BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Penahanan dalam Hukum Acara Pidana

Penahanan dalam Hukum Acara Pidana
Pengertian Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan pendapatnya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam peraturan perundang - undangan sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 1 butir (21) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pada ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 21 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur baik tentang sahnya maupun tentang perlunya penahanan sebagaimana teori membedakan tentang sahnya (rechvaar dighed) dan perlunya (noodzakelijkheid) penahanan. Penahanan merupakan satu bentuk rampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Disini terdapat pertentangan antara 2 (dua) asas, yaitu :
  1. Hak bergerak seseorang yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus dihormati; dan 
  2. Kepentingan ketertiban umum yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan tersangka.
Sahnya penahanan bersifat obyektif dan mutlak yang artinya dapat dibaca dalam peraturan perundang - undangan mengenai delik - delik yang mana saja yang termasuk tersangkanya dapat dilakukan penahanan. Adapum bersifat mutlak yakni penahanan tidak dapat diatur - atur oleh penegak hukum. Sedangkan perlunya penahanan bersifat obyektif karena yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung penilaian pejabat yang akan melakukan penahanan.

Kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal - hal yang fatal bagi penahanan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 95 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur ganti rugi sebagaimana sudah menjadi ketentuan universal mengenai salah menahan tersebut dan selain daripada itu juga terdapat kemungkinan digugat pada praperadilan terhadap kekeliruan yang terjadi. 

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga telah melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup didasari dengan adanya kekhawatiran seorang tersangka atau terdakwa tersebut melakukan perbuatan - perbuatan sebagai berikut :
  1. Tersangka atau terdakwa melarikan diri;
  2. Tersangka atau terdakwa merusak atau menghilangkan alat bukti; dan/ atau
  3. Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana tersebut.
Substansi surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim dalam hal dilakukannya penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa harus memuat :
  1. Identitas tersangka atau terdakwa;
  2. Alasan dilakukannya penahanan;
  3. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan;
  4. Serta tempat tersangka atau terdakwa ditahan.
Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim harus diberikan kepada keluarga tersangka atau terdakwa. Adapun penahanan dikenakan kepada tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
  1. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari :
    • Pasal 282 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 296 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 353 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 372 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 378 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 379 a Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 453 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 454 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 455 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 459 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
    • Pasal 480 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP); dan
    • Pasal 560 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Pejabat yang Memiliki Hak Untuk Menahan 
Penahanan dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan kepentingan penuntutan di sidang pengadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 20 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hal mana yang memiliki hak untuk melakukan penahanan yaitu :
  1. Penyidik atau Penyidik Pembantu sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
  2. Penuntut Umum sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); dan
  3. Hakim sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 11 ayat 3 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adapun Jaksa hanya memperpanjang penahanan.
Pejabat yang memiliki wewenang untuk memperpanjang penahanan sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbeda dengan yang memiliki kewenangan untuk memperpanjang yang biasa. Adapun dalam ayat ini menentukan bahwa :
  1. Pada tingkat penyidik dan penuntut diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri;
  2. Pada tingkat pemeriksaan di Pengadilan Negeri diberikan olek Ketua Pengadilan Tinggi;
  3. Pada tingkat pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung (MA);
  4. Pada tingkat kasasi diberikan oleh ketua Mahkamah Agung (MA).
Dalam hal penggunaan wewenang perpanjangan penahanan tersebut, Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan beberapa batasan sebagaimana batas - batas di bawah ini :
  1. Tersangka atau terdakwa dapat mengajukan keberatan dalam tingkat penyidikan dan penuntutan kepada Ketua Pengadilan Tinggi, pemeriksaan Pengadilan Negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 29 ayat (7) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
  2. Tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk meminta ganti kerugian sebagaimana ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Jangka Waktu Penahanan
  1. Penyidik memiliki kewenangan untuk menahan tersangka selama 20 (dua puluh) hari dan demi kepentingan penyidikan dapat diperpanjang selama 40 (empat puluh) hari;
  2. Penuntut Umum memiliki kewenangan untuk menahan tersangka selama 20 (dua puluh) hari dan demi kepentingan pemeriksaan yang belum selesai dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari;
  3. Hakim Pengadilan Negeri memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tersangka untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari dan guna kepentingan pemeriksaan dapat diperpanjang selama 60 (enam puluh) hari.
Sebagaimana ketentuan tersebut di atas, ketika dalam tiap tingkat pemeriksaan tersangka atau terdakwa tidak terbukti dan/ atau masa penahanan untuk kepentingan pemeriksaan sudah lewat waktunya maka demi hukum, tersangka atau terdakwa harus dikeluarkan dalam tahanan. Adapun rincian penahanan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Penahanan oleh Penyidik atau Pembantu Penyidik ; 20 (dua puluh) hari;
  2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum : 40 (empat puluh) hari;
  3. Penahanan oleh Penuntut Umum : 20 (dua puluh) hari;
  4. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri : 30 (tiga puluh) hari;
  5. Penahanan oleh Hakim Pengadilan Negeri : 30 (tiga puluh) hari;
  6. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri : 60 (enam puluh) hari;
  7. Penahanan oleh Hakim Pengadilan Tinggi : 30 (tiga puluh) hari;
  8. Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Tinggi : 60 (enam puluh) hari;
  9. Penahanan oleh Mahkamah Agung : 50 (lima puluh) hari;
  10. Perpanjangan oleh Ketua Mahkamah Agung : 60 (enam puluh) hari.
Jadi, seseorang tersangka atau terdakwa dari pertama kali ditahan dalam rangka penyidikan sampai pada tingkat kasasi dapat ditahan paling lama 400 (empat ratus) hari yang dilakukan oleh pejabat yang memilik kewenangan untuk memperpanjang penahanan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 30 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada ketentuan Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 29 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ternyata tidak sah, maka tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk meminta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 dan 96 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Syarat Penahanan
  1. Syarat Obyektif, yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau tidaknya oleh orang lain;
  2. Syarat Subyektif, yaitu karena hanya tergantung pada orang yang memerintahkan penahanan tadi apakah syarat itu ada atau tidak (Moeljanto, 1978 : 25).
Syarat Penahanan dimuat dan diatur dalam rumusan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menentukan bahwa :
"Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana."
Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
  1. Tindak pidana itu diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
  2. Tindak pidana tersebut melanggar pasal dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari :
    • Pasal 282 ayat (3) KUHP
      Penyebaran tulisan - tulisan, gambar-gambar, atau barang-barang lain yang isinya melanggar kesusilaan dan perbuatan tersebut merupakan suatu kebiasaan atau sebagai mata pencaharian
    • Pasal 296 KUHP
      Tindak pidana sebagai mata pencaharian atau membantu perbuatan cabul.
    • Pasal 335 ayat (1) KUHP
      Tindak pidana memaksa orang untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu.
    • Pasal 351 ayat (1) KUHP
      Tindak pidana penganiayaan
    • Pasal 353 ayat 1 KUHP
      Tindak pidana penganiayaan yang direncanakan lebih dahulu
    • Pasal 372 KUHP
      Tindak pidana penggelapan
    • Pasal 378 KUHP
      Tindak pidana penipuan
    • Pasal 379a KUHP
      Tindak pidana penipuan dalam jual beli
    • Pasal 453 KUHP
      Tindak pidana yang dilakukan nahkoda kapal Indonesia dengan sengaja atau melawan hukum menghindarkan diri memimpin kapal.
    • Pasal 454 KUHP
      Tindak pidana melarikan diri dari kapal bagi awak kapal.
    • Pasal 455 KUHP
      Tindak pidana melarikan diri dari kapal bagi pelayan kapal.
    • Pasal 459 KUHP
      Tindak pidana yang dilakukan penumpang kapal yang menyerang nahkoda.
    • Pasal 480 KUHP
      Tindak pidana penadahan.
    • Pasal 506 KUHP
      Tindak pidana melakukan pekerjaan sebagai germo.
  3. Tindak pidana di luar Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari :
    • Pelanggaran terhadap Ordonansi Bea Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad (Stb.) Tahun 1931 Nomor 471 (Rechten Ordonantie) yang termuat dalam Pasal 25 dan Pasal 26;
    • Undang - Undang (UU) Darurat Republik Indonesia No. 8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi yang termuat dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3;
    • Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No.  9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang termuat dalam Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48.
Dasar penahanan
  1. Unsur Objektif atau Yuridis, yaitu :
    • Tindak pidana yang disangkakan diancam dengan pidana 5 (lima) tahun penjara atau lebih;
    • Tindak Pidana dalam ketentuan 
      • Pasal 282 ayat (3) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 296 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 372 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 378 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 379a Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 453 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 454 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 455 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 459 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 480 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 506 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
      • Pasal 25 dan 26 Staatsblad (Stb.) Tahun 1931 No. 471; 
      • Pasal 1, 2 dan Pasal 3 Undang - Undang Tindak Pidana Imigrasi.
  2. Unsur Subjektif, yakni adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana (vide: Pasal 21 ayat (1) KUHAP).
Tata cara penahanan
  1. Dengan surat perintah penahanan dari penyidik atau penuntut umum atau hakim (vide: Pasal 21 ayat 2 KUHAP) yang berisi :
    • Identitas tersangka;
    • Menyebut alasan penahanan;
    • Uraian singkat kejahatan yang disangkakan;
    • Menyebut dengan jelas di tempat mana tersangka ditahan.
  2. Menyerahkan tembusan surat perintah penahanan kepada keluarga tersangka. 
Keberatan atas penahanan
  1. Tersangka, keluarga, atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau atas jenis penahanan yang dikenakan kepada tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu (vide: Pasal 123 ayat 1 KUHAP);
  2. Apabila dalam waktu 3 (tiga) permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka, keluarga atau Penasehat Hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik (vide: Pasal 123 ayat 3 KUHAP).
  3. Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dalam ayat tersebut dapat mengabulkan permintaan dengan atau tanpa syarat (vide: Pasal 123 ayat 5 KUHAP).
Demikian penjelasan singkat mengenai Penahanan dalam Hukum Acara Pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: