BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Prinsip-Prinsip dalam Asuransi

Prinsip-Prinsip dalam Asuransi- Suatu perjanjian asuransi tidak cukup hanya dipenuhi syarat umum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata saja, tetapu harus puka memenuhi asas-asas khusus yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Hal ini dimaksudkan agar supaya sistem perjanjian asuransi tersebut dapat dipelihara dan dipertahankan karena suatu norma tanpa dilengkapi dengan prinsip maka tidak memiliki kekuatan yang mengikat.

Prinsip Kepentingan yang dapat Diasuransikan (Principle of Insurable Interest)
Prinsip ini dijabarkan dalam ketentuan Pasal 250 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa:
"Apabila seseorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri sendiri atau apabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi."
Kepentingan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal tersebut di atas harus memenuhi syarat yang dimuat dan diatur dalam Pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dimana kepentingan tersebut dapat dinilai dengan uang dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Dari uraian di atas, maka dapat diketahui terdapat 4 (empat) hal penting yang harus dikandung dalam prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, yakni sebagai berikut:
  1. Bahwa harus ada harta benda, hak, kepentingan, jiwa, anggota tubuh atau tanggung gugat yang dapat dipertanggungkan;
  2. Bahwa harta benda, hak, kepentingan, jiwa, anggota tubuh atau tanggung gugat itu harus menjadi pokok pertanggungan;
  3. Bahwa tertanggung harus memiliki hubungan dengan pokok pertanggungan dengan hubungan mana tertanggung tidak akan mengalami kerugian apabila pokok pertanggungan itu selamat atau bebas dari tanggung gugat dan akan menderita kerugian apabila pokok pertanggungan itu mengalami kerusakan atau menimbulkan tanggung gugat;
  4. Bahwa hubungan antara tertanggung dengan pokok pertanggungan itu diakui oleh hakim.
Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan dapat timbil dari beberapa hal sebagai berikut:
  1. Adanya kepemilikan atas harta benda atau tanggung gugat seseorang kepada orang lain dalam hal kelalaian;
  2. Adanya kontrak yakni menempatkan suatu pihak dalam suatu hubungan yang diakui secara hukum dengan harta benda atau tanggung jawab yang menjadi pokok perjanjian itu misalnya seperti dalam perjanjian kontrak sewa bangunan atau perjanjian kredit;
  3. Adanya undang-undang seperti di Indonesia terdapat asuransi keselamatan kerja yang diatur dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)
Prinsip itikad baik merupakan prinsip atau asas yang harus ada dan dilaksanakan dalam setiap perjanjian. Hal ini ditegaskan pada ketentuan Pasal 1388 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa:
"Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik."
Penekanan terhadap berlakunya prinsip itikad baik dalam perjanjian asuransi dimuat dan diatur secara tegas dalam Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa:
"Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung betapapun itikad baik ada padanya yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama mengakibatkan batalnya perjanjian."
Ketentuan pada Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang secara sepihak menekankan kewajiban untuk melaksanakan itikad baik hanya kepada pihak tertanggung karena adanya anggapan bahwa tertanggunglah yang paling mengetahui mengenai obyek yang diasuransikan.

Menurut M. Suparman Sastrawidjadja, ketentuan Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang terlalu memberatkan tertanggung karena ancaman dibatalkannya asuransi terhadap tertanggung yang beritikad baik dan tidak diberikannnya kesempatan bagi tertanggung untuk memperbaiki kekeliruan dalam memberikan keterangan.

Mengenai kekeliruan dalam memberikan informasi apabila dihubungkan dengan syarat sahnya perjanjian yang dimuat dan diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akibat hukumnya adalah dapat dibatalkan.

Sedangkan ketentuan yang dimuat dan diatur pada Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang akibatnya hukumnya adanya kekeliruan adalah batal. Dengan demikian ketentuan Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menyimpang dari ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Hal untuk melaksanakan itikad baik bukan hanya merupakan kewajiban tertanggung, namun juga menjadi kewajiban penanggung. Pihak penanggung tidak dibenarkan memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar pada saat merundingkan penutupan asuransi. 

Penanggung tidak dibenarkan menyembunyikan fakta-fakta yang dapat merugikan posisi penanggung. Adapun fakta-fakta yang harus diungkapkan oleh tertanggung kepada penanggung pada saat penutupan asuransi adalah sebagai berikut:
  1. Fakta-fakta yang menunjukkan bahwa risiko yang hendak dipertanggungkan itu lebih besar dari biasanya, baik karena pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal dari risiko tersebut;
  2. Fakta-fakta yang sangat memungkinkan jumlah kerugian akan lebih besar dari jumlah kerugian yang normal;
  3. Pengalaman-pengalaman kerugian dan klaim-klaim pada polis-polis lainnya;
  4. Fakta-fakta bahwa risiko yang sama pernah ditolak oleh penanggung lain atau pernah dikenakan persyaratan secara ketat oleh penanggung lain.
  5. fakta-fakta yang membatasi hak subrogasi karena tertanggung meringkan pihak-pihak ketiga dalamsegi tanggung jawab yang semestinya; dan
  6. Fakta-fakta lengkap yang berkenaan dengan pokok pertanggungan.
Selain fakta-fakta yang perlu diungkapkan tertanggung pada saat penutupan asuransi, terdapat beberapa fakta yang tidak perlu diungkapkan oleh tertanggung pada saat penutupan asuransi, yakni:
  1. Fakta-fakta hukum (facts of law) karena setiap orang dianggap mengetahui hukum;
  2. Fakta-fakta yang dianggap telah diketahui oleh penanggung;
  3. Fakta-fakta yang memperkecil risiko;
  4. Fakta-fakta yang sudah dapat disimpulkan sendiri oleh penanggung dari hal-hal yang pernah diberitahukan oleh tertanggung kepadanya;
  5. Fakta-fakta yang seharusnya dicatat oleh pihak penanggung pada saat penanggung melakukan survei risiko;
  6. Fakta-fakta yang tidak perlu diungkapkan karena polis yang bersangkutan. Hal ini terdapat pada ketentuan polis yang menetapkan adanya warranty; dan
  7. Fakta-fakta yang tidak diketahui oleh tertanggung.
Prinsip Sebab Akibat (Causalitiet Principle)
Menurut definisi asuransi yang diatur dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, pihak penanggung hanya akan wajib membayar ganti rugi apabila kerugian atau kerusakan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak tertentu. 

Adapun yang dimaksud dengan suatu peristiwa yang tidak tertentu adalah suatu peristiwa yang tidak tertentu yang telah diperjanjikan antara pihak tertanggung dengan pihak penanggung. Dari aspek hubungan sebab akibat untuk menentukan apakah penyebab terjadinya kerugian dijamin atau tidak dijamin oleh polis terdapat 3 (tiga) pendapat sebagaimana dikemukakan oleh M. Suparman Sastrawidjadja (1997: 59), yakni:
  1. Pendapat menurut peradilan Inggris terutama dianut yaitu sebab dari kerugian itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak terdekat pada kerugian itu. Inilah yang disebut dengan causa proxima;
  2. Pendapat yang kedua adalah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu. Dengan perkataan lain adalah tiap-tiap peristiwa yang dianggap sebagai conditio sinequa non terhadap peristiwa itu;
  3. Causa remota, yakni bahwa peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu adalah peristiwa yang terjauh. Ajaran ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang disebut "sebab adequate" yang mengemukakan bahwa dipandang sebagai sebab yang menimbulkan kerugian itu adalah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman harus menimbulkan kerugian itu.
Pada perkembangannya, teori yang digunakan untuk menentukan apakah sebab kerugian terjamin kondisi polis digunakan causa proxima (proximate cause). Adapun definisi standar dari proximate cause sebagai dikutip dari Buku Kursus Asuransi Tingkat B hlm. V/1 , yakni:
"Proximate cause means the active, efficient cause that sets in motion a train of events which brings about a result, without the intervention of any force started and working actively from a new and independent source."
Artinya: 
"Penyebab proximate artinya penyebab aktif, efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa yang membawa akibat, tanpa adanya intervensi dari suatu kekuatanpun yang timbul dan bekerja secara aktif dari sumber yang baru dan berdiri sendiri."
Demikian penjelasan singkat mengenai prinsip-prinsip dalam asuransi yang dirangkum dari berbagai sumber, smeoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: