BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Tindak Pidana dalam Islam

Tindak Pidana dalam Islam
Perbuatan tindak pidana (mencakup kejahatan dan pelanggaran) dalam syariat Islam dikenal dengan dua istilah yaitu jarimah dan jinayah yang memiliki definisi sama yakni larangan-larangan hukum (melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan) yang diberikan Allah SWT, yang pelanggarannya membawa hukuman yang ditentukan-Nya. 

Dalam tulisan ini akan menggunakan istilah jinayah dimana mayoritas ahli hukum merujuk kata ini untuk kejahatan yang menyebabkan hilangnya hidup dan anggota tubuh seperti pembunuhan, melukai orang dan kekerasan fisik dengan sengaja. Setiap pelaku yang melakukan pelanggaran dan kejahatan dalam syariat Islam adalah seorang mukallaf yakni mereka yang menerima taklif atau pembebanan. Pelaku harus mengetahui bahwa pembebanan hukuman yang ditanggungnya adalah akibat dari perbuatan pidananya dan mereka siap untuk itu artinya pelaku harus mempunyai kesempurnaan dalam berpikir.

Pelaku tindak pidana yang dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atau sanksi hukum yang dalam syaria Islam disebut‘uqubah, yakni hukuman/balasan yang ditetapkan oleh syariat Islam atas pelanggaran perintah Pembuat Syariat (Allah dan Rasul-Nya) atau perbuatan-perbuatan tertentu yang dianggap jarimah atau tindak pidana demi kemaslahatan masyarakat. Ditinjau dari segi berat atau ringannya hukuman dalam syariat Islam dikenal 3 (tiga) macam tindak pidana, yaitu:
  1. Hudud;
  2. Qishash dan Diyat; dan
  3. Ta'zir.
Hudud
Hudud, yakni sanksi hukum yang tertentu dan mutlak menjadi hak Allah SWT dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sanksi ini wajib dilaksanakan manakala syarat-syarat dari tindak pidana itu terpenuhi. Sanksi ini dikenakan terhadap kejahatan-kejahatan berat seperti mencuri dengan hukuman mengembalikan barang yang dicuri dan dipotong tangan si pelaku (Q.S. Al-Maidah ayat 38), zina dengan hukuman didera 100 kali (Q.S. An-Nur ayat 2), menuduh zina dengan hukuman didera 80 kali (Q.S. An-Nur ayat 4), minum khamar, perampokan atau mengganggu keamanan, murtad dan lain sebagainya.

Qishash dan Diyat
Qishash dan Diyat adalah dua sanksi hukum perpaduan antara hak Allah SWT dan hak manusia. Qishash adalah sanksi hukuman pembalasan seimbang seperti pelaku tindak pidana pembunuhan diberikan hukuman berupa dibunuh. Diyat adalah sanksi hukum dalam bentuk ganti rugi seperti jika ahli waris si terbunuh memberi maaf kepada pelaku tindak pidana pembunuhan maka hukuman alternatif adalah membayar ganti rugi kepada ahli waris. Sanksi ini dikenakan terhadap kejahatan-kejahatan berat seperti pembunuhan sengaja, pembunuhan serupa sengaja, pembunuhan karena kesalahan dan lain sebagainya sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 178 dan 179;

Ta'zir
Ta'zir yaitu sanksi hukum yang diserahkan kepada keputusan hakim atau pihak yang berwenang dan berkompeten melaksanakan hukuman itu seperti memenjarakan, mengasingkan, ancaman atau peringatan dan lain sebagainya. Jenis tindak pidana yang diberi sanksi ta’ziradalah selain tindak pidana pada hukuman hudud dan qishash dan diyat.

Beberapa fuqaha berpendapat terdapat jenis keempat dari macam tindak pidana dilihat dari segi berat atau ringannya hukuman dalam syariat Islam yaitu kafarat atau fidyah yang merupakan sanksi hukum dalam bentuk membayar denda yang dilakukan si pelanggar, hal mana bentuk denda ini dapat berupa memerdekakan budak, berpuasa, penyembelihan kurban atau memberi makan orang miskin. 

Sanksi ini untuk jenis tindak pidana seperti menggauli istri pada waktu istri datang bulan, perusakan ihram, perusakaan puasa, melanggar sumpah dan lain sebagainya. Rumusan dari hukuman tindak pidana dalam hukum Islam mengenal 2 (dua) aspek, yakni terdiri dari:
  1. Aspek Ganti Rugi atau Balasan; dan
  2. Aspek Penjeraan.
Aspek Ganti Rugi atau Balasan
Aspek ganti rugi atau balasan sebagaimana yang dibahas dalam Al-Quran Surah Al-Maidah ayat 33. Kerasnya uqubah ini dengan pertimbangan psikologis untuk memerangi para kriminalis dalam melanggar hukum sehingga mencegah meningkatnya angka kriminalitas. Sifat retribusi dalam pemberian hukuman ini sesungguhnya adalah cerminan dari tidak setujunya masyarakat pada tindak kriminal dan jika sifat ini dihilangkan dengan dalih bahwa bentuk hukuman yang bersumber dari teks Islam ini sangat kejam maka hilang pula ketidaksetujuan masyarakat terhadap tindak kriminal. 

Keberadaan ayat-ayat al-quran tentang jarimah dan uqubah berusaha membersihkan masyarakat dari sebab-sebab kriminalitas dan mendidik setiap individu dalam hidup dan kehidupan. Prinsip bahwa hak menetapkan legislasi adalah hak Allah SWT, maka fungsi manusia sesungguhnya adalah pelaksana hukum yang ditetapkan-Nya. Manusia tidak berhak merekayasa sendiri hukum untuk diterapkan dalam kehidupan mereka, kecuali dalam batas-batas yang diperbolehkan sebab hal ini merupakan pelanggaran besar terhadap hak otoritas Allah SWT sebagai legislator.

Aspek Penjeraan
Aspek penjeraan hukuman dalam Islam adalah mendidik pelaku menyadari kesalahannya bukan hanya karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap perbuatan pidananya dengan harapan mendapat ridho dari Allah SWT karena pada akhirnya ia tidak dapat menghindarkan diri dari hukuman akhirat.

Sifat penjeraan dalam teori hukuman pidana Islam bertujuan untuk mencegah pelaku melakukan perbuatan pidana lagi ini dapat berlaku terhadap si pelaku maupun masyarakat. Dilihat dalam tatanan praksis, kenyataan bahwa keadaan relatif aman di negara Islam Arab Saudi karena dipersempitnya ruang untuk pelaku kriminalitas dengan diberlakukannya hukum pidana Islam ini.

Demikian penjelasan singkat mengenai Tindak Pidana dalam Islam yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: