BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Perjanjian

Pengertian Perjanjian
Menurut Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian baik karena undang-undang yang dapat diartikan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan selain undang-undang.

Menurut Pasal 1313 KUHPer menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih nantinya. Adapun rumusan tentang pengertian perjanjian menurut Purwahid Patrik dalam bukunya berjudul "Hukum Perdata I" (1996: 47) adalah sebagai berikut:
"Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persetujuan kehendak dua atau lebih orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik."
R. Subekti dalam bukunya berjudul "Hukum Perjanjian" (1987: 1) menyebutkan bahwa: 
"Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu."
M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul "Segi-Segi Hukum Perjanjian" (1986: 6) mengemukakan bahwa:
"Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara 2 (dua) orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pihak lain untuk menunaikan prestasi."
Unsur-Unsur Perjanjian
Sebagaimana rumusan perjanjian yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari perjanjian sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad (79) adalah sebagai berikut:
  1. Adanya pihak-pihak (minimal 2 orang);
  2. Adanya persetujuan antara pihak-pihak;
  3. Adanya tujuan yang akan dicapai;
  4. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan;
  5. Adanya bentuk tertentu baik lisan maupun tulisan; dan
  6. Adanya syarat tertentua sebagai isi perjanjian.
Subjek Perjanjian
Subjek perjanjian adalah pihak-pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Kitab Undang-undang Hukum Perdata membedakan menjadi 3 (tiga) golongan yang ada pada perjanjian sebagaimana dikemukakan Mariam Barus Badrulzaman dalam buku yang berjudul "Aneka Hukum Bisnis" (1994: 22), yakni sebagai berikut:
  1. Para Pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;
  2. Para ahli waris mereka yang mendapatkan hak daripadanya; dan
  3. Pihak ketiga.
Obyek Perjanjian
Ditinjau dari objeknya (prestasi), maka perjanjian dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yakni sebagai berikut:
  1. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang;
  2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu; dan
  3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Obyek dari perjanjian atau prestasi harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika ada salah satu pihak yang tidak memenuhi prestasinya, maka pihak yang tidak memenuhi prestasi tersebut dikatakan wanprestasi. 

Akan tetapi hal tersebut di atas dapat disampingkan dalam hal keadaan terpaksa (overmarch) dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasinya karena sebab diluar dirinya seperti contohnya bencana alam, meninggal dunia, kecelakaan dan lain sebagainya.

Sifat dan Syarat Perjanjian Secara Umum
Sifat hukum perjanjian adalah terbuka sebagaima dimuat dan diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."
Suatu perjanjian menjadi sah jika memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana dimuat dan diatur dalam Pasal 1320 KUHPer, yakni sebagai berikut:
  1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (consensus);
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity);
  3. Mengenai suatu hal tertentu (a certain subject matter); dan
  4. Mempunyai sebab yang halal,
Sepakat mereka yang mengikatkan diri (consensus)
Kehendak dari pihak-pihak harus bersesuaian satu sama lain dan ternyata dari pernyataan kehendaknya. Perjanjian terjadi oleh adanya penawaran dan penerimaan yang saling berhubungan. Penawaran dan penerimaan dapat dilakukan dengan tegas atau diam-diam.

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity)
Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila yang bersangkutan sudah dewasa atau telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah menikah.

Mengenai suatu hal tertentu (a certain subject matter)
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian yang merpakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanijian yang merupakan objek perjanjian. Prestasi harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan gunanya yakni menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam melaksanakan perjanjian.

Mempunyai sebab yang halal
Syarat ini memilik 2 (dua) fungsi, yakni:
  1. Bahwa perjanjian harus memiliki sebab karena tanpa syarat ini perjanjian batal; dan
  2. Sebabnya harus halal karena kalau tidak halal maka perjanjiannya batal.
Dua syarat pertama di atas merupakan syarat subjektif karena mengenai para pihak dan orang-orang atau subjek yang mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat yang terakhir disebut sebagai syarat objektif karena mengenai objek perjanjian. Jika syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Apabila perjanjian telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersebut di atas, maka perjanjian tersebut harus ditaati oleh masing-masing pihak. Apabila ada pelanggaran terhadap isi perjanjian, maka pelakunya dapat dikenai sanksi menurut hukum yang berlaku. 

Kesalahan satu pihak tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan perikatan yang telah dibuat merupakan suatu bentuk wanprestasi.

Asas Perjanjian
Menurut Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya berjudul "Aneka Hukum Bisnis" (1994) mengemukakan bahwa dalam hukum perjanjian terdapat 10 (sepuluh) asas, yakni sebagai berikut:
  1. Asas Kebebasan mengadakan Perjanjian (Kebebasan Berkontrak);
  2. Asas Konsensualisme;
  3. Asas Kepercayaan;
  4. Asas Kekuatan Mengikat;
  5. Asas Kepastian Hukum;
  6. Asas Moral;
  7. Asas Persamaan Hukum;
  8. Asas Keseimbangan;
  9. Asas Kepatuhan; dan
  10. Asas Kebiasaan.
Selain kesepuluh asas tersebut di atas, ada pula ahli yang memasukkan asas itikad baik sebagai salah satu asas dalam perjanjian.

Demikian penjelasan singkat mengenai perjanjian, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.

Tinjauan Pustaka:
  1. Abdulkadir Muhammad, hlm. 79.
  2. Mariam Barus Badrulzaman, "Aneka Hukum Bisnis", Bandung: Alumni, 1994, hlm. 22).
  3. M. Yahya Harahap, "Segi-segi Hukum Perjanjian", Bandung: PT. Alumni, 1986, hlm 6.
  4. Subekti, "Hukum Perjanjian", Jakarta: PT Intermasa, 1987, hlm. 1.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: