian pada ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma menyatakan bahwa:
"Advokat wajib memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma kepada Pencari Keadilan."
Sedangkan pada ketentuan Pasal 11 Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma menyatakan bahwa:
"Advokat dianjurkan untuk memberikan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma setidaknya 50 (lima puluh) jam kerja setiap tahunnya."
Perlu diketahui bahwa bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan merupakan jasa hukum yang diberikan oleh pengacara atau advokat (advocate) tanpa menerima pembayaran honorarium yang meliputi :
  1. Pemberian konsultasi hukum;
  2. Menjalankan kuasa yang diberikan oleh pencari keadilan yang tidak mampu;
  3. Mewakili pencari keadilan yang tidak mampu;
  4. Mendampingi pencari keadilan yang tidak mampu;
  5. Membela pencari keadilan yang tidak mampu; dan
  6. Melakukan tindakan-tindakan hukum lainnya untuk kepentingan para pencari keadilan yang tidak mampu.
Adapun yang dimaksud pencari keadilan yang tidak mampu sebagaimana yang dimaksud di atas merupakan orang atau kelompok orang yang dikategorikan sebagai miskin atau tidak mampu yang memerlukan bantuan jasa hukum dari pengacara atau advokat (advocate) untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya.

Pelaksanaan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) yang dilakukan oleh pengacara atau advokat (advocate) tunduk kepada Kode Etik Advokat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal mana pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono)  tidak terbatas di dalam ruang sidang atau pengadilan, akan tetapi juga dilakukan di luar pengadilan.

Dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono), pengacara atau advokat (advocate) harus memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium. Adapun dalam pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) dapat dilaksanakan oleh pengacara atau advokat (advocate) melalui atau bekerja sama dengan lembaga-lembaga bantuan hukum.

Bantuan Hukum Legal Aid
Black’s Law Dictionary 9th Edition menjelaskan tentang bantuan hukum legal aid sebagai :
"Free or inexpensive legal services provided to those who cannot afford to pay full price."
Dalam hal ini legal aid di atur dalam peraturan perundang-undangan yang dikenal dengan istilah bantuan hukum sebagaimana dimuat dan diatur dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia di bawah ini :
  1. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;
  2. Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum; dan 
  3. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
Pada ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum menyatakan bahwa :
"Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum."
Lebih lanjut dijelaskan pada ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjelaskan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang. 

Kemudian pada ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menjelaskan bahwa pemberi bantuan hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum. Adapun pemberian bantuan hukum dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan harus memenuhi syarat yang terdiri dari : 
  1. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan tersebut telah berbadan hukum;
  2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan tersebut telah terakreditasi;
  3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan tersebut memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
  4. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan tersebut memiliki pengurus; dan
  5. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan tersebut memiliki program bantuan hukum.
Pendanaan bantuan hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan bantuan hukum dalam arti legal aid sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan program dari Pemerintah bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk membantu masyarakat miskin atau tidak mampu mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum pada perkara yang dihadapinya. 

Selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sumber pendanaan bantuan hukum dari pemberi bantuan hukum seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan dapat berasal dari :
  1. Hibah atau sumbangan; dan/ atau
  2. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Lebih lanjut pada ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan menyatakan bahwa pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan meliputi:
  1. Layanan pembebasan biaya perkara;
  2. Sidang di luar gedung pengadilan; dan
  3. Pos bantuan hukum (Posbakum) di Pengadilan di lingkungan :
    • Peradilan Umum;
    • Peradilan Agama; dan
    • Peradilan Tata Usaha Negara.
Perbedaan Pro Bono dan Legal Aid
Sebagaimana diketahui memberikan bantuan hukum secara gratis atau cuma-cuma merupakan sebuah kewajiban yang diatur oleh peraturan perundangan-undangan sebagaimana untuk pengacara atau advokat (advocate) di atur dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan untuk organisasi yang memiliki program bantuan hukum di atur dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum 

Secara garis besar perbedaan Pemberian bantuan hukum (legal aid) dengan pemberian bantuan pro bono, yaitu sebagai berikut :
  1. Kalau pemberian bantuan hukum (legal aid) mengacu pada  Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sedangkan pemberian bantuan hukum pro bono mengacu pada Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
  2. Kalau pemberian bantuan hukum pro bono merupakan kewajiban bagi profesi pengacara atau advokat (advocate) sedangkan pemberian bantuan hukum (legal aid) merupakan program atau kebijakan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham);
  3. Kalau pemberian bantuan hukum (legal aid) diselenggarakan oleh organisasi bantuan hukum seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan organisasi kemasyarakatan melalui program bantuan hukum sedangkan pemberian bantuan hukum pro bono melekat pada individu advokat;
  4. Kalau pemberian bantuan hukum (legal aid) tidak memiliki batas jam kerja minimal atau maksimal dalam setahunnya sedangkan pemberian bantuan hukum pro bono, pengacara atau advokat (advocate) dianjurkan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma setidaknya 50 (lima puluh) jam kerja setiap tahunnya sebagaimana di atur dalam Pasal 11 Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) No. 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
Demikian penjelasan singkat Penulis mengenai perbedaan bantuan hukum (legal aid) dengan pro bono yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: