BzQbqi7srrl67Hfvhy9V9FxE68wSdBLJV1Yd4xhl

Pengikut

Sejarah Asuransi di Dunia

Sejarah Asuransi di Dunia- Asuransi yang merupakan hasil peradaban manusia dibuat untuk menyelesaikan kesulitan manusia yang dimulai dari ide atau gagasan untuk mendapatkan perlindungan terhadap ketidakpastian yang selalu mengikutinya. Apabila kepastian telah didapatkan maka manusia sudah merasa mendapatkan perlindungan sehingga dapat diartikan bahwa dua telah mendapatkan apa yang dibutuhkan yakni perlindungan.

Sri Rejeki Hartono (2008: 31) dalam bukunya "Hukum Asuransi dan Perusahaan" mengemukakan bahwa asuransi yang dimulai dari ide dan gagasan ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring berjalannya waktu dengan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia dan perkembangan kebudayaan yang hingga saat ini mengalami kemajuan ekonomi.

Menurut Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa sejarah lahir perasuransian dapat dilihat dari beberapa periode zaman yang terdiri dari:
  1. Sebelum Masehi;
  2. Abad Pertengahan;
  3. Sesudah Abad Pertengahan; dan
  4. Abad Ilmu dan Teknologi.
Sebelum Masehi
Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356-323 BC) seorang pembantunya bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya sehingga pada waktu itu, untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang setiap tahunnya.

Sebagai imbalan atas pembayaran tersebut, Antimenes menjanjikan kepada mereka apabila budak mereka melarikan diri maka dia akan memerintahkan pasukannya untuk menangkap budak tersebut atau jika budak tersebut tidak dapat ditangkap maka dia akan membayar sejumlah uang sebagai gantinya (Muhammad Abdulkadir, "Hukum Asuransi Indonesia", Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 1).

Sebagaimana yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu merupakan sejenis premi yang diterima dari tertanggung sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri dan membayar ganti kerugian ke pemilik budak atas budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Sebagaimana hal tersebut dapat dikatakan perjanjian yang dibuat oleh Antimenes dengan para pemilik budak mirip dengan asuransi kerugian.

Scheltema mengemukakan bahwa pada zaman yunani banyak orang yang memberikan pinjaman sejumlah uang kepada pemerintah kotapraja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bungan setiap bulan sampai wafatnya dan bahkan setelah wafatnya diberi bantuan biaya pungutan sehingga dapat dikatakan perjanjian tersebut mirip dengan asuransi jiwa. 

Adapun perbedaan dari perjanjian tersebut di atas hanya pada pembayaran premi dan santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulannya dan jika terjadi kematian atau asuransi itu berakhir tanpa kematian maka tertanggung memperoleh pembayaran dari penanggung. 

Sedangkan pada pinjaman pemerintah kotapraja, pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang dan membiayai pemakaman pemilik uang yang meninggal dunia (Muhammad Abdulkadir, "Hukum Asuransi Indonesia", Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 2).

Perjanjian model tersebut terus mengalami perkembangan dari zaman romawi sampai dengan tahun ke-10 Sesudah Masehi yang pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan (collegium), hal mana setiap anggota perkumpulan tersebut memiliki kewajiban untuk membayar uang pangkal dan iuran bulanan.

Jika terdapat anggota perkumpulan yang meninggal dunia, maka perkumpulan tersebut akan memberikan bantuan biaya pemakaman yang disampaikan kepada ahli warisnya. Selain daripada itu juga jika terdapat anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, maka perkumpulan tersebut memberikan bantuan biaya perjalanan dan jika terdapat anggota yang mengadakan suatu upacara tertentu, maka perkumpulan akan memberikan bantuan biaya upacara.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui dari kisah Antimenes, peminjaman uang kepada pemerintah kotapraja sampai dengan dibentuknya perkumpulan (collegium) bahwa perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum yang menjadi awal mula perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang sekarang ini telah mengalami modifikasi sedemikian rupa hingga menjadi perjanjian asuransi yang dapat digunakan oleh semua orang melalui perjanjian polis.

Abad Pertengahan
Peristiwa-peristiwa yang terjadi Sebelum Masehi terus mengalami perkembangan pada abad pertengahan, hal mana di negara Inggris terdapat sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk suatu perkumpulan yang disebut sebagai Glide.

Perkumpulan Glide ini dibuat untuk mengurus kepentingan-kepentingan anggota perkumpulan yang apabila terdapat anggota yang mengalami kejadian kebakaran rumah, maka Glide akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana Glide yang telah dikumpulkan dari anggota. Adapun model perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9

Sebagaimana peraturan perkumpulan Glide ini dapat diketahui model perjanjian ini mirip dengan asuransi kebakaran. (Muhammad Abdulkadir, "Hukum Asuransi Indonesia", Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 2). Model perjanjian seperti di atas kemudian mengalami perkembangan di negara-negara lain seperti Denmark, Jerman dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12.

Titik awal perkembangan asuransi kerugian laut dimulai pada abad ke-13 dan 14, hal mana pedagangan melalui laut mulai mengalami perkembangan pesat yang kemudian menimbulkan berbagai potensi bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Dengan adanya resiko ancaman ini, para pedagang waktu itu mencari cara untuk mengatasi resiko kerugian yang akan timbul pada saat perjalanan melalui laut.

Dengan adanya kepentingan perjalanan melalui laut ini, pemilik kapal kemudian meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan kapal dan barang muatannya sebagai jaminan. Selai jaminan, peminjaman uang tersebut pemilik uang juga mendapatkan bunga dengan nilai tertentu dari pemilik kapal. 

Jika kapal beserta muatannya rusak atau tenggelam, maka uang dan bunga atas pinjaman tersebut tidak perlu dibayar oleh pemilik kapal. Akan tetapi, jika kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan maka uang yang dipinjam itu wajib dikembalikan ditambah dengan bunga yang telah disepakati yang model perjanjian ini kemudian dikenal dengan sebutan bodemeri.

Sebagaimana dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal jika terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian sehingga uang yang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.

Dalam agama nasrani terdapat larangan menarik bunga karena bunga dianggap sebagai riba sehingga pola perjanjian tersebut kemudian diubah, hal mana dalam perjanjian peminjaman uang pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya. Pemberi pinjaman dapat memberikan sejumlah uang kepada pemilik kapal setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya.

Perjanjian tersebut di atas dilaksanakan dengan ketentuan pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung dan jika tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang telah disetorkan itu menjadi hak pemberi pinjaman. Ketentuan uang setoran tersebut dapat dikatakan mirip dengan premi asuransi.

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pertengahan abad ke-11 sampai dengan abad ke-14 asuransi kerugian seperti kebakaran dan asuransi terhadap bahaya di laut ini telah ada dan mengalami perkembangan pesat terutama di negara-negara pantai (coastal countries) seperti:
  1. Inggris;
  2. Prancis;
  3. Jerman;
  4. Belanda; dan
  5. Denmark.
Sesudah Abad Pertengahan
Pada abad ke-17, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat di negara Inggris kemudian di negara Prancis di abad ke-18 dan lanjut berkembang ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena negara tersebut mayoritas berlayar melalui laut ke negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama ke negara-negara jajahan mereka.

Pada waktu pembentukan Code de Commerce France pada awal abad ke-19 asuransi laut dimasukkan ke dalam kodifikasi sedangkan pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland bukan hanya asuransi laut saja melainkan dimasukkan juga jenis asuransi lainnya yang terdiri dari:
  1. Asuransi Kebakaran;
  2. Asuransi Hasil Panen; dan
  3. Asuransi Jiwa.
Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahum 1906. Berdasarkan asas konkordasi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsbland No. 23 Tahun 1847.

Sebagaimana pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pada abad ke-19 asuransi laut sudah dibuat peraturan perundang-undangan untuk mengaturnya yaitu Undang-Undang Hukum Dagang yang ketentuannya berlaku hingga saat ini dan masih diterapkan di Indonesia. 

Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian, hal mana kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi saja akan tetapi juga di bidang penunjang asuransi.

Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah lain bahkan juga ke negara lain.

Ancaman bahaya lalu lintas juga semakin meningkat seiring dengan berkembangnya usaha perasuransian sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini kemudian mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (social security insuranse).

Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari ancaman kegagalan peluncuran dan kegagalan fungsi satelit sehingga hal tersebut perlu diasuransikan. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan Satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit sehingga karena kegagalan tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian.

Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat, hal mana makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat maka makin mampu masyarakat memilih harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya. Oleh karena pendapatan masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat.

Dengan demikian dari sini dapat dilihat usaha perasuransian mengalami perkembangan yang hingga kini banyak ditemukan jenis asuransi yang berkembang di masyarakat seperti asuransi kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial yang dimuat dan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. 

Ketentuan Pasal 247 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menyebutkan terdapat 5 (lima) macam asuransi yang diantaranya terdiri dari:
  1. Asuransi Kebakaran;
  2. Asuransi Pertanian;
  3. Asuransi Jiwa;
  4. Asuransi Laut;
  5. Asuransi Pengangkutan.
Walaupun demikian di dalam prakteknya telah timbul berbagai macam asuransi lainnya. Hal ini dikarenakan memang pada asas asuransi menentukan tiap kemungkinan menderita kerugian yang dapat dinilai dengan uang dapat diasuransikan.

Asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan yang pada waktu itu Negara Belanda berhasil menguasai sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia (dulu disebut Nederlands Indie). Asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia masuk sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia pada Tahun 1848 dengan dasar asas konkordasi yang dimuat dalam Staatsblaad No. 23 yang diundangkan pada tanggal 30 April 1947 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1948.

Tahun 1992 merupakan tahun yang bersejarah bagi dunia perasuransian di Indonesia, hal mana tercatat sebagai sejarah bahwa untuk pertama kalinya bangsa Indonesia memiliki produk perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang Usaha Perasuransian yakni Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka kedudukan asuransi baik dalam persepektif perekonomian maupun bagi kehidupan masyarakat kini menjadi jelas secara hukum karena berbagai hal yang berhubungan dengan perasuransian baik peraturan pokok maupun aspek lainya dicantumkan didalamnya yang menjadi pegangan bagi seluruh masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan usaha perasuransian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi masuk ke dalam tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang Belanda yang kemudian menjadi bukti bahwa lembaga tersebut mulai dikenal di Indonesia.

Demikian penjelasan singkat mengenai Sejarah Asuransi di Dunia yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Baca Juga:
Erisamdy Prayatna
Blogger | Advocate | Legal Consultant
Father of Muh Al Ghifari Ariqin Pradi

Baca Juga: