BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual menunjuk kepada setiap aktivitas seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa cedera fisik, kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan menderita trauma emosional. Bentuk-bentuk kekerasan seksual dapat berupa dirayu, dicolek, dipeluk dengan paksa, diremas, dipaksa onani, oral seks, anal seks, dan diperkosa.

Adapun bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak dibagi atas 3 (tiga) kategori sebagai berikut :
  1. Pemerkosaan
    Pemerkosaan biasanya terjadi pada suatu saat dimana pelaku (biasanya) lebih dulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak.
  2. Incest
    Hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan kerabat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur.
  3. Eksploitasi
    Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi.Hal ini cukup unik karena sering meliputi suatu kelompok secara berpartisipasi. Hal ini dapat terjadi sebagai sebuah keluarga atau di luar rumah bersama beberapa orang dewasa dan tidak berhubungan dengan anak-anak dan merupakan suatu lingkungan seksual.
Sedangkan menurut WHO kekerasan seksual dapat berupa tindakan : 
  1. Serangan seksual berupa pemerkosaan (termasuk pemerkosaan oleh warga negara asing, dan pemerkosaan dalam konflik bersenjata) sodomi, kopulasi oral paksa, serangan seksual dengan benda, dan sentuhan atau ciuman paksa;
  2. Pelecehan seksual secara mental atau fisik menyebut seseorang dengan sebutan berkonteks seksual, membuat lelucon dengan konteks seksual;
  3. Menyebarkan vidio atau foto yang mengandung konten seksual tanpa izin, memaksa seseorang terlibat dalam pornografi;
  4. Tindakan penuntutan/pemaksaan kegiatan seksual pada seseorang atau penebusan/persyaratan mendapatkan sesuatu dengan kegiatan seksual;
  5. Pernikahan secara paksa;
  6. Melarang seseorang untuk menggunakan alat kontrasepsi ataupun alat untuk mencegah penyakit menular seksual;
  7. Aborsi paksa;
  8. Kekerasan pada organ seksual termasuk pemeriksaan wajib terhadap keperawanan; dan
  9. Pelacuran dan eksploitasi komersial seksual.
Bentuk Kekerasan Seksual Berdasarkan Identitas Pelaku
Adapun sexual abuse (kekerasan seksual) berdasarkan identitas pelaku dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kategori  yang terdiri dari : 
  1. Familial Abuse; dan
  2. Extrafamilial Abuse.
Familial Abuse
Kekerasan seksual yang terjadi dalam hubungan darah atau masih menjadi bagian dalam keluarga inti, yang biasa dikenal sebagai incest merupakan salah satu jenis kekerasan seksual dalam familial abuse. Mayer menyebutkan incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada anak menjadi beberapa kategori, yaitu :
  1. Kategori pertama yaitu sexual molestation (penganiayaan) atau semua hal yang dapat menstimulasi pelaku secara seksual yang dapat meliputi :
    • Interaksi Noncoitus;
    • Petting;
    • Fondling;
    • Exhibitionism; dan 
    • Voyeurism.
  2. Kategori kedua yaitu sexual assault (perkosaan) dimana perbuatan dapat berupa :
    • Oral atau hubungan dengan alat kelamin;
    • Masturbasi (mastubation);
    • Fellatio (oral pada penis); dan 
    • Cunnilingus (oral pada klitoris). 
  3. Kategori yang terakhir merupakan yang paling fatal yaitu forcible rape (perkosaan secara paksa) dimana adanya kontak seksual. Korban akan disulitkan dengan rasa takut, kekerasan dan ancaman.
Extrafamilial Abuse
Extrafamilial abuse merupakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban. Orang dewasa yang melakukan kekerasan seksual kepada anak disebut pedofil. Selain pedofil, terdapat pedetrasi yang merupakan hubungan antara laki-laki dewasa dengan anak laki-laki. Perbuatan lain dapat juga berupa pornografi anak dengan menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan foto, gambar dan buku. Dalam melakukan kekerasan seksual biasanya pelaku melakukan beberapa tahapan untuk mengukur kenyamanan korban. Jika korban menuruti tahapan yang dilakukan oleh pelaku, maka kekerasan seksual akan terus berjalan dan intensif. Tahapan tersebut berupa : 
  1. Nudity, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam hal menelanjangkan diri sendiri;
  2. Disrobing, yaitu perbuatan orang dewasa membuka pakaian di depan anak-anak;
  3. Genital exposure, yaitu perbuatan orang dewasa menunjukan alat kelaminnya; 
  4. Observation of the child, yaitu orang dewasa memperhatikan tubuh anak-anak yang biasanya dilakukan saat mandi, telanjang dan saat membuang air; 
  5. Mencium anak yang memakai pakaian dalam; 
  6. Fondling, yaitu perbuatan meraba-raba dada korban, alat genital, paha dan bokong;
  7. Masturbation, yaitu kegiatan seksual untu memberikan stimulasi diri sendiri, baik dengan alat bantu maupun tidak; 
  8. Fellatio, yaitu melakukan aktivitas seksual untuk memberikan stimulasi pada penis korban atau pelaku sendiri; 
  9. Cunnilingus, yaitu melakukan aktivitas seksual untuk memberikan stimulasi pada vulva atau area vagina pada korban atau pelaku; 
  10. Digital penetration, yaitu aktivitas seksual dengan memasukan sestau pada anus, rectum atau vagina;
  11. Penile penetration, yaitu aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki pada anus, rectum atau vagina; dan
  12. Dry intercourse, yaitu aktivitas seksual dengan mengelus-elus penis pelaku atau area genital lainnya, paha atau bokong korban.
Bentuk Kekerasan Seksual Berdasarkan Perilaku Seksual
Bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap anak mengelompokkan perilaku seksual dalam beberapa bentuk penyimpangan sebagai berikut :
  1. Untuk tujuan obyek seksual seperti :
    • Pedophilia yang terdiri dari :
      • Pedophilia Homoseksual; dan 
      • Pedophilia Heteroseksual. 
    • Incest;
    • Hiperseksualitas;
    • Keterbatasan kesempatan; dan 
    • Keterbatasan kemampuan sosial ekonomis.
  2. Untuk tujuan sebagai pencari nafkah keluarga
    • Orang tua dengan sengaja menjadikan anaknya sebagai tenaga pencari uang dengan memaksa anak menjual diri, melakukan kegiatan prostitusi;
    • Germo (pengelola praktek prostitusi) yang berusaha mencari gadis muda untuk melayani para pelanggannya. 
  3. Untuk tujuan avonturis seksual
    Anak perempuan dan laki-laki mencari kehangatan emosional diluar rumah melalui perilaku seksual eksesif dan bersifat avonturir baik dengan rekan sebaya maupun pasangan dewasa. 
Mengenai kekerasan seksual, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengaturnya dalam BAB XVI buku II dengan judul Kejahatan Terhadap Kesusilaan yang isinya terdiri dari : 
  1. Pasal 281 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan dengan melanggar kesusilaan umum secara terbuka; 
  2. Pasal 282 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan pornografi;
  3. Pasal 283 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan pornografi terhadap anak; 
  4. Pasal 283 (b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan pornografi dalam menjalankan pencahariannya; 
  5. Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan perzinahan; 
  6. Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan perkosaan untuk bersetubuh;
  7. Pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan bersetubuh dengan perempuan di luar kawin yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
  8. Pasal 287 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan bersetubuh dengan anak perempuan; 
  9. Pasal 288 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan bersetubuh dengan perempuan dalam perkawinan yang belum waktunya dikawin dan menimbulkan akibat luka ringan maupun lupa berat; 
  10. Pasal 289 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan perkosaan berbuat cabul atau perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan;
  11. Pasal 290 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan perbuatan cabul pada orang yang pingsan, pada anak atau belum waktunya dikawin; 
  12. Pasal 292 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan perbuatan cabul sesama kelamin pada anak; 
  13. Pasal 293 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan menggerakkan orang untuk berbuat cabul dengan orang yang belum dewasa; 
  14. Pasal 294 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan berbuat cabul dengan anak; 
  15. Pasal 295 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan pemudahan berbuat cabul bagi anak; 
  16. Pasal 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan pemudahan berbuat cabul sebagai mata pencaharian atau kebiasaan; 
  17. Pasal 297 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan memperdagangkan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa; dan
  18. Pasal 299 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Ketentuan pada pasal ini memuat dan mengatur tentang kejahatan mengobati wanita dengan menimbulkan harapan bahwa hamilnya dapat digugurkan
Demikian penjelasan singkat mengenai Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: