BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Pengertian Tindak Pidana Terorisme

Pengertian Tindak Pidana Terorisme
Secara etimologis, terorisme terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu "Teror" dan "Isme". Kata teror memiliki arti kekejaman, tindak kekerasan, dan kengerian, sedangkan kata Isme berarti suatu paham. Ada juga yang mengatakan bahwa kata teroris dan terorisme berasal dari kata latin terrere yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggentarkan. Kata teror juga bermakna menimbulkan kengerian (Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek", Jakarta: Gramata Publishing, 2012, hlm. 2).

Dalam The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) Tahun 1984, pada Pasal 14 ayat (1)  dijelaskan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk tujuan-tujuan politis, termasuk menggunakan kekerasan untuk membuat masyarakat atau anggota masyarakat ketakutan.
"Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear (The Prevention of Terrorism, 1984)"
Sebagian berpendapat bahwa teror merupakan bentuk pemikiran sedangkan terorisme adalah aksi atau tindakan teror yang terorganisir sedemikian rupa. Dari sekian banyak pendapat tentang perbedaan dari keduanya, kebanyakan bersepakat bahwa teror bisa terjadi tanpa adanya terorisme, karena teror adalah unsur asli yang melekat pada terorisme. Berikut beberapa pengertian atau definisi terorisme yang dikemukakan baik oleh beberapa lembaga maupun beberapa ahli sebagaimana berikut di bawah ini :

James Adams
James Adams memberikan pengertian terorisme dalam rumusan yang panjang yaitu penggunaan atau ancaman kekerasan fisik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok untuk tujuan-tujuan politik, baik untuk kepentingan atau untuk melawan kekuasaan yang ada apabila tindakan-tindakan terorisme itu dimaksudkan untuk mengejutkan, melumpuhkan atau mengintimidasi suatu kelompok sasaran yang lebih besar dari pada korban-korban secara langsung (Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek", Jakarta: Gramata Publishing, 2012, hlm. 5-6.)

E. V. Walter
Menurut E. V. Walter, proses teror memiliki 3 (tiga) unsur (Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek", Jakarta: Gramata Publishing, 2012, hlm. 5-6), yaitu terdiri dari :
  1. Tindakan atau ancaman kekerasan.
  2. Reaksi emosional terhadap ketakutan yang amat sangat dari pihak korban atau calon korban.
  3. Dampak sosial yang mengikuti kekerasan atau ancaman kekerasan dan rasa ketakutan yang muncul kemudian.
Walter Laqueur
Menurut Walter Laqueur (1977) terorisme adalah penggunaan kekuatan secara tidak sah untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Target terorisme adalah masyarakat sipil yang tidak bersalah atau berdosa. Adapun unsur utama terorisme adalah penggunaan kekerasan (Walter Laqueur, Terrorism, Boston, MA: Little, Brown, 1977).

T. P. Thornton
Menurut T. P. Thornton, terorisme didefinisikan sebagai penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi kebijaksanaan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan (Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktik", Jakarta: Gramata Publishing , 2012, hlm. 2).

James H. Wolfe
James H. Wolfe (1987) menjelaskan beberapa karakteristik yang bisa dikategorikan sebagai terorisme, yaitu :
  1. Tindakan terorisme tidak selamanya harus bermotif politis, sasaran terorisme dapat berupa sipil (masyarakat, fasilitas umum) maupun non-sipil (pejabat dan petugas negara, fasilitas negara);
  2. Aksi terorisme ditujukan untuk mengintimidasi dan mempengaruhi kebijakan pemerintahan;
  3. Aksi terorisme dilakukan melalui tindakan-tindakan yang tidak menghormati hukum dan etika internasional.
Purdawarminta
Purdawarminta mengartikan terorisme sebagai praktek-praktek tindakan teror dengan menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai sesuatu. Terorisme juga diartikan sebagai suatu penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan tertentu, terutama tujuan politik dan tindakan-tindakan keras yang dipraktekkan oleh pihak tertentu.

A. C. Manullang
Menurut A. C. Manullang, terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal, seperti pertentangan (pemahaman) agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi serta tersumbatnya komunikasi masyarakat dengan pemerintah atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme (Manullang, "Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim", Jakarta: Panta Rhei, 2001).

Syed Hussein Alatas
Menurut Syed Hussein Alatas, terrorisadalah mereka yang merancang ketakutan sebagai senjata persengketaan terhadap lawan dengan serangan pada manusia yang tidak terlibat atau harta benda tanpa menimbang salah atau benar dari segi agama atau moral, berdasarkan atas perhitungan bahwa segalanya itu boleh dilakukan bagi mencapai tujuan matlamat persengketaan (Abdul Wahid, dkk, 2004, Kejahatan Terorisme...., hlm. 29-30)

US Central Inteligence Agency (CIA)
Menurut US Central Inteligence Agency (CIA) menyatakan bahwa terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan/ atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah asing.

US Federal Bureau of Investigation (FBI)
Menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI) menyatakan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintah, penduduk sipil elemen-elemennya untuk mencapai tujuan sosial atau politik.

US Departments of State and Defense
Menurut US Departments of State and Defense menyatakan bahwa terorisme adalah kekerasan bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional terhadap sasaran kelompok non kombatan. Biasanya dengan maksud untuk mempengaruhi audien (Wahid Abdul dan Sunardi, "Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum", Bandung: Refika Aditama, 2011, hlm. 24)

Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Organisasi Konferensi Islam (OKI) berpendapat bahwa terorisme mencakup segala tindakan kekerasan atau intimidasi, terlepas dari maksud dan tujuan pelakunya dengan tujuan untuk menjalankan rencana kriminal (makar) secara personal atau kelompok dengan cara menciptakan rasa takut, mengancam, merugikan atau membahayakan kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak-hak masyarakat atau ancaman perusakan lingkungan dan hak milik, baik umum maupun pribadi.

Menurut Terorism Act (Inggris, 2000), terorisme berarti penggunaan ancaman untuk menimbulkan ketakutan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Penggunaan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok dan menimbulkan kerugian baik berupa harta maupun nyawa. 
  2. Di desain khusus untuk menciptakan gangguan serius pada sistem elektronik.
  3. Target atau tujuan terorisme dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah atau organisasi internasional, publik atau bagian tertentu dari publik.
  4. Terorisme dibuat dengan alasan politis, agama, rasial atau ideologi.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang memuat dan mengatur tentang terorisme diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No. 1 tahun 2002 yang kemudian diperkuat dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2002 menyatakan bahwa tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur pidana sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Perbuatan yang dimaksud dalam rumusan pasal tersebut termasuk yang sudah dilakukan ataupun yang akan dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7. 

Terkait dengan unsur-unsur tindak pidana terorisme terdapat perbedaan antara Pasal 6 dan 7, hal mana dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 6 menyatakan bahwa Pelaku tindak pidana terorisme adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Dari rumusan Pasal 6 di atas, dapat disimpulkan bahwa suatau aksi atau tindakan dapat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme bila mengandung unsur berikut :
  1. Dilakukan dengan sengaja;
  2. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan;
  3. Menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara luas;
  4. Menimbulkan korban massal, baik dengan cara marampas kemerdekaan atau dengan menghilangkan nyawa atau harta benda orang lain;
  5. Mengakibatkan kerusakan pada obyek-obyek vital.
Sementara pasal 7 menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau tindakan ancaman kekerasan yang dimaksudkan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhaddap orang secara luas atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Pasal 7 di atas menyebutkan bahwa suatu aksi atau tindakan dapat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme bila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Dilakukan dengan sengaja;
  2. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan;
  3. Dimaksudkan untuk menimbulkan korban massal;
  4. mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.
Adapun ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 

Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/ atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Terorisme dalam sudut pandang Fiqh Jinayah termasuk ke dalam Jarimah Hirabah. Hirabah mengandung unsur perampokan, penteroran, pembegalan, serta istilah-istilah lainnya. Hirabah merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain untuk menguasai harta orang lain dengan cara menakut-nakuti dan kadang-kadang disertai dengan pembunuhan. Dalam hal ini, pelaku menakut-nakuti korban dengan gertakan, ancaman, kecaman, dan kekerasan. 

Dengan demikian untuk konteks saat ini, merakit bom dan meledakkannya termasuk Hirabah. Adapun yang termasuk ke dalam unsur-unsur hirabah (Nurul Irfandan Musyrofah, "Fiqh Jinayah", Jakarta: AMZAH, 2015, hlm. 27), yaitu :
  1. Menimbulkan rasa takut di jalanan, tetapi tidak merampas harta dan tidak membunuh;
  2. Mengambil harta tetapi tidak membunuh korbannya;
  3. Membunuh korbannya tetapi tidak mengambil hartanya; dan
  4. Merampas harta sekaligus membunuh korbannya.
Dari berbagai pendapat dan pandangan mengenai pengertian yang berkaitan dengan terorisme diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya terorisme adalah kekerasan terorganisir, menempatkan kekerasan sebagai kesadaran, metode berpikir sekaligus alat pencapaian tujuan. Dari berbagai pengertian diatas, menurut pendapat para ahli bahwasanya kegiatan terorisme tidak akan pernah dibenarkan karena ciri utamanya (H. Abdul Zulfidar Akaha, Lc, "Terorisme Konspirasi Anti Islam", Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), yaitu : 
  1. Aksi yang digunakan menggunakan cara kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik;
  2. Ditujukan kepada negara, masyarakat atau individu atau kelompok masyarakat tertentu; 
  3. Memerintah anggota-anggotanya dengan cara teror juga; dan
  4. Melakukan kekerasan dengan maksud untuk mendapat dukungan dengan cara yang sistematis dan terorganisir.
Demikian penjelasan singkat mengenai Pengertian Tindak Pidana Terorisme yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.

Daftar Pustaka :
  1. A. C. Manullang, "Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim", Jakarta: Panta Rhei, 2001.
  2. H. Abdul Zulfidar Akaha, Lc, "Terorisme Konspirasi Anti Islam", Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005.
  3. Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek", Jakarta: Gramata Publishing, 2012.
  4. Nurul Irfandan Musyrofah, "Fiqh Jinayah", Jakarta: AMZAH, 2015.
  5. Wahid Abdul dan Sunardi, "Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum", Bandung: Refika Aditama, 2011.
  6. Walter Laqueur, Terrorism, Boston, MA: Little, Brown, 1977.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: