BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Penanggulangan Global Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime)

Penanggulangan Global Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime)
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer related crime, dimana pada tahun 1986 The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer Related Crime : Analysis of Legal Policy. 

Menurut The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cyber crime adalah sebagai berikut:
  1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya;
  2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional;
  3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan kejahatan dunia maya atau cyber crime;
  4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah kejahatan dunia maya atau cyber crime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi;
  5. Meningkatkan kerja sama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral dalam upaya penanganan kejahatan dunia maya atau cyber crime.
Adapun instrumen hukum Internasional yang dapat dirujuk dalam fenomena cyber crime sebagai kejahatan transnasional adalah United Nations Conventions Againts Transnational Organized Crime atau yang dikenal dengan Palermo Convention tahun 2000. Dalam Palermo Convention ini ditetapkan bahwa kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam kejahatan transnasional adalah kejahatan dunia maya atau cyber crime salah satunya. Kejahatan dunia maya atau cyber crime merupakan bentuk perkembangan kejahatan transnasional yang cukup menghawatirkan saat ini.

Instrumen hukum internasional publik yang saat ini mendapat perhatian adalah konvensi tentang kejahatan dunia maya (Convention on Cyber Crime) yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun pada awalnya dibuat oleh negara regional Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan diakses oleh negara manapun di dunia yang memiliki komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan dunia maya atau cyber crime.

Pada tanggal 23 November 2001 negara-negara yang tergantung dalam Uni Eropa telah membuat dan menyepakati Convention on Cyber Crime di Budapest, Hongaria. Hasil dari konvensi tersebut kemudian dimasukan kedalam European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara termasuk diratifikasi oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi ini mencakup area yang cukup luas bahkan mencakup kebijakan kriminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Adapun yang menjadi pertimbangan dari pembentukan konvensi ini antara lain sebagai berikut :
  1. Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar negara dan industri dalam memerangi kejahatan mayantara dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah di dalam suatu negara serta pengembangan teknologi informasi;
  2. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahnaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Dengan demikian, perlu adanya kepastian hukum dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dicapai, dipercaya dan cepat;
  3. Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) dan konvenan PBB 1996 tentang hak politik dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasasn berpendapat seperti hal berekspresi yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan pendapat.
Lebih lanjut konvensi ini telah disepakati oleh Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen hukum internasional dalam mengatasi kejahatan dunia maya (cyber crime) tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan teknologi informasi. 

Terdapat beberapa instrumen internasional yang dapat dijadikan acuan dalam mengatur teknologi informasi yang dibuat oleh berbagai organisasi internasional tentang peraturan atau model law yang dikeluarkan oleh beberapa organisasi tersebut sebagaimana diuraikan secara singkat di bawah ini

The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL)
The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) merupakan salah satu organisasi internasional yang pertama kali mulai membahas mengenai perkembangan teknologi informasi dan dampaknya terhadap perniagaan elektronik. Hasil dari The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) berupa model law yang sifatnya tidak mengikat, namun menjadi acuan atau model bagi negara-negara untuk mengadopsi atau memberlakukannya dalam hukum nasional. Adapun beberapa model law yang telah ditetapkan oleh The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) terkait dengan perkembangan teknologi informasi adalah :
  1. UNCITRAL Model Law On E-Commerce;
  2. UNCITRAL Model Law On Electronic Signature; and
  3. UNCITRAL Model Law On International Credit Transfer.
World Trade Organizations (WTO)
Peranan World Trade Organizations (WTO) adalah untuk membantu dalam regulasi perdagangan. World Trade Organizations (WTO) pertama kali membahas persoalan e-commerce pada bulan mei 1998. Pada bulan Juli 1999, 4 (empat) badan utama dari World Trade Organizations (WTO) telah mengeluarkan laporan pertama mengenai pengaruh (initial impact assessments). 

World Trade Organizations (WTO) bermaksud membebaskan perdagangan teknologi Informasi. Pada konferensi tingkat menteri World Trade Organizations (WTO) pertama di Singapura bulan Desember 1999, para negosiator telah mengadopsikan Deklarasi Ministerial pada perdagangan dan produk teknologi informasi (Ministerial Declaration on Trade in Information Technology Product atau ITA). Hal mana Information Technology Product (ITA) menyediakan untuk mereka yang bersangkutan dalam menunda pembubaran pajak terhadap produk informasi teknologi yang diliputi oleh perjanjian tanggal 1 Januari 2000.

Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC)
Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) telah menyusun blue print for Action on Electronic Commerce pada bulan November 1998 yang menekankan peranan pemerintah untuk mendukung dan memfasilitasi perkembangan dan kemajuan e-commerce dengan :
  1. Menyediakan lingkungan yang efektif, termasuk aspek hukum dan regulasi yang transparan dan konsisten;
  2. Menyediakan lingkungan yang mendukung kepercayaan dan keyakinan di antara pelaku e-commerce;
  3. Mendukung fungsi efisiensi dari e-commerce secara internasional dengan tujuan untuk membentuk suatu kerangka domestik;
  4. Mempercepat dan mendorong penggunaan media elektronik.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pertama kali mulai menggarap masalah e-commerce pada tahun 1998 di Ottawa dengan mengumumkan Actions Plan for Electronics Commerce yang antaranya merencanakan untuk :
  1. Membangun kepercayaan untuk pengguna dan konsumen;
  2. Menetapkan aturan dasar untuk tempat pasar digital;
  3. Memperbaiki infrastruktur informasi untuk perdagangan elektronik; dan
  4. Memaksimalkan keuntungan dari perdagangan elektronik.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Resolusi Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) VIII tahun 1990 tentang The Prevention of Crime and Treatment of Offenders di Havana mengajukan bebrapa kebijakan dalam upaya menaggulangi kejahatan dunia maya atau cyber crime, antara lain sebagai berikut : 
  1. Menghimbau negara anggota untuk menginvestasikan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah di antaranya;
  2. Melakukan modernisasi hukum pidana material dan hukum acara pidana;
  3. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer;
  4. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka warga masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer;
  5. Melakukan upaya-upaya pelatihan (training) bagi para hakim, pejabat dan para penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan kejahatan dunia maya atau cyber crime;
  6. Memperluas rules of ethics dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya melalui kurikulum informatika;
  7. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban kejahatan dunia maya atau cyber crime sesuai dengan deklarasi Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk korban melaporkan adanya kejahatan dunia maya atau cyber crime;
  8. Menghimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan kejahatan dunia maya atau cyber crime;
  9. Merekomendasikan kepada Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan (Committe on Crime Prevention and Control) Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk :
    • Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota menghadapi kejahatan dunia maya atau cyber crime di tingkat nasional, regional dan internasional;
    • Mengembangkan penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem kejahatan dunia maya atau cyber crime pada masa yang akan datang;
    • Mempertimbangkan kejahatan dunia maya atau cyber crime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerja sama di bidang penanggulangan kejahatan.
Upaya internasional dalam penanggulangan kejahatan dunia maya atau cyber crime juga telah dibahas secara khusus dalam suatu lokakarya yaitu workshop on crime related to computer networks yang diorganisasi oleh The United Nations Asia and Far East Institute (UNAFEI) selama Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-X tahun 2000 berlangsung. Adapun kesimpulan dari loka karya ini adalah sebagai berikut :
  1. Computer Related Crime (CRC) harus dikriminalisasikan;
  2. Diperlukan hukum acara yang tepat untuk penyidikan dan penuntutan terhadap penjahat dunia maya (cyber criminals);
  3. Harus ada kerja antara pemerintah dan industri terhadap tujuan umum pencegahan dan penanggulanagn kejahatan komputer agar internet menjadi aman;
  4. Diperlukan kerja sama internasional untuk menelusuri atau mencari para penjahat internet;
  5. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus mengambil langkah atau tindak lanjut yang berhubungan dengan bantuan dan kerja sama teknis dalam penaggulangan Computer Related Crime (CRC).
Demikian penjelasan singkat mengenai Penanggulangan Global Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) dan Penanggulangannya yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: